Keluarga Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dari Indramayu Melapor ke Polda Jawa Barat
Yuli Yasmi dari Indramayu melaporkan kasus suaminya yang terjebak Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar. Sudah setahun suaminya terjebak.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah12 Juli 2024
BandungBergerak.id – Keluarga korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Yuli Yasmi (40 tahun) melaporkan kasus yang menimpa suaminya ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat, Kamis, 11 Juli 2024. Sang suami bersama Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya sudah satu tahun terjebak tindak pidana perdagangan orang di Myanmar.
“Saya berterima kasih karena laporan sudah diterima polisi. Tapi untuk pemerintah segera pulangkan atau evakuasi semua korban yang ada di Myanmar. Karena suami saya udah setahun bahkan ada korban yang dua tahun belum dievakuasi. Jadi kita menunggu ini sangat lelah. Apalagi tekanan dahsyat terhadap keluarga. Mereka pengin pulang,” kata Yuli Yasmi, kepada BandungBergerak.
Perempuan asal Indramayu, Jawa Barat tersebut didampingi kuasa hukum melaporkan kasus dengan Nomor: LP/B/279/VII/2024/SPKT/Polda Jabar tersebut ke korp Bhayangkara. Selama enam jam Yuli menjalani proses pelaporan. Ia ditanyai kronologi keberangkatan suaminya yang awalnya berniat kerja di Thailand dengan tunjangan gaji yang fantasis. Suaminya mendapat informasi pekerjaan tersebut melalui media sosial. Suami kemudian terjebak dan terjerat kerja paksa di Myanmar.
“Sempat saya tidak setuju kan pertamanya lalu akhirnya dia berangkat ke Singapura. Dia jadi freelance di sana dua selama minggu. Terus karena memang hanya dua minggu saja, dia juga lalu minta izin sama saya untuk bekerja ke Thailand. Dan, saya izinkan (dia bekerja di Thailand),” ujar Yuli.
Semua proses pendaftaran dilakukan melalui media sosial dn dijanjikan gaji 16 juta rupiah - 20 juta rupiah. Suami Yuli berangkat dari Negeri Singa dengan tiket sendiri ke Negeri Gajah Putih. Namun, ia malah terjebak di Myanmar melalui perjalanan darat.
“Dijanjikan dari media sosial itu, kan itu bentuknya dari iklan terus langsung tersambung ke Whatsapp. Nah, dari Whatsapp diarahkan ke perekrutan dengan syarat mengunggah video berbahasa Inggris. Terus abis itu diarahkan dari Singapura ke Bangkok, Thailand. Semua difasilitasi walaupun tiket beli sendiri tapi nanti akan diganti oleh perekrut kerja,” terang Yuli.
Baca Juga: Penyidik Kejari Mencium Korupsi di Unit Layanan Pengadaan Kota Bandung
Kota Cirebon Semakin Tua di Tengah Tingginya Kebutuhan Lowongan Kerja
Salah Tangkap Pegi Setiawan Momentum Evaluasi Kinerja Polri
Pusaran Kejahatan dan Perdagangan Orang
Kuasa Hukum Keluarga Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Jerat Kerja Paksa dan Perbudakan Siber, Harold Aaron mengatakan, pelaporan ini dilakukan dengan harapan aparat kepolisan bisa menangkap orang yang diduga pelaku penipuan berkedok perusahaan online.
Aaron menyebut ada tiga yang diduga pelaku yang menjadi masalah dalam perekrutan penipuan online ini, di antaranya ada yang menggunakan media sosial untuk menggaet korban.
“Kami harapkan kepolisian Jawa Barat mengerahkan segala daya upaya untuk membongkar sindikat penipuan ini, dan sindikat-sindikat yang melakukan pemberangkatan banyak orang ke Myanmar dan seperti Kamboja,” ujar Aaron.
Kepolisian diharapkan aktif menangkap para terduga pelaku tindak kriminal ini. Selain itu, menurut Aaron para terduga pelaku disinyalir melakukan kejahatan lainnya, seperti menggedarkan uang palsu.
“Kami juga mendapatkan informasi bahwa para terduga pelaku ini adalah kriminal yang bukan hanya melakukan perdagangan orang tapi juga melakukan aktivitas kriminal lainnya seperti penggedaran uang palsu dan lain-lain,” beber Aaron.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Rafly mengatakan pola dan motif perekrekutan dilakukan dengan cara yang sama yakni diiming-imingi gaji besar dan pekerjaan yang layak diberangkatkan ke Thailand dan diseludupkan ke Myanmar.
“Namun, ternyata semuanya itu bohong karena ternyata pada saat di Thailand apa yang dijanjikan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan di awal,” beber Rafly.
Dalam laporan ini, pihaknya konsen pada tahap awal dari pelaporan Korban TTPO dan perbudakan siber dari keempat korban yang berasal dari Indramayu, Bekasi, Sukabumi, dan Padalarang. Akan tetapi, korban yang berasal dari Bekasi dianjurkan untuk memproses laporannya ke Polda Jaya atau Bareskrim Polri.
Laporan hanya menanyakan dua poin pokok mengenai proses dan kronologis pemberangkat. Yang terbaru adalah laporan kasus dari Indramayu ini. Sementara kasus dari Sukabumi dan Padalarang dijadikan keterangan tambahan.” Karena ternyata terlapornya itu sama kira dijadikan poin keterangan tambahan,” jelas Rafly.
Subkoordinator Penyiapan Penempatan UPT BP2MI Wilayah Jawa Barat Fredy Agnes Situmorang mengklaim telah memfasilitasi dan mendampingi keluarga korban, melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan pengaduan ke Polda Jabar.
“Sampai saat ini masih dalam proses penyelesaian semuanya baik dari sisi pemerintah untuk memulangkan (korban) dan oknum yang terindikasi sebagai pelaku. Tim Kepolisian dari Unit PPA berjuang supaya si pelaku ini segera didapatkan,” kata Fredy.
Ia juga menyebut selama ini pihaknya selalu berkoordinasi dengan perwakilan di negara setempat untuk pekerjaan migran. Namun, bila ada aduan dari korban baik yang terlantar atau tidak bisa pulang dengan menggunakan anggaran pemeritah atau opsional.
“Semua yang menjadi korban pada prinsipnya waktu kita terima aduan kita berusaha untuk memulangkan baik dengan anggaran BP2MI atau dari pemerintah. Bisa juga dari Pemda atau Pemkot itu opsional. Pada prinsipnya, semua yang bermasalah kita pulang sampai ke tempat tinggal,” jelas Fredy.
*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang