• Berita
  • Bandung Dingin di Malam Hari dan Panas di Siang Hari, Masyarakat Diharapkan Meningkatkan Daya Tahan Tubuh dengan Menjalani Pola Hidup Sehat

Bandung Dingin di Malam Hari dan Panas di Siang Hari, Masyarakat Diharapkan Meningkatkan Daya Tahan Tubuh dengan Menjalani Pola Hidup Sehat

Cuaca yang cenderung ekstrem ini bagian dari menuju puncak kemarau antara Juli-Agustus 2024. Di musim seperti ini biasanya muncul berbagai macam penyakit.

Jalan Layang Pasupati atau Jalan Mochtar Kusumaatmadja di Bandung, Jawa Barat, Selasa (1/3/2022). Pembangunan infrastruktur memerlukan koordinasi pemerintah. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah16 Juli 2024


BandungBergerak.id – Kota Bandung dan sekitarnya mengalami suhu ekstrem baru-baru ini. Pada siang hari, udara terasa terik, tetapi di malam hari suhu terasa menggigil. Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) menyatakan, Bandung Raya memang mengalami cuaca ekstrem yang disebabkan sebagian wilayah di Jawa Barat telah memasuki awal musim kemarau dan masa pancaroba (peralihan).

Cuaca ekstrem di Bandung Raya dirasakan dengan suhu terendah berkisar 16-21 derajat dan tertinggi 29-30 derajat. Pada masa kemarau di bulan Juli, wilayah Bandung Raya ditandai dengan dominasi angin timuran (Monsun Australia) dan tutupan awan konvektif yang berkurang signifikan.

Kepala BMKG Stasiun Bandung Teguh Rahayu menjelaskan, terdapat pengaruh lokal yang kurang mendukung potensi pertumbuhan konvektif yaitu kelembapan udara pada lapisan 850 mb dan 700 mb di Bandung Raya yakni 50-88 persen. Hal ini yang menyebabkan suhu udara dingin pada malam, dini, dan pagi hari dalam beberapa waktu terakhir. Kondisi ini merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi pada masa puncak musim kemarau di bulan Juli-Agustus.

“Saat musim kemarau pada siang hari, terik sinar matahari maksimal karena tidak ada tutupan awan, akibatnya permukaan bumi menerima radiasi yang maksimal. Di malam hari karena tidak ada awan maka pada malam atau dini hari radiasi yang disimpan akan maksimal dilepaskan. Kondisi ini menyebabkan permukaan bumi mendingin dengan cepat dan berdampak pada udara dingin di malam,dini atau pagi hari,” kata Teguh Rahayu, dalam keterangan resmi yang diterima BandungBergerak Selasa, 16 Juli 2024.

Pola angin (Analisis Streamline) menunjukkan wilayah Bandung Raya didominasi monsun australia (angin timuran) yang membawa masa udara dingin dan kering, sehingga suhu di pagi hari dingin dan siang hari panas, di sore atau malam hari masih berpotensi hujan, angin pada umumnya bertiup dari arah Tenggara dengan kecepatan 5-20 kilometer per jam.

“Penyebab lain adalah karena angin monsun Australia yang membawa udara dingin dan kering. Fenomena suhu dingin ini secara empiris akan berlangsung hingga Agustus 2024,” jelas Teguh.

Ia meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap terjadinya potensi dampak cuaca di awal musim kemarau seperti perbedaan suhu. Masyarakat diharapkann terus menimba informasi cuaca dan iklim melalui web dan media sosial resmi BMKG.

“Bagi yang sedang beraktivitas di luar ruangan apabila terjadi cuaca panas yang terik diharapkan untuk berlindung di tempat yang aman,” ujar Teguh.

Mencegah Penyakit Selama Cuaca Ekstrem

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengimbau masyarakat lebih peduli pada kesehatan tubuh dan mencegah potensi penyakit yang mungkin muncul di masa cuaca ekstrem. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Bandung Deborah Johana Ratu mengatakan, penyakit yang berpotensi menyerang saat cuaca ekstem antara lain common cold (flu), Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), asma, nyeri sendi pada penderita rematik, dan batuk.

Menurut Deborah, perilaku hidup bersih dan sehat bisa menjadi pencegahan. Masyarakat disarankan mengonsumsi tanaman obat yang ada di rumah apabila mulai terserang gejala penyakit batuk atau flu.

“Kalau misalnya batuk bisa juga menggunakan jeruk nipis ditambah dengan kecap dengan perbandingan satu banding satu,”papar Derobah.

Derobah mengingatkan, jika gejala penyakit tidak kunjung membaik masyarakat disarankan untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat demi mencegah penyakit lebih berat. “Kalau memang sudah lebih dari beberapa hari, sebaiknya periksa ke faskes tingkat pertama. Khawatirnya, ada penyakit-penyakit lain yang memang harus di antisipasi,” bebernya.

Baca Juga: Dampak Badai Seroja, Odette, dan Pancaroba pada Cuaca di Bandung
BMKG Bandung Memprediksi Cuaca Ekstrem masih Terjadi Sepekan ke Depan
La Nina Membawa Cuaca Ekstrem di Bandung Raya

Memahami Cuaca Ekstrem Mencegah Hoaks

Cuaca atau iklim ekstrem ditandai dengan nilai parameternya jauh di bawah atau di atas normal.  Dosen Progam Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Joko Wiratmo mengatakan, cuaca ekstrem juga tidak terlepas dari faktor manusia yang memicu terjadinya perubahan iklim.

Ia pun mengajak untuk melakukan pengendalian perubahan iklim dengan merubah perilaku dimulai dengan menyampaikan informasi dan kebenaran ilmiah.

Kebenaran ilmiah itu bisa dimulai dengan mendapatkan informasi yang jelas dan meninggalkan informasi-nformasi hoaks yang sering viral tanpa menjelaskan kapan dan dimana kejadiannya. Menurutnya, informasi-informasi tersebut harus segera ditangkal dengan berita-berita yang tepat yang bersumber dari media resmi. “Jumlah hoaks yang beredar dapat berkurang dan masyarakat terdidik dengan informasi yang benar,” jelas Joko, diakses di laman resmi, Selasa, 16 Juli 2024.

Joko menjelaskan, dunia mempunyai enam subsistem yang melingkupi iklim keseluruhan yaitu atmosfer, hidrosfer, kriosfer, biosfer, litosfer, dan humanosfer yang saling berinteraksi dan menghasilkan iklim yang kompleks. Maka dari itu, permasalahan ilkim tidak bisa hanya dilhat dari segi atmosfernya saja, tetapi dilihat juga dari semua subsistem yang mempengaruhi kondisi iklim di waktu tertentu.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Cuaca Ekstrem

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//