La Nina Membawa Cuaca Ekstrem di Bandung Raya
BMKG meminta masyarakat waspada bencana banjir, longsor, angin puting beliung. Cuaca ekstrem masih akan berlangsung dua hari ke depan.
Penulis Bani Hakiki5 November 2021
BandungBergerak.id - Sebagian besar wilayah Bandung Raya diguyur hujan ekstrem yang disertai angin kencang dengan suhu rendah akhir-akhir ini. Bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor pun mengancam.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BKMG) Kota Bandung mensinyalir cuaca ekstrem yang melanda Bandung Raya dipengaruhi La Nina, sebuah fenomena alam di mana suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah turun sehingga menjadi lebih dingin daripada biasanya. Karena itu, suhu terendah rata-rata di Kota Bandung mencapai 21,2 derajat Celcius kecuali di sekitar wilayah Kawasan Bandung Utara (KBU) yang mencapai 16,9 derajat Celcius.
Sejak pertengahan bulan Oktober lalu, sifat hujan di Bandung Raya berada di atas normal dengan peluang hujan 80-90 persen dan terus berlanjut hingga kini. Kepala BMKG Stasiun Geofisika Kota Bandung, Teguh Rahayu menuturkan dampak fenomena ini sudah menjadi langganan hampir setiap tahun.
“Penyebab cuaca ekstrem tahun ini, sama dengan dengan tahun lalu, yaitu La Nina. Berdasarkan observasi hingga saat ini, dampak yang ditimbulkan pada kondisi curah hujan Bandung Raya mirip dengan dampak pada tahun 2020,” tuturnya saat dihubungi, Kamis (4/11/2021).
Dampak La Nina tidak hanya terjadi di sekitar Bandung Raya, tapi juga di wilayah Jawa Barat pada umumnya. Merujuk data BMKG termutakhir, La Nina dapat meningkatkan curah hujan di antara 20-70 persen. Daerah yang paling berpotensi terkena dampaknya yakni Bogor, Cianjur, Sukabumi, dan mayoritas wilayah Jawa Barat bagian tengah.
Bandung Raya sendiri berada dalam Cekungan Bandung yang dikelilingi banyak gunung dengan elevasi mencapai lebih dari 2.000 meter di atas muka laut. Kondisi demikian menyebabkan Bandung Raya memiliki potensi bencana hidrometeorologi yang tidak kecil, sesuai topografi yang ada, yaitu banjir, pergerakan tanah atau longsor. Selain itu, masih ada potensi bencana lainya seperti hujan es dan angin kencang atau puting beliung.
Teguh Rahayu mengimbau agar masyarakat mewaspadai cuaca ektrem ini yang diperkirakan puncaknya akan terjadi pada Januari 2022 mendatang. Ia juga menegaskan agar tidak ada warga yang memaksakan berkendara di tengah cuaca ekstrem untuk menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas.
“Masyarakat yang tinggal di wilayah perbukitan, sekitar DAS Citarum, dan bahkan perkotaan diharap meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kejadian banjir, tanah longsor, hujan es, dan angin kencang atau puting beliung,” paparnya.
BMKG memantau adanya anomali Suhu Muka Laut (SST) di wilayah pengamatan Nino 3,4 yang menunjukan nilai untuk memenuhi prasyarat terjadinya La Nina dan sudah berlangsung selama dua dasarian terakhir (pertengahan Oktober). Indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) pada akhir dasarian II Oktober lalu tercatat sebesar -0,96 yang berarti fenomena itu masih dalam kondisi lemah dan akan menyurut pada Mei 2022.
Baca Juga: Data 8 Kolam Retensi di Kota Bandung 2020, Bukan Solusi Paripurna Menuntaskan Banjir
Dampak Bencana Perubahan Iklim Diperkirakan Lebih Dahsyat dari Pandemi Covid-19
Bandung Kota Rawan Bencana (1): Kebakaran dan Sesar Lembang
Bandung Kota Rawan Bencana (2): Banjir dan Krisis Air Bersih
Bandung Kota Rawan Bencana (3): Kang Pisman vs Bom Waktu Sampah
Waspada Sepanjang November
Memasuki bulan November, potensi jumlah hari hujan meningkat hingga 8-10 hari lebih panjang dari bulan sebelumnya. Sifatnya berada di atas normal dengan peluang hujan 80-95 persen atau meningkat sebanyak 5 persen.
BKMG Kota Bandung memprediksi curah hujan akan tetap tinggi pada Jumat (5/11/2021) di Bandung Raya. Suhunya berkisar di antara 20,6-19 derajat Celcius dan 17,2-23,9 derajat Celcius di wilayah KBU. Kelembapan udaranya berkisar antara 50-95 persen disertai kecepatan angin maksimum antara 14-16 kilometer per jam dari Timur Laut hingga Barat Laut.
Cuaca pun akan semakin ekstrem pada Sabtu (6/11/2021) dengan suhu berkisar antara 20,1-28,8 derajat Celcius dan 17-23,2 derajat Celcius di wilayah KBU. Tingkat kelembapan sekitar 60-95 persen dan kecepatan angin yang sama.
Berdasarkan analisis impact based forecast (IBF) atau prakiraan cuaca berbasis dampak, terdapat sejumlah wilayah khusus di Bandung Raya yang paling berpotensi terkena bencana hidrometeorologi selama cuaca ekstrem berlangsung. Pengamatan yang dilakukan BMKG ini berlaku sejak Kamis (4/11/2021).
Beberapa lokasi yang berada di wilayah Kota Bandung di antaranya Gedebage, Rancasari, Buah Batu, Arcamanik, Cinambo, Panyileukan, Cibiru, Ujung Berung, dan Antapani. Ada pula sejumlah titik potensi bencana di Bandung Raya di antara lain Ciparay, Majalaya, Ibun, Paseh, Solokan Jeruk, Baleendah, Bojongsoang, Rancaekek, Cileunyi, Cikancung, Cicalengka, Cilengkrang, Kersari, Pangalengan, Pasirjambu, dan Rancabali.
Banjir di Sekitar Kolam Retensi
Bencana hidrometeorologi berupa banjir telah melanda sejumlah titik di Bandung Raya. Banjir, misalnya, menerjang wilayah Bojongloa, Kopo, Arcamanik, Cimindi-Cijerah, Cibeureum. Wilayah Bandung Selatan yang saban tahun dilanda banjir pun tak ketinggalan. Kawasan Kabupaten Bandung yang dilanda banjir tersebut meliputi Bojongsoang, Baleendah, Dayeuhkolot.
Di Kota Bandung, potensi banjir berusaha diantisipasi dengan pembangunan sejumlah kolam retensi. Namun, upaya ini dinilai belum menjawab sepenuhnya kendala di lapangan. Banjir cileuncang (genang air hujan) dilaporkan masih terjadi di sejumlah titik Kota Bandung dan menghambat aktivitas warga serta menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Bahkan, Jaya Hadi (36), seorang warga Kota Bandung mengungkapkan bahwa pembangunan kolam retensi belum memberikan dampak yang signifikan. Rumah Jaya berlokasi di sekitar Kolam Retensi Sarimas, Arcamanik.
“Kolam (retensi) dibangun tapi banjir masih tetap ada, seringnya di baigan depan kompleks. Jadi, katanya ini dibangun untuk menghalau banjir tapi sistem drainase, selokannya kelupaan kayaknya. Sekarang mah jadi tempat pemancingan ikan,” katanya kepada Bandungbergerak.id, Rabu (3/11/2021).
Merujuk data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bandung, kolam yang dibangun pada tahun 2017 lalu itu termasuk yang paling mahal di antara pembangunan kolam retensi lain. Dananya tercatat sebebsar 7,7 miliyar rupiah dengan biaya pengawasan teknik bernilai ratusan juta rupiah.