• Berita
  • Penjabat Bupati Bandung Barat Arsan Latif Terseret Kasus Korupsi Pembangunan Pasar, Praktik Haram Menggoda Kepala Daerah

Penjabat Bupati Bandung Barat Arsan Latif Terseret Kasus Korupsi Pembangunan Pasar, Praktik Haram Menggoda Kepala Daerah

Arsan Latif belum setahun diamanahi memimpin Kabupaten Bandung Barat. Tersandung kasus korupsi di masa lalu.

Arsan Latif (kiri) dilantik sebagai Penjabat Bupati Bandung Barat oleh Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin, di Gedung Sate, Bandung, 20 September 2023. (Foto: Dokumentasi Pemkab Bandung)*

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah17 Juli 2024


BandungBergerak.id - Kepala daerah di wilayah Bandung Raya kembali tersandung kasus korupsi. Praktik haram ini diduga dilakukan Penjabat Bupati Kabupaten Bandung Barat Arsan Latif yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat. Jabatannya sebagai Penjabat Bupati Kabupaten Bandung Barat kemudian dicopot.

Setelah melewati pemeriksaan maraton selama kurang lebih delapan jam oleh jaksa penyidik, Arsan Latif kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Ia diduga melakukan  karena penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan sistematis dalam kegiatan bangun guna serah atau BOT (Build, Open and Transfer) Pasar Sindang Kasih Cigasong Kabupaten Majalengka berdasarkan Surat Perintah Penahanan (Tingkat Penyidikan) Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Surat Nomor: Print-1677/M.2.5/Fd.2/07/2024 tanggal 15 Juli 2024 Jo Print-1516/M.2/Fd.2/06/2024 Tanggal 26 Juni 2024

Aspidsus Kejati Jabar Dwi Agus Afrianto mengatakan, Arsan Latif menjadi tersangka bukan di saat ia menjabat sebagai Penjabat Bupati Bandung Barat melaikan ketika sebagai Inspektur IV Kementerian Dalam Negeri. Dalam kasus ini, ia mengkondisikan proses lelang dan menerima sejumlah uang baik tunai ataupun transfer ke rekening pribadi dan keluarga.

Dwi menjelaskan, praktik ini dilakukan Arsan Latif beberapa kali dan dipergunakan untuk mengganti keperluan selama pengurusan dalam pembuatan peraturan Bupati Majalengka mengenai pedoman pelaksanaan pemilihan mitra pemanfaatan barang milik daerah berupa bangun guna serah tetkait pembangunan Pasar Sindangkasih Cigasong. 

“Pada hari Senin 15 Maret 2024 dilakukan upaya paksa penahanan terhadap salah satu tersangka, yaitu atas inisial AL. Saat ini yang bersangkutan kita lakukan upaya paksa selama 20 hari terhitung mulai tanggal 15 Juli 2024 sampai dengan tanggal 03 Agustus 2024  di Rumah Tahanan Negara Kelas I Bandung,” kata Dwi Agus dalam keterangan resmi yang diterima BandungBergerak, Selasa, 16 Juli 2024.

Arsan Latif dikenakan pasal 5, pasal 12 huruf e, pasal 11, pasal 12 B Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin mengatakan penetapan tersangka Arsan Latief tidak akan mengganggu pelayanan publik di Kabupaten Bandung Barat. Bey Bey mengklaim pelayanan masyarakat di Kabupaten Bandung Barat berjalan optimal. 

Ia juga menegaskan penetapan tersangka ini bukan terjadi di saat Arsan Latif menjabat Penjabat Bupati Kabupaten Bandung Barat, tapi saat menjabat sebagai Inspektur Wilayah IV Itjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Ya, memang kami sudah mendengar dan (Arsan Latief) ditetapkan tersangka bukan sebagai Penjabat Bupati Bandung Barat, jadi ada kegiatan pada jabatan sebelumnya," kata  Bey di Kabupaten Bandung, Rabu, 5 Juni 2024.

Harta Kekayaan dan Perjalanan Krier Arsan Latif

Pada 20 September 2023, Arsan Latif ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri menjadi Penjabat Bupati Bandung Barat. Hal ini merujuk Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.3-3741 tahun 2023 tentang Pengangkatan Penjabat Bupati Bandung Barat diteken oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, 7 September 2023 lalu. 

Pria kelahiran Ujung Pandang (Makassar) 31 Maret 1969 ini berperan menggantikan Hengky Kurniawan yang masa jabatannya sebagai Bupati Bandung Barat selesai. Pelantikan Arsan Latif dilakukan di Gedung Sate, Bandung, 20 September 2023 oleh Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin

BandungBergerak menghimpun biodata dan harta kekayaan Arsan Latief, sebagai berikut: Arsan Latif memulai karier birokrasi sebagai Lurah di Kabupaten Sidrap pada tahun 1995. Jabatannya merangkak naik ke Sekretaris Camat Panca Rijang pada tahun 1997. Ia dikenal sebagai lelaki penyayang binatang terkhusus memelihara kucing dan tercatat pernah menjadi Plt Direktur Perecanaan Anggaran Daerah Ditjen Bina Keunagan Daerah dan Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah dan Direktur Pendapatan Daerah pada Ditjen Bina Keunagan Daerah dan akhirnya menjabat Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.

Sejumlah penghargaan pernah ia dapatkan, antara lain Satyalancana Karya Satya X 2002, Satyalancana Karya Satya XX 2010, dan Satyalancana Karya Satya XXX 2022. Penghargaan tersebut di antaranya berarti pengabdian, kejujuran, dan kedisiplinan.

Mengutip dari situs resmi LHKPN, Arsan Latif melaporkan total kekayaannya pada 17 Januari 2024 periodik 2023, saat ia masih menjadi Inspektur WIlayah IV Inspektorat Jendral Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Arsan Latif memiliki aset tanah di Kabupaten Maros senilai 726 juta rupiah dan tanah di Kabupaten Makassar senilai 815 juta rupiah.

Penjabat Bupati Kabupaten Bandung Barat yang menandatangani komitmen Bandung Barat Senyum ini memiliki tiga unit mobil yang harganya mulai dari 155 juta rupiah (Honda Freed),  Mitsubishi Pajero Sport 2018 senilai 450 juta rupiah, dan BMW 320i 2014 senilai 305 juta rupiah.

Ia juga memiliki dua aset yang tersebar di Jakarta Utara seluas 99 meter dan 135 meter persegi senilai 1,3 miliar rupiah. Sementara, bangunan kedua seluas 100 meter persegi senilai 1,3 miliar rupiah.

Para Koruptor dari Kabupaten Bandung Barat

Kabupaten Bandung Barat memiliki riwayat kelam korupsi yang dilakukan kepala daerah. Tahun 2018, mantan Bupati Bandung Barat Abubakar dinyatakan Hakim Dewa Suardita di Pengadilan Negeri Bandung, terbukti korupsi ‘bancakan’ uang Satuan Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Bandung Barat.

Abubakar dijatuhi hukuman terbukti bersalah sesuai dakwaan pertama Pasal 12 huruf A Undang-undang nomor 31 tahun 199 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Berikutnya, Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna terjerat kasus korupsi Pengadaan Barang Tanggap Darurat Bencana Pandemi Covid-19 pada Dinas Sosial Pemkab Bandung Barat tahun 2020. Ia dijebloskan  ke  Lapas  Kelas 1 Sukamiskin.

Kini, setelah Arsan Latif terseret sebagai tersangka kasus korupsi, Sekretaris Daerah (Sekda) Ade Zakir Hasyim menggantikan posisinya sebagai Penjabat Bupati Kabupaten Bandung Barat. Ade Zakir Hasyim dilantik oleh Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmuddin, Sabtu, 15 Juni 2024 di Gedung Sate.

Baca Juga: Korupsi masih Menjadi Permasalahan Pelik di Kota Bandung
Penyidik Kejari Mencium Korupsi di Unit Layanan Pengadaan Kota Bandung
Korupsi Program Smart City, Komitmen Keterbukaan Anggaran Pemkot Bandung Jadi Pertanyaan

Kasus Korupsi Menjerat Kepala Daerah

Dalam catatan ICW, berdasarkan data di situs kpk.go.id, sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 tak kurang dari 22 gubernur dan 148 bupati/wali kota telah ditindak oleh KPK. Jumlah itu tentu bisa lebih besar jika digabungkan dengan data dari Kejaksaan dan Kepolisian. ICW mencatat, sepanjang tahun 2010 – Juni 2018 tak kurang dari 253 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum. 

Menurut ICW, sudah menjadi rahasia umum bahwa akar masalah maraknya korupsi kepala daerah salah satunya karena tingginya biaya politik. ICW mencatat (2018), mahalnya biaya politik setidaknya disebabkan dua hal yakni, politik uang berbentuk mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying). Menurut kajian Litbang Kemendagri tahun 2015, untuk mencalonkan diri sebagai bupati/wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya 20 – 100 miliar RUPIAH. Sementara, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar 5 miliar rupiah selama satu periode. 

Modus korupsi kepala daerah didominasi proyek pengadaan barang dan jasa, suap untuk menerbitkan izin, dan juga jual beli jabatan. “Sebagian besar tertangkap karena korupsi dalam proses pengadaan. Wajar saja, sektor pengadaan memang lahan basah korupsi karena anggaran yang dikucurkan sangat besar,” tulis ICW.

ICW menyatkaan, kasus korupsi kepala daerah dapat dilihat dari tiga aspek. Pertama, tata kelola partai politik dan kebutuhan modalitas kontestasi elektoral. Kedua, lemahnya fungsi pengawasan, baik dalam praktik pengadaan barang, proses perizinan dan pengisian jabatan. Ketiga, rendahnya hukuman bagi pelaku korupsi sehingga tidak menimbulkan efek jera.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Korupsi Kepala Daerah

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//