• Kampus
  • ITB Membentuk Satgas Aplikasi AI, Kecerdasan Buatan Tidak Punya Etika

ITB Membentuk Satgas Aplikasi AI, Kecerdasan Buatan Tidak Punya Etika

Satgas Aplikasi AI menjadi penghubung dosen dan mahasiswa untuk mengeksplorasi berbagai potensi kecerdasan buatan dalam aktivitas pendidikan.

Ilustrasi. Teknologi digital tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia modern. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah25 Juli 2024


BandungBergerak.id - Perkembangan artificial intelligence (AI) memicu perubahan besar di ranah teknologi digital. Fenomena ini menuntut perguruan tinggi untuk beradaptasi dan mengontrol tingkat risiko dari penggunaan AI atau kecerdasan buatan. Maka, Institut Teknologi Bandung (ITB) membentuk Satuan Tugas (Satgas) Aplikasi AI yang bertugas meningkatkan kapasitas dosen dan mahasiswa dalam bidang AI dan pengajaran berbasis teknologi. 

Rektor ITB Reini Wirahadikusumah mengatakan, Satgas Aplikasi AI menjadi kelompok pelopor antara dosen dan mahasiswa yang nantinya akan mengeksplorasi berbagai potensi Aplikasi AI dalam aktivitas sehari-hari sivitas akademika, kemudian menyusun rekomendasi dan implementasinya untuk tingkat institut. 

Reini menuturkan, satgas ini telah dipikirkan sejak enam bulan lalu. Tujuannya agar sivitas akademika bisa beradaptasi dan mengoptimalkan kualitas pendidikan. Satgas sudah mulai bekerja pada pertengahan Juni 2024 dan bekerja selama 4 bulan. 

“Satgas akan bekerja dengan mekanisme berbentuk insentif hibah pengajaran, kebutuhan akan pelatihan, dan pemberian akses terhadap software AI. Satgas ini mulai bekerja pertengahan Juni 2024 dan bekerja selama 4 bulan,” kata Reini, diakses dari laman resmi, Rabu, 24 Juli 2024.

Pembentukan satgas sebagai komitmen ITB untuk merangkul teknologi AI yang diharapkan dapat membentuk perbaikan atmosfer akademik ITB secara komprehensif.

Baca Juga: Teknologi Kecerdasan Buatan Tetap Membutuhkan Kontrol Manusia
Kecerdasan Buatan, Sebuah Ancaman bagi Umat Manusia?
Peluang dan Tantangan Kecerdasan Buatan (AI) sebagai Teknologi Masa Depan

Kecerdasan Buatan Tidak Punya Moral

Hadirnya teknologi kecerdasan buatan diharapkan tidak mengekang kebebasan berpikir kritis. Para pengguna jangan sampai melimpahkan semua pekerjaan pada kecerdasan buatan. Dalam konteks pendidikan, setiap aspek pengajaran dan pembelajaran tidak bisa mengandalkan sepenuhnya pada AI.

“(AI) hanya memperkuat kemampuan guru dan dosen untuk mengajar dan memberikan pendidikan yang lebih bagus bagi mahasiswa (dan muridnya),” ujar Guru Besar ITB Intan Ahmad.

Di sisi lain, Intan Ahmad menjelaskan, perguruan tinggi harus terus belajar beradaptasi pada kecerdasan buatan ini. Ia berharap kampus-kampus yang mengadopsi AI mesti menumbuhkan tanggung jawab sosial, empati, dan pertimbangan etis.

Sementara itu, pakar seni dan humaniora ITB Yasraf Amir Piliang menyatakan, kecerdasan buatan dalam konteks kebudayaan dan pendidikan bermanfaat dalam pengolahan data dan analisis, matematika, musik, verbal, dan bahasa. Akan tetapi, kecerdasan eksistensial dan spiritual masih sulit dijangkau oleh AI. Termasuk, kecerdasan yang melibatkan moral dan etika, hal ini membedakan manusia dengan kecerdasan buatan.

Sampai saat ini AI belum mampu mereplikasi kemampuan berimajinasi, mencintai, dan mengimani yang menjadi nilai-nilai fundamental dalam kemanusiaan. Yasraf juga menilai kehadiran AI memberikan tantangan besar terutama untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bisa dilakukan oleh teknologi. Walaupun, AI bisa melakukan banyak tugas, namun aspek-aspek tertentu masih menjadi domain eksklusif yang membedakan manusia dengan AI.

Meski AI bisa menuliskan sebuah puisi tapi esensi di dalamnya seperti emosi dan rasa tidak bisa dijangkau oleh AI. Kecerdasan buatan ini bisa membantu proses kreatif tapi peran manusia sebagai pencipta utama tidak bisa diabaikan.

Yasraf mengatakan, kolaborasi manusia dan AI menjadikanya sebagai alat bantu untuk memperluas kemampuan bukan untuk menggantikan peran manusia sepenuhnya.

"AI dan manusia mestinya saling memperkuat. Manusia menciptakan gagasan dan mengajak AI untuk berkolaborasi dalam proses pengembangan," jelas Yasraf dalam  Dalam webinar yang berjudul “AI for Educators diadakan oleh ITB, Jumat 21 Juni 2024. diakses Rabu 24 Juli 2024.

Termasuk dalam aspek pendidikan, Yasraf menekankan pentingnya sentuhan manusia dalam mengembangkan pengetahuan, manusia dan nilai-nilai kemanusiaan harus tetap menjadi sentral yang menjadi esensi dari pembelajaran itu sendiri.

Hal yang sama disampaikan oleh Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STIE) Dimitri Mahayana yang menerangkan, permasalahan AI yang dapat menggantikan manusia seringkali diperdebatkan.

Padahal kecerdasan buatan sebagai algoritma matematis tidak memiliki kesadaran seperti emosi dan rasa seni yang dimiliki manusia. Oleh karenanya, AI tidak akan menggantikan manusia tapi manusia yang dibantu oleh AI. “Teknologi tidak akan pernah punya moral, itu adalah ranah manusia,” tandas Dimitri.

Ia menyarankan AI sebaiknya menjadi motivasi bagi dosen untuk menciptakan pendidikan yang mampu menghasilkan mahasiswa kreatif, manusiawi, dan adaptif, tak hanya menyelesaikan pekerjaan dengan robot.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Kecerdasan Buatan atau artificial intelligence

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//