PILGUB JABAR 2024: Sosialisasi Pilkada Masyarakat Adat Cigugur, Pemenuhan Hak-hak Politik Suku-Suku Minoritas Sering Kali Terkendala
Sosialisasi pemilihan di masyarakat adat Cigugur diharapkan dapat memberikan informasi pelaksanaan Pilkada Serentak yang akan diselenggarakan 27 November 2024.
Penulis Iman Herdiana1 Agustus 2024
BandungBergerak.id - Suku-suku minoritas di Indonesia sering kali mengalami kesulitan mendapatkan hak-hak politik. Kebanyakan masyarakat adat tidak mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang diperlukan sebagai dasar untuk mendaftar sebagai pemilih.
Sejumlah daerah di Indonesia saat ini bersiap menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Di Jawa Barat, penyelenggaraan Pilkada terdiri dari Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat, Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot), dan Pemilihan Bupati yang akan digelar serentak 27 November 2024.
Baru-baru ini, KPU Provinsi Jawa Barat melaksanakan Kegiatan Sosialisasi Pendidikan Pemilih pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Tahun 2024 bersama masyarakat adat cigugur, Kabupaten Kuningan.
Saat ini, masyarakat adat Cigugur Kuningan masih tetap konsisten melestarikan budaya setempat dengan menjaga tradisi budaya karuhun. KPU Jabar menyatakan, dengan pelaksanaan sosialisasi di masyarakat adat Cigugur diharapkan dapat memberikan informasi pelaksanaan Pilkada Serentak di Jawa Barat nanti.
"Kedatangan KPU Jawa Barat datang ke Cigugur salah satunya untuk melakukan sosialisasi, menyampaikan informasi kepada masyarakat adat Cigugur yang ada di Kabupaten Kuningan ini bahwa pada tanggal 27 November 2024 kita akan memilih kepala daerah yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali kota dan Wakil Wali Kota. KPU selaku lembaga penyelenggara Pemilu yang diamanatkan oleh undang-undang berkewajiban untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat,” papar Ketua Divisi Sosdiklihparmas KPU Jabar Hedi Ardia, diakses dari laman KPU Jabar, Kamis, 1 Agustus 2024.
Sosialisasi ini berlangsung Jumat, 26 Juli 2024. Disebutkan, saat ini jumlah DPT Kabupaten Kuningan sebanyak 896.000 setelah dilaksanakan Coklit, dan pada pelaksanaannya nanti masyarakat diharapkan menggunakan hak pilihnya.
Kegiatan sosialisasi dihadiri sesepuh tokoh masyarakat adat Pangeran Gumirat Barna Alam selaku Ketua Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan.
Sementara itu, pelaksanaan pemutakhiran data pemilih lewat proses pencocokan dan penelitian (Coklit) yang dilakukan oleh seluruh panitia pemutakhiran data pemilih (Pantarlih) se-Jawa Barat telah mencapai 99,45 persen dari total data DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan) sebanyak 35.912.610 pemilih.
Kadiv Data dan Informasi KPU Jawa Barat Ahmad Nur Hidayat mengatakan, hingga hari ke-24 pelaksanaan coklit yang dilakukan Pantarlih telah mencapai 35.716.120.
“Kita bisa menyelesaikan coklit dalam waktu yang cepat tentu ini merupakan sebuah kebanggan bagi kami. Oleh karena itu, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh Pantarlih yang telah berkomitmen untuk menyelesaikan coklit dengan baik,” kata Ahmad dalam siaran pers.
Diketahui, sejak tanggal 24 Juni 2024 sebanyak 136.261 Pantarlih Pilkada dilakukan pelantikan secara serentak. Mereka kemudian melakukan Coklit pemutakhiran data pemilih di 73.225 TPS.
Dalam teknikal operasionalnya kegiatan pemutakhiran data pemilih yang dilakukan Pantarlih adalah upaya memperbaharui data pemilih berdasarkan data DP4 yang telah diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada KPU RI.
Baca Juga: BUKU BANDUNG #51: Kisah Jin dalam Botol dan Pilgub Jabar Pascaruntuhnya Orde Baru
PILGUB JABAR 2024: KPU Merilis Tahapan dan Jadwal Pilkada, Ribuan Anggota PPK dan PPS Dilantik
PILGUB JABAR 2024: Jalan Terjal Calon Independen di Panggung Politik Jawa Barat
Hambatan Pemenuhan Hak-hak Politik Masyarakat Adat di Indonesia
Masyarakat adat Sunda Wiwitan merupakan satu dari banyak suku-suku ada yang ada di Indonesia. Masyarakat adat juga memiliki hak politik sebagai pemilih yang berpartisipasi dalam pemilu sebagaimana dijamin konstitusi Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum.
Mirsya Lila Agua Rista, Susandi Decapriu Putra Pamungkas, dan Gede Ngurah Darma Suputra dalam jurnal ilmiah “Menelisik Hambatan Pemenuhan Hak Politik Masyarakat Adat Dalam Kepemilikan E-KTP Sebagai Perwujudan Demokrasi Pancasila” memaparkan, suku-suku minoritas di Indonesia sering kali mengalami kesulitan dalam mendapatkan hak politik mereka dalam pemilu karena kebanyakan dari mereka tidak mempunyai KTP yang diperlukan sebagai dasar untuk mendaftar sebagai pemilih.
Mirsya dkk mengacu pada Pemilu 2019 di mana terdapat beberapa masyarakat adat tidak dapat memenuhi hak politiknya, serta tidak dapat aktif dalam partisipasi politik. Masyarakat adat yang tidak terpenuhi hak politiknya karena mereka tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el), diantaranya: masyarakat adat Rimba di Provinsi Jambi dan masyarakat adat Jawa Petani Bumi Segandu Dermayu Indramayu (Dayak Losarang) di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengestimasi bahwa sekitar 1,5 juta orang dari masyarakat adat tidak dapat berpartisipasi dalam pemilihan umum 2024. Kerentanan masyarakat adat bermula dari proses keperdataan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, penyusunan daftar pemilih dilakukan secara resmi. Dalam hal ini verifikasi pemilih bergantung pada identitas kependudukan, khususnya KTP elektronik.
Namun, perekaman KTP elektronik masih menjadi masalah bagi masyarakat adat. Tidak hanya itu, masyarakat adat yang memiliki kepercayaan di luar pengakuan negara maupun masyarakat adat yang tidak memiliki kepercayaan, tidak mendapat identitas kependudukan.
“Identitas tradisional masyarakat adat sering kali berbeda dengan definisi identitas resmi yang digunakan oleh pemerintah dalam proses pemberian KTP-el. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam memenuhi persyaratan administrative,” papar Mirsya dkk, diakses dari jurnal.
KTP berfungsi sebagai persyaratan untuk memberikan suara dalam pemilihan umum. Masyarakat adat tanpa memiliki KTP tidak dapat berpartisipasi dalam pemilihan umum yang merupakan hak fundamental dalam sistem demokrasi.
“Tidak memiliki KTP dapat menghambat masyarakat adat dalam menggunakan hak-haknya secara penuh. Hal ini dikarenakan hak suara adalah bagian dari hal sipil dan politik yang mencakup hak untuk berpartisipasi dalam proses politik dan pemerintahan,” tulis Mirsya dkk.
Ketika sebagian besar masyarakat adat tidak memiliki KTP dapat menciptakan ketidaksetaraan dan diskriminasi dalam masyarakat. Prasangka dan praktik diskriminatif oleh pemerintah atau masyarakat umum dapat menghalangi mereka dari terlibat dalam proses politik.
“KTP-el juga berfungsi sebagai identitas hukum yang mengidentifikasi seseorang sebagai warga negara. Tidak memiliki KTP-el dapat menyebabkan masyarakat adat mengalami ketidakpastian hukum terkait hak-hak mereka,” tulis Mirsya dkk.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain tentang Pilgub Jabar atau Pilwalkot Bandung dalam tautan berikut ini