Membuka Mata di Wanasigra

Warga Kampung Wanasigra, Desa Tenjowaringin sudah biasa dengan aksi donor mata. Terdorong semangat kemanusiaan.

Kampung Wanasigra, Desa Tenjowaringin, Kabupaten Tasikmalaya menjadi desa siaga donor mata, Minggu, 7 Juli 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah2 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Dede Saidah, 46 tahun, masih mengingat bagaimana para petugas melakukan eksisi kornea mata kedua orang tuanya segera setelah meninggal. Ketika itu dia menyaksikan langsung prosesnya. Sebuah peristiwa yang dia nilai istimewa karena tahu bahwa kedua kornea mata orang tuanya bakal bermanfaat bagi orang-orang yang sangat membutuhkan.

“Selagi dibutuhkan mah dan bermanfaat, silakan gitu. Kalau sudah meninggal, diambil ikhlas gitu,” ujar Dede menceritakan kembali alasan kedua orang tuanya mau mendonorkan mata, ketika ditemui BandungBergerak di rumahnya, Minggu, 7 Juli 2024 lalu. 

Dede adalah warga Kampung Wanasigra, Desa Tenjowaringin, Kabupaten Tasikmalaya. Bercermin dari apa yang telah dilakukan oleh kedua orang tuanya, dia memutuskan untuk menjadi pendonor mata juga. Ibu rumah tangga ini sudah siap bila kelak ketika Sang Maha Pencipta mengambil nyawanya, akan disumbangkannya kornea mata agar bisa digunakan oleh mereka yang membutuhkan. 

“Ikhlas aja. Di lingkungan sini pada gitu,“ tuturnya.

Dede menjadi satu dari dua ribuan orang warga Desa Tenjowaringin yang siap untuk mendonorkan mata. Pada Desember 2018, desa ini dideklarasikan sebagai Desa Siaga Donor Mata yang pertama di Indonesia. Orang-orang muda Ahmadiyah menjadi motor utamanya. 

Dodi Kurniawan dari Komunitas Donor Mata Tasikmalaya dan juga Amir Lokal Jemaat Ahmadiyah menuturkan, inisiatif Desa Siaga Donor Mata berawal dari gerakan nasional yang digagas oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) lewat gerakan Komunitas Donor Mata Indonesia pada 2016. Dalam dua tahun, gerakan ini mencatat jumlah pendonor di Chapter Tasikmalaya sebanyak 144 orang dengan 88 orang di antaranya berasal dari Desa Tenjowaringin. 

Dodi menuturkan, banyaknya jumlah anggota masyarakat yang menjadi pendonor mata tidak bisa dipisahkan dari spirit kemanusiaan Ahmadiyah. Gerakan ini senapas dengan program organisasi JAI yang mengusung semangat “labaik”. Dodi menyebutnya sebagai “ekspresi kemanusiaan dari ahmadi”.

“Susah dipisahkan dari pengaruh dari spiritual Ahmadiyah. Mereka menjadi donor karena mereka ahmadi,” tuturnya. 

Menurut Dodi, nilai-nilai kemanusiaan terkandung dalam ajaran Ahmadiyah. Eksisi kornea mata dipercayai sebagai investasi luar biasa dan menjadi bagian amal jariah setelah nyawa tiada. 

“Ahmadiyah identik dengan gerakan-gerakan kemanusiaan. Al-insaniah al-ulya, kemanusiaan yang diutamakan sehingga melewati sekat-sekat identitas. Dalam bingkai umumnya, tidak ada kebencian. Hanya cinta dan kasih,” ujarnya. 

Cinta dan kasih sejatinya bisa dilakukan dengan memberikan yang kita punya bahkan setelah meninggal dunia. Jauh sebelum donor mata, warga Desa Tenjowaringin telah terbiasa melakukan donor darah sejak tahun 1980-an. Dodi sendiri telah melakukan donor darah sebanyak 85 kali. Pada tahun 2020 lalu, ia mendapatkan penghargaan dari Palang Merah Indonesia ketika mendonorkan darah untuk yang ke-75 kalinya. 

“Karena sudah rutin, seperti ada jam biologis dalam diri sendiri. Target minimal 100 kali,” ujarnya.

Dodi Kurniawan, Ketua Amir Lokal di Kampung Wanasigra, DesaTenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Minggu, 7 Juli 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Dodi Kurniawan, Ketua Amir Lokal di Kampung Wanasigra, DesaTenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Minggu, 7 Juli 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Baca Juga: CERITA VISUAL: Deretan Kasus Penyegelan Masjid-masjid Ahmadiyah di Jawa Barat dalam 10 Tahun Terakhir
Penyegelan Masjid Ahmadiyah Garut Menambah Catatan Panjang Praktik Diskriminasi oleh Aktor Negara
Mendengarkan Aspirasi Mahasiswa Ahmadiyah Menjelang Tahun Politik 2024

Masih Sedikit Donor 

Kantor Berita Radio (KBR) 68H, dalam liputan khusus tentang Desa Siaga Donor Mata Tasikmalaya, menyebut bahwa Indonesia masih sangat kekurangan kornea mata sehingga masih tergantung pada impor kornea mata. Dari tahun 2008 hingga 2017, ada 800 kornea mata didatangkan dari Filipina, India, dan Amerika Serikat. Jumlah ini jauh dari cukup untuk mengisi kekosongan karena ada lebih dari 3 juta orang penduduk Indonesia yang buta. 

Lewat program Keluarga Donor Mata, jemaat Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin menanggapi masalah tersebut. Kornea mata milik warga yang meninggal dan sebelumnya secara tertulis telah menyatakan diri sebagai donor, akan dikirim ke rumah sakit. Salah satunya, Rumah Sakit Mata Cicendo, Kota Bandung. 

Begitu menerima donor mata, petugas rumah sakit mulai menghubungi calon penerima donor mata untuk bersiap-siap. Kornea hanya bisa tahan dua minggu sebelum berlabuh ke mata lain.

Di Jawa Barat, tercatat ada 1.000 pasien lebih yang antre untuk mendapatkan donor mata. Panjangnya antrean ini berbanding terbalik dengan jumlah pendonor mata. Di seluruh Indonesia hanya ada sekitar 14 ribu orang pendonor mata yang siap diambil kornea matanya saat meninggal kelak.

Hasil Survei Kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) tahun 2014–2016 oleh Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan, angka kebutaan di 15 wilayah di Indonesia mencapai tiga (3) persen dan sekitar 4,5 persennya disebabkan oleh kerusakan kornea mata.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam acara 105 Tahun Perhimpunan Perawatan Penderita Penyakit Mata Undaan (P4MU) dan peluncuran Cornea Donation Centre (CDC) Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya melalui konferensi video, Kamis, 15 Oktober 2020 lalu, mengingatkan tentang betapa penting donor mata tapi sekaligus betapa masih kecilnya jumlah orang yang mau melakukannya. Kegiatan donor mata masih dianggap baru, tidak seperti donor darah yang sudah umum dikenal dan dipraktikkan. Saat ini satu kornea mata diperebutkan hingga 70 orang penerima donor di seluruh Indonesia. 

Foto pemimpin Ahmadiyah di rumah Dodi Kurniawan, Ketua Amir Lokal di Kampung Wanasigra, DesaTenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Minggu, 7 Juli 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Foto pemimpin Ahmadiyah di rumah Dodi Kurniawan, Ketua Amir Lokal di Kampung Wanasigra, DesaTenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Minggu, 7 Juli 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

“Semakin banyak orang tergerak melakukan donor kornea akan semakin banyak terjadi estafet penerima kebaikan karena tertolong dari kebutaan,” ungkapnya. 

Bank Mata Indonesia menegaskan bahwa menjadi donor mata tidak bertentangan dengan semua ajaran agama. Meski demikian, faktanya jumlah calon donor mata yang terdaftar di organisasi ini masih sangat rendah, jauh dibandingkan jumlah total penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan donor kornea di negeri ini masih mengandalkan pasokan dari Sri Lanka, India, Belanda, dan Amerika Serikat. Penduduk Sri Lanka diketahui secara sukarela mendonorkan matanya pada saat meninggal dunia.

“Kalau mereka saja ikhlas dan bisa menyumbangkan matanya kenapa kita tidak bisa dengan jumlah penduduk yang jauh lebih tinggi? Sudah seharusnya (kita) saling berlomba untuk berbuat kebajikan membantu saudara-saudara kita yang kurang beruntung,” tulisnya.

Bank Mata Indonesia membeberkan syarat dan cara menjadi calon donor mata, yaitu sudah berusia di atas 17 tahun dan ikhlas tanpa paksaan dari pihak lain, disetujui keluarga atau ahli waris, terdaftar di Sekretariat Bank Mata Indonesia, mengisi formulir DokterSehat.com, serta mencetak, mengisi, menandatangani, dan mengirimkannya via email ke [email protected]. Sebagai bukti pendaftaran, calon donor mata yang telah berhasil akan mendapatkan Kartu Anggota Calon Donor Mata. Segala proses pendaftaran calon donor mata adalah tidak dipungut biaya alias gratis.

Foto pemimpin Ahmadiyah di rumah Dodi Kurniawan, Ketua Amir Lokal di Kampung Wanasigra, DesaTenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Minggu, 7 Juli 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Foto pemimpin Ahmadiyah di rumah Dodi Kurniawan, Ketua Amir Lokal di Kampung Wanasigra, DesaTenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Minggu, 7 Juli 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Terusik Aksi Intoleran

Terletak di perbatasan Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya, Desa Tenjowaringin memiliki hamparan sawah hijau yang membentang luas. Kerukunan dan gotong royong menjadi napas keseharian warga. Reputasi sebagai Desa Siaga Donor Mata sudah dikenal luas, salah satunya berkat liputan-liputan awak media. Namun, aksi kemanusiaan yang mestinya membuat orang membuka mata terhadap indah keberagaman ini tidak lantas menihilkan aksi toleran terhadap warga Ahmadiyah di sana. 

Sebuah insiden terjadi pada Minggu, 5 Mei 2013, dini hari. Warga Ahmadiyah di Kampung Wanasigra, Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu dan juga di Kampung Babakan Sindang, Desa Cipakat, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya diserang massa tak dikenal. Mereka melempari rumah warga dan fasilitas ibadah. Akibatnya, 24 unit bangungan di dua kampung tersebut rusak. Juga tiga unit mobil, satu unit sepeda motor, serta beberapa fasilitas umum meliputi Madrasah Diniyah Imamuddin, Masjid Baitussubhan, Mushola Nurul Khilafat, serta SDN 1 Tenjowaringin.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung waktu itu, Arip Yogiawan, mendesak penegak hukum agar lebih tegas menindak pelaku penyerangan sebab kejadian penyerangan tersebut telah membuat keresahan dan mengganggu kenyamanan.

Perwakilan jemaat Ahmadiyah, Entang Rasyid mengatakan, penyerangan terhadap warga Ahmadiyah menambah rentetan panjang aksi intoleran di Jawa Barat. Lebih dari itu, insiden tersebut membuat tidak sedikit perempuan dan anak-anak trauma. 

“Ya tentunya kami sebagai warga negara Indonesia merasa terganggu,” kata Entang. “Harus ada upaya tegas dan evaluasi dari para penegak hukum.” 

*Artikel ini merupakan kerja sama antara BandungBergerak dan INFID melalui program PREVENT x Konsorsium INKLUSI sebagai bagian dari kampanye menyebarkan nilai dan semangat toleransi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta inklusivitas.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//