Kampanye Komunitas Lokal Menolak Pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyakinan
Menanggapi kasus-kasus intoleransi, 20 komunitas lokal menyerukan kampanye damai melalui aplikasi Campaign.id #Friendship4Peace. Membutuhkan dukungan masyarakat.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah9 Agustus 2024
BandungBergerak.id – Pelanggaran kebebasan beragama berkeyakinan (KBB) terus terjadi di Indonesia, negeri yang mendaku menjunjung kebhinekaan (keberagaman). Di bulan Juli 2024 saja sedikitnya ada tiga pelanggaran KBB yang terjadi di Jawa Barat dan Banten.
Di Garut, penyegelan Masjid Jemaat Ahmadiyah terjadi pada Selasa, 2 Juli 2024. Menyusul, penolakan kegiatan Haul Imam Husein (cucu Nabi Muhammad SAW) di Grand Ballroom La Gardena, Kopo, Kabupaten Bandung pada Rabu, 17 Juli 2024. Sementara di Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, viral di media sosial pembubaran aktivitas ibadah.
Menyikapi insiden-insiden pelanggaran KBB belakangan ini, sebanyak 20 komunitas lokal di Indonesia luncurkan kampanye #Friendship4Peace. Berkolaborasi dengan Peace Generation, gerakan sosial ini memberi fokus pada bidang pendidikan dan perdamaian. Kampanye ini juga disokong dengan peluncuran aplikasi Campaign #ForABetterWorld, sebuah platform karya anak bangsa yang menyuarakan isu-isu sosial secara inovatif dan luas.
Direktur Eksekutif PeaceGeneration Indonesia Irfan Amali menyebut, kampanye damai ini merupakan langkah praktis yang bisa diikuti oleh berbagai kalangan. Masyarakat didorong untuk mendukung kegiatan toleransi, seperti edukasi lintasagama serta dialog tentang pembangunan tempat ibadah.
“Kami sadar, banyak masyarakat yang punya tekad besar untuk meruntuhkan tembok intoleransi. Sayangnya mereka hanya bisa diam karena tidak tahu harus mulai dari mana. Dengan menyelesaikan aksi #Friendship4Peace, masyarakat bisa membantu banyak orang dengan cara yang simpel dan bisa dilakukan di mana saja, kapan saja,” kata Irfan, dalam keterangan resmi yang diterima BandungBergerak, Kamis, 8 Agustus 2024.
Project Lead #Friendship4Peace dan Program Officer Campaign Benaya Jonathan menambahkan, aksi ini merupakan langkah memerangi praktik intoleran di negara yang menjunjung tinggi semangat keberagaman melalui Bhineka Tunggal Ika.
“Kasus intoleransi di Indonesia masih terus bergulir. Ini adalah ironi di balik semboyan bangsa ‘Bhinneka Tunggal Ika’. Kami mengajak masyarakat untuk ikut beraksi nyata dengan men-download aplikasi Campaign #ForABetterWorld di App Store atau Google Play, lalu buka dan lakukan challenge dari program #Friendship4Peace,” tuturnya.
Kampanye #Friendship4Peace mendorong masyarakat berdonasi tanpa uang untuk mendukung kegiatan toleransi. Benaya menyebut bahwa masyarakat dari berbagai kalangan telah berpartisipasi melalui aksi-aksi di aplikasi Campaign #ForABetterWorld seperti mengunggah foto bersama teman lintasiman atau membagikan pesan persahabatan untuk teman dari berbagai latar belakang agama serta keyakinan.
Baca Juga: Mengurangi Konflik Keberagaman di Bandung dengan Dialog dan Mendengarkan
Mengenal Toleransi dan Keberagaman di Griya Seni Popo Iskandar
Memetik Nilai Keberagaman Pangan Nusantara di Balik Upacara Saka Sunda Kampung Cireundeu
Mendorong Dialog
Kondisi toleransi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. SETARA Institute mencatat terjadi sebanyak 329 tindakan pelanggaran KBB di sepanjang tahun 2023 lalu. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari kesulitan mendirikan bangunan tempat ibadah, tuduhan penistaan agama, pelanggaran kegiatan keagamaan, hingga penerbitan peraturan-peraturan diskriminatif. Dalam catatan SETARA Institute itu, Jawa Barat kembali menempati peringkat pertama provinsi dengan jumlah pelanggaran KBB terbanyak.
Koordinator Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) Sabeh mengatakan, kebebasan beragama dan berkeyakinan telah diatur dan dijamin oleh negara, khususnya dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 28E. Setiap orang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keyakinannya.
Namun kenyataannya, jaminan konstitusi seringkali belum berjalan lurus dengan apa yang terjadi di lapangan. Dialog yang terus-menerus menjadi kunci mencegah intoleransi.
"Untuk menyikapi itu, tentu salah satu yang perlu dilakukan adalah dengan dialog. Harapannya dengan dialog, prasangka-prasangka yang ada bisa dipatahkan dengan sendirinya," jelas Sabahuddin, ditemui Kamis, 8 Agustus 2024.
*Artikel ini terbit sebagai bagian dari kerja sama BandungBergerak dengan Campaign