• Berita
  • Young Painter Exhibition, Seni Kontemporer di Mata Para Seniman Muda Bandung

Young Painter Exhibition, Seni Kontemporer di Mata Para Seniman Muda Bandung

Para seniman muda Bandung memamerkan karya-karya seni kontemporernya di Mola Art Gallery, Kota Cimahi, 27 Juli-20 Agustus 2024.

Pameran seni kontemporer di Mola Art Gallery, Kota Cimahi, 27 Juli-20 Agustus 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)

Penulis Salma Nur Fauziyah16 Agustus 2024


BandungBergerak.id - Lukisan figuratif perempuan dengan pandang mendamba terpajang di salah satu sudut ruang pamer Mola Art Gallery, sebuah galeri seni tersembunyi di antara deretan perumahan Griya Asih, Cimahi. Tepat setelah masuk ke dalam ruang pamera, pengunjung dapat melihat langsung enam karya yang terpajang. Termasuk lukisan figuratif milik Riana Arum (30 tahun) tersebut.

Arum mulai belajar melukis sejak tahun 2016 menggunakan media cat air dan baru menekuni media cat minyak empat tahun ke belakang. Ekshibisi Young Painter: Seni Lukis Kontemporer dalam Perspektif Pelukis Muda ia ikuti untuk mencari pengalaman dan peluang.

Bagi Arum mengerjakan lukisan tradisional atau klasik mempunyai tantangan tersendiri, mulai dari bahan, teknik, hingga pengaplikasiannya. Pandangan-pandangan Arum tertuang dalam deskripsi singkat dari esai di katalog pameran.

Namun, di zaman serba cepat seni tradisional tidak dapat ditinggalkan ataupun diasingkan. Kepada BandungBergerak.id, lewat Direct Message di Instagram, Arum mengatakan, tiap era dan tahun karya seni tetaplah sama. Hanya penamaannya saja yang berbeda.

The Wanting (2023), demikian judul lukisan figuratif perempuan, menjadi salah satu karya Arum yang dipamerkan dalam Young Painter. Lukisan potret diri bermedia cat minyak dan kanvas sebesar 40 cm x45 cm ini punya sebuah maknanya tersendiri. Potret Arum dengan burung Blue Jay terlihat apik dengan latar sederhana.

Pandangan matanya seakan-akan menginginkan sesuatu. Di sini Arum ingin memperlihatkan sebuah gambaran manusia lewat gambar dirinya yang penuh dengan ego dan keinginan. Di sisi lain terdapat burung Blue Jay sebagai simbol dari kesabaran dan kebebasan.

“Arti dari keseluruhan sebuah keinginan yang harus melalui proses kesabaran, dan kebebasan dari apa yang kita inginkan,” kata Riana Arum. Penjelasan dari deskripsi karyanya juga dapat dibaca di galeri.

Tidak hanya enam lukisan kontemporer yang dipajang, menaiki lantai dua galeri terdapat sepuluh lukisan lainnya. Salah satunya milik Bawana Helga Firmansyah (21 tahun), salah satu seniman muda lainnya yang berhasil melewati kurasi oleh kurator Anton Susanto dan Asmudjo J. Irianto.

Bawana mengikuti acara ini karena ingin menantang diri hingga sampai mana batas dirinya menekuni seni rupa. Terlebih adanya syarat membuat esai untuk menjelaskan seni kontemporer.

Pameran seni kontemporer di Mola Art Gallery, Kota Cimahi, 27 Juli-20 Agustus 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)
Pameran seni kontemporer di Mola Art Gallery, Kota Cimahi, 27 Juli-20 Agustus 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)

“Nah, dalam pandangan saya seni kontemporer itu lebih berbicara pada gagasan ya. Sehingga seniman itu bisa bereksperimen pada media-media nonkonvensional. Jadi tidak ada pengkotak-kotakan lagi,” jelas Bawana yang memang menyukai seni sejak kecil.

‘Meski Tak Ada Yang Memberiku Monumen’ adalah karya Bawana yang dikembangkan dari media kertas 35,5 cm x 35,5 cm lalu disatukan serta terjukstaposisi dalam satu karya utuh. Dari karyanya, Bawana memotret sebuah gambaran lanskap kota beserta kesenjangan sosial yang meliputinya.

Seniman muda Bandung yang ilustrasi-ilustrasinya dimuat di BandungBergerak itu sebelumnya telah melakukan riset dengan melakukan jalan kaki di sekitar Kota Bandung. Melihat gedung-gedung kolonial yang megah, tapi di sisi lain terdapat gang-gang sempit yang memperlihatkan wajah perkampungan kota yang padat.

Terlebih gagasan karya ini terpicu dari pengalaman pribadi bertemu dan berbincang dengan seorang veteran yang pada akhirnya menjadi seorang pemulung. Konteks mengenai sejarah menjadi sumber utama inspirasinya.

“Saya tertarik bagaimana sejarah itu bekerja, terus berputar gitu. Bagaimana seseorang berusaha untuk keluar dari penderitaan. Dan menemukan penderitaan yang baru. Pola-pola sejarah itu selalu begitu,” kata Bawana pada BandungBergerak.id lewat pesan suara WhatsApp.

Baca Juga: Poetical Urgency, Pameran Seni Kontemporer Alam dan Industri di Lawangwangi Creative Space
Pergolakan Seni dan Perubahan Sosial: Seni Rakyat dan Identitas Melawan Dominasi
Menjelajah Serambi Seni Selasar Sunaryo Art Space

Ruang Untuk Berkarya

Baik Arum dan Bawana sama-sama mengharapkan banyaknya ruang bagi seniman, khususnya seniman muda, dalam memamerkan karya mereka. Mola Art Gallery dengan pameran kali ini membuka kesempatan itu untuk mereka.

Dulunya Mola Art Gallery merupakan studio pribadi Ibu Mola untuk melukis. Namun memasuki tahun 2022, tercetus ide untuk membuka studio pribadi menjadi ruang publik.

“Di tahun 2022, inilah muncul ide untuk kita buat jadi public space aja gitu. Jadi kita buat teman-teman bisa berpameran di sini. Bisa kita kasih kesempatan untuk bertemu dengan seniman lainnya juga. Karena kan nggak cuma dari Bandung saja atau Cimahi saja, tapi kita pertemukan undang seniman dari Jogja, Bali, Jakarta, dan lain-lain gitu,” ujar Ibnu Farhan (27 tahun), saat ditemui tim BandungBergerak.id di Mola Art Gallery, Jumat, 2 Agustus 2024.

Selain sebagai peringatan hari jadi kedua, Ibnu menjelaskan dari pihak galeri sendiri ingin dapat bermanfaat bagi seniman, khususnya bagi para seniman muda agar bisa berpameran.

Pameran seni kontemporer di Mola Art Gallery, Kota Cimahi, 27 Juli-20 Agustus 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)
Pameran seni kontemporer di Mola Art Gallery, Kota Cimahi, 27 Juli-20 Agustus 2024. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)

Seni kontemporer dipilih karena kondisi saat ini memungkinkan karya seni menggunakan medium apa pun (lintas medium). Keragaman ini yang menjadi sebuah keuntungan dan juga tantangan besar bagi anak muda dalam berkarya. Hal ini yang ingin digali lebih dalam dan bagaimana nasib seni lukis saat ini.

Mola Art Gallery juga ingin menaungi para seniman muda. Hal ini dilatarbelakangi Mola sendiri yang merintis karier menjadi seniman dengan cara otodidak.

“Terus di awal kariernya juga, merasa kurang ada support gitu lah. Jadi kan pasti, apa ya namanya, namanya seniman baru terus tidak punya arah,” ujar Ibnu. “Ya Mola Art Gallery ingin coba setidaknya mulai dari langkah kecil,” lanjutnya.

Sebagai Direktur Galeri, Ibnu berpesan untuk para seniman muda bahwa jangan segan untuk mengirimkan karyanya ke pameran. Karena justru bisa jadi hal tersebut adalah jalannya ataupun potensinya bisa terlihat di sana.

Anton Susanto (44 tahun), salah satu kurator pameran, menjelaskan bagaimana proses kurasi berlangsung. Hal ini dimulai dengan pembukaan pendaftaran karya sekitar bulan Februari, saat ulang tahun Mola Art Gallery. Ratusan karya dari seniman muda dalam rentang umur 20-35 tahun yang masuk dari berbagai kota di Indonesia dan mulai diseleksi pada bulan Mei.

Sistem kurasi pameran ini terkesan berbeda dibandingkan pameran lainnya. Seniman yang mengirimkan foto atau gambar karyanya wajib mengirimkan tulisan tentang hasil karyanya.

“Selain karya visualnya yang kita pilih, juga pandangan-pandangan senimannya yang kita rasa ini juga cukup menarik buat dihadirkan ke publik,” ujar Anton lewat panggilan telepon, 3 Agustus 2024.

Selain lewat karya dan esai yang dikirimkan, ada semacam wawancara langsung dengan sang seniman untuk dapat berdiskusi lebih banyak mengenai karyanya. Menggali lebih dalam ke arah mana gagasan, proyeksi serta cara pandang sang seniman tersebut.

“Nah, jadi yang kita pilih juga selain dari tulisan, kita pilih dari kecenderungan karyanya. Jadi ada yang memang punya kecenderungan pop art, kecenderungannya figuratif, kecenderungannya ekspresif, yang realis, ada yang abstraksi,” jelas Anton.

Hingga dari ratusan pendaftar, ada 16 orang seniman yang terpilih. Masing-masing dari mereka dapat mewakili kecenderungan praktik seni lukis Indonesia saat ini.

Anton juga melihat bahwa pengunjung secara sadar dan tidak sadar diajak mengenal lebih jauh seni rupa (atau dalam konteks ini seni lukis), terlebih gagasan yang ditawarkan oleh para seniman muda tersebut. Lalu tema karya yang dihadirkan pun berbeda, tidak seperti kebanyakan pameran yang bertumpu pada satu tema umum.

Di sisi lain, Anton berharap jika para seniman ataupun pelukis mampu beradaptasi dan mengikuti perkembangan zaman agar karya mereka tetap relevan. Meski begitu menjadi relevan sendiri bukan berarti menjadi lebih canggih dari zamannya.

“Melukis sebagai satu bidang yang bisa menjadikan otonomnya manusia. Ini harapan saya sih, seni lukis bisa menjadi penanda zamannya,” harap Anton melihat seni lukis kontemporer yang berkembang saat ini.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Salma Nur Fauziyah atau artikel-artikel lain tentang Pameran Seni

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//