• Berita
  • Malam Renungan Dago Elos, Menolak Lupa Tragedi 14 Agustus 2023

Malam Renungan Dago Elos, Menolak Lupa Tragedi 14 Agustus 2023

Warga Dago Elos diharapkan semakin guyub mengawal perkara penipuan dokumen tanah yang disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung sampai menang.

Warga Dago Elos memperingati tragedi 14 Agustus dengan melakukan aksi di depan Terminal Dago, Rabu, 14 Agustus 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penulis Nabila Eva Hilfani 20 Agustus 2024


BandungBergerak.id - Dua jam menjelang tengah malam. Warga Dago Elos berjajar melingkar di setiap sisi lapangan depan balai RW 02. Anak-anak berbaris tiga jajar di tengahnya, bersiap menyanyikan lagu yang diiringi petikan gitar. Sajak penuh pilu juga dibaca penuh syahdu. 

Refleksi tragedi 14 Agustus 2023, agenda penutup dalam peringatan satu tahun tragedi brutalitas aparat pada Rabu, 14 Agustus 2024 di Dago Elos itu diperingati untuk menumbuhkan semangat baru. Acara diisi aksi di depan terminal Dago, berdoa bersama selepas isya, dilanjutkan penayangan film dokumenter karya warga, pertunjukan musik, dan refleksi.

Setelah dibuka dengan sajak dan suara dari nyanyian anak-anak, sesi refleksi dilanjutkan pada bagian utama. Lampu par yang menyorot, seketika diredupkan, mengandalkan cahaya bulan dan angin dingin yang berhembus. “Kami tidak merdeka!” begitulah seruan warga di tengah tuturan renungan dan harapan.

“Tepat di malam yang sama. Tepat juga di jam yang sama. Satu tahun yang lalu, kita sama-sama ketakutan. Berteriak. Kita pun sama-sama bergetar. Anak-anak di rumah terbangun. Yang seharusnya para orang tua tidur nyenyak. Yang seharusnya para balita kita tidur nyenyak. Yang seharusnya kita cukup tenang. Karena tiga hari kemudian akan dilangsungkan kemerdekaan. Katanya kemerdekaan,” tutur Angga, warga Dago Elos yang memimpin renungan satu tahun tragedi 14 Agustus.

Tidak ada lagi gelak tawa warga layaknya yang terpancar kala musik olokan warga kepada aparat disenandungkan di agenda sebelumnya. Diam tertegun mengingat tragedi yang begitu pilu. Mata yang memandang pada satu titik berusaha membendung air mata yang berusaha mengalir. Dingin angin yang menyeruak seakan membela duka yang dirasa.

“Tapi di hari itu apa yang kita dapat? Yang kita dapat adalah belasan gas air mata yang dilontarkan di jalanan. Yang dilontarkan di setiap gang rumah kita. Yang dilontarkan sampai ke atap rumah kita. Pedih bukan hanya ada di mata, sekalipun itu gas air mata. Tapi pedih yang kita rasakan ada di dalam hati kita,” lanjutnya sambil berdiri di tengah lingkaran dan menatap setiap mata warga.

Proses panjang usaha mempertahankan tanah, tidak luput diucapkan dalam renungan. Laporan demi laporan, aksi, hingga belajar kembali bagaimana hukum berjalan, menjadi perjalanan terjal warga Dago Elos bertahun-tahun yang juga akhirnya harus menghadapi penolakan sekaligus hantaman.

Namun, tidak mencapai 24 jam sejak gas air mata dilemparkan, dengan jaminan Polda, laporan seluruh warga Dago Elos diterima.

“Lantas apa yang anda-anda (polisi) lakukan selama ini? Kami membawa bukti yang sama. Kami membawa laporan yang sama. Kami membawa orang-orang yang sama. Berkali-kali. Pertanyaan besar. Apakah harus ada tragedi, kemudian keadilan baru bisa diciptakan?” tegas Angga dengan petikan gitar yang terus mengiringi.

Tepuk tangan baru berdatangan kala Angga mengingatkan kembali kekuatan dan semangat warga Dago Elos yang belum pernah padam, sejak 2016, pertama kali kasus perebutan tanah dimulai.

“Tidak ada yang bisa menjamin sampai kapan perjuangan ini bisa tuntas. Tapi setidaknya, semangat juang, semangat perlawanan kita belum pernah padam. Delapan tahun kita bisa berdiri melawan seluruh kezaliman-kezaliman negara kepada kita,” katanya.

Terang dan hangatnya api dari ban yang dibakar seketika membubarkan gelap dan dinginnya malam di lapangan tempat berdirinya warga Dago Elos melangsungkan perenungan. Pembakaran ban bagai simbol penerusan semangat juang dari generasi tua kepada generasi muda.

“Suatu saat nanti, saya bisa mati. Para pelapor bisa gugur. Para penegak hukum bisa berganti. Tapi perjuangan tidak akan pernah usai. Risiko semua bisa kita hadapi, tapi tanpa bara semangat, tanpa regenerasi semangat-semangat kita, tidak akan pernah menjadi sesuatu hal apa-apa,” lanjut Angga.

Ia mengatakan, kemerdekaan belum dirasakan semua rakyat Indonesia. Bahkan menurutnya banyak daerah Indonesia yang juga belum merdeka.

Perenungan dan harapan ditutup dengan ikrar warga Dago Elos atas penggalangan persatuan yang nyata, penggalangan persatuan warga dan solidaritas, hingga penyuaraan Dago Elos di seluruh penjuru nusantara.

“Dago bersatu. Tak bisa dikalahkan. Dago melawan. Melawan setan tanah. No justice, no piece. Fuck the police!” seruan warga Dago Elos dan solidaritas mahasiswa yang hadir menutup malam 14 Agustus 2024.

Baca Juga: Malam Mencekam di Dago Elos
Tiga Jam Lewat Tengah Malam di Dago Elos
Duduk Perkara Dugaan Penipuan Dokumen Klaim Tanah Dago Elos 

Warga Dago Elos ikut pawai belum merdeka di Jalan Ir H Djuanda di hari peringatan kemerdekaan RI ke-79 di Bandung, 17 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Warga Dago Elos ikut pawai belum merdeka di Jalan Ir H Djuanda di hari peringatan kemerdekaan RI ke-79 di Bandung, 17 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Pemantik Semangat dan Harapan

Perenungan malam tragedi 14 Agustus merupakan bentuk spontanitas akan seruan semangat dan pemaknaan sebuah refleksi perjuangan. Perenungan ini sekaligus menolak lupa atas kejadian setahun lalu.

“Tujuannya sebetulnya sederhana. Kita menolak untuk lupa sebuah tragedi yang menimpa kita di satu tahun yang lalu, tepat di tanggal 14 Agustus 2023,” jelas Angga, kepada BandungBergerak.id.

Hingga saat ini tidak ada pengusutan serius terhadap tragedi 14 Agustus di Dago Elos. Polisi menurut Angga belum membuktikan adanya pelanggaran kode etik maupun pelanggaran lainnya dalam peristiwa penyerbuan Dago Elos.

Namun, Angga menegaskan acara perenungan ini merupakan penyemangat agar asar warga Dago Elos tidak putus. Ia mengajak warga untuk tak lelah berjuang. Menurutnya, perjuangan agraria bukan perjuangan instan. “Perjuangan agraria, khususnya perjuangan hak hidup itu merupakan perjuangan yang panjang,” tegasnya.

Hal serupa disampaikan Dea (24 tahun), warga Dago Elos sekaligus panitia pelaksana acara.

“Tujuan utamanya adalah untuk memantik kembali semangat warga. Yang di mana, kita akan lebih menghadapi perjuangan yang lebih berat lagu mungkin,” ucap Dea.

Warga Dago Elos lainnya, Ayang (44 tahun), berharap warga terus kompak dalam kebersamaan mengawal sidang penipuan tanah Dago Elos dengan terdakwa keluarga Muller di Pengadilan Negeri Bandung.

“Kami ingin warga (warga Dago Elos) tetap guyub dan lebih guyub lagi untuk terus mengaping, terus menghadiri pengadilan ke-4 sampai ke-12 dan selanjutnya sampai insyaallah sampai PK ke-2 nanti,” tuturnya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain dari Nabila Eva Hilfani, atau tulisan-tulisan menarik lain Dago Elos

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//