• Narasi
  • CERITA GURU: Guru TK Laki-laki, sebuah Anugerah

CERITA GURU: Guru TK Laki-laki, sebuah Anugerah

Di seluruh dunia, profesi guru pendidikan anak usia dini (PAUD) ditempati oleh 95 persen perempuan dan sisanya adalah laki-laki.

Laila Nursaliha

Desainer Kurikulum. Berminat pada Kajian Curriculum Studies, Sains dan Teknologi pendidikan, serta Pendidikan Guru.

Ilustrasi guru. (Ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

21 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Sejak zaman berburu, setidaknya, pembagian tugas laki-laki dan perempuan mulai terjadi. Lelaki berburu, kemudian perempuan berjaga. Tugas-tugas pengasuhan dan penjagaan jatuh kepada tangan perempuan yang lebih banyak berjaga di lokasi tempat tinggal. Tentu saja, demi menjaga keamanan dan keberlangsungan hidup. Perilaku ini sepertinya menjadi turun temurun hingga generasi masa kini.

Perempuan sebagai sekolah pertama, tidak bisa ditampik sebab memang perempuan memuat satu kehidupan untuk anaknya. Satu paket kasih sayang, dan bermula sang anak bertumbuh adalah perempuan. Inilah salah satu yang menjadikan masyarakat menyerahkan peranan pengasuhan dan perawatan kepada perempuan. Termasuk profesi Guru Pendidikan Anak Usia Dini. Di seluruh dunia, Guru PAUD ditempati oleh 95% perempuan dan sisanya adalah laki-laki.

Pengasuhan anak lebih diidentifikasi sebagai pengasuhan perempuan. Pengasuhan adalah Hal yang tidak “produktif” dalam dunia dengan basis ekonomi. Dalam pandangan masyarakat, guru TK merupakan pekerjaan sampingan. Pekerjaan yang dilakukan oleh sekelompok ibu-ibu sambil mengisi waktu luang. Ketika hal itu dikerjakan oleh laki-laki, persepsi masyarakat menimbulkan pandangan yang kurang menghargai lelaki yang bekerja di profesi ini. Namun, hal ini tidak berlaku untuk Sekolah yang mendapatkan guru laki-laki.

“Kebetulan di TK Bina Muda itu ada guru laki-laki merupakan suatu anugerah buat TK Bina Muda. Karena anak-anak itu tidak hanya perlu seorang ibu guru ternyata anak-anak juga perlu figur seorang Bapak guru,” komentar Ibu Mae, Kepala Sekolah TK Bina Muda tahun 2022.

Baca Juga: CERITA GURU: Ketika Guru Merancang Pembelajaran Sesuai Kebutuhan Siswa
CERITA GURU: Berusaha Melampaui Ruang Kelas
CERITA GURU: Menemani Mereka yang Mulai Menulis Esai

Memahami Perspektif Laki-laki

Meskipun bukan guru PAUD, ayah Richard Feynman sering bermain dengan Feynman ketika ia masih kecil. Permainannya cukup khas, dari mulai menyusun balok, memecahkan puzzle, dan hal-hal lain yang menjadi dasar-dasar sains. Hingga akhirnya, ia memiliki ketertarikan tersendiri kepada sains hingga dewasa ia menjadi fisikawan.

Referensi maskulin untuk anak usia dini masih minim. Melalui laki-laki yang ada di sekolah, para laki-laki bisa melihat peran laki-laki. Selama ini, banyak perempuan yang menjadi guru menjadikan murid laki-laki kurang figur maskulinitas. Selain itu, Orang tua murid memiliki pengalaman positif terhadap guru laki-laki. Sebab, guru laki-laki mengerti bagaimana anak laki-laki bermain. Berbeda dengan perempuan yang tidak merasakan secara langsung tentang bagaimana rasanya menjadi anak laki-laki.

Bukan hanya dirasakan oleh anak laki-laki, keberadaan guru laki-laki menjadi magnet tersendiri untuk anak perempuan. Ali pernah memiliki kejadian peserta didik perempuan selalu ingin digendong seperti kepada ayahnya sendiri. Setelah diselidiki, ternyata anak perempuan ini kurang memiliki hubungan yang kuat dengan ayahnya. Ayah merupakan cinta pertama anak perempuan itu merupakan sesuatu yang perlu dibenarkan. Kehilangan sosoknya, menjadikan anak perempuan mencari sosok yang lain.

Laki-laki penting ada di dalam tahap pertumbuhan anak-anak sebagai figur Bapak. Selama ini yang hadir adalah sosok Ibu. Selain aspek pengasuhan, tenaga laki-laki juga dibutuhkan dalam berbagai kegiatan yang membutuhkan tenaga lebih banyak. Bu Mae menyebutnya dengan panjang lengkah. Dalam pengajaran, guru laki-laki bisa mengisi aspek-aspek seperti memberikan dukungan anak, perhatian, dan perlindungan. Dengan adanya guru laki-laki, adanya semacam hal-hal yang wajar dilakukan oleh anak laki-laki.

Pergolakan Batin Perspektif Laki-laki

Sampai tulisan ini ditulis, saya masih membayangkan analogi tentang laki-laki yang masuk ke dalam pekerjaan perempuan. Ada beberapa sifat feminin yang terbawa. Begitu pun sebaliknya, ketika perempuan masuk  ke dalam pekerjaan yang mayoritas laki-laki, ia akan membawa sifat maskulin ke dalam dirinya.

Alasan itu yang mungkin muncul di benak para guru PAUD, yang memandang aneh Guru TK laki-laki. Bahkan ada mempertanyakan, “Itu beneran laki-laki?” Rekan sejawat guru perempuan menyangsikan bahwa guru laki-laki bisa mendidik anak-anak usia dini. 

Pertanyaan itu pun tak berangkat dari sebuah keisengan. Dalam sebuah disertasi yang ditulis oleh Hani Yulindrasari, mahasiswa PGPAUD laki-laki sering dipertanyakan kelaki-lakiannya. Hal ini berkaitan dengan pengasuhan anak-anak usia dini adalah pekerjaan perempuan, sehingga laki-laki dianggap kurang macho.

Lelaki yang mengajar anak-anak itu pun, merasakan satu pergulatan hal yang kurang lebih sama. Ada sesuatu hal yang berbeda dengan kebanyakan dunia laki-laki. Namun, tak kalah pikir, pergulatan emosi biasa dia alami sebagai laki-laki dicoba diekspresikan kepada anak-anak. Ia menyadari sifat keras yang ada pada dirinya yang dianggap sebagai bagian dari laki-laki tidak boleh sampai kepada anak-anak.

“Pernah waktu itu ketika marah, ambil sapu lidi terus dipukul ke tembok. Di depan anaknya. Terus anaknya bertanya Bapak kenapa?” begitulah cara Aliyudin mengekspresikan kekesalan dan kemarahan saat emosi memuncak.

Kebanyakan laki-laki lebih banyak menggunakan kekerasan dan langsung kepada inti masalah. Hal itu disadarinya ketika melihat cara perempuan yang sudah memiliki anak untuk membujuk anak secara lebih lembut. Sifat feminin yang dimiliki oleh perempuan lebih dominan dan menjadikannya sosok penyayang. Dengan pelajaran-pelajaran seperti itulah yang membuatnya belajar menumbuhkan unsur femininitas dalam dirinya. Bukan hanya sifat maskulin, tapi juga feminin yang ia kembangkan.

Menurut Aliyudin, ada semacam perubahan kepada dirinya karena dituntut untuk lebih ekspresif. Lelaki yang memiliki sifat pendiam itu, awalnya agak kaku. Pelan-pelan ada semacam perubahan pada dirinya yang dirasa lebih jauh dari stereotip kelaki-lakiannya selama ini. Dia berubah menjadi lebih lembut, lebih ekspresif, sesuai dengan tuntutan pekerjaannya. Namun, seiring berjalannya waktu, sekarang ia bisa menempatkan pada tempatnya.

Perubahan-perubahan perasaannya yang menjadi lebih lembut ia temui ketika ia memiliki anak. Memiliki anak, membuatnya menyadari bahwa menghadapi anak sendiri jauh lebih sulit dalam menghadapi anak orang lain.

Terkadang, kepala sekolah juga ikut serta untuk menjelaskan mengenai kepribadian anak laki-laki itu. Bu Mae sering bercerita cara membuktikan bahwa guru tersebut memang laki-laki. Salah satunya caranya dengan menjelaskan bahwa guru tersebut sudah berkeluarga, menikah, dan memiliki anak.

Pada akhirnya, guru laki-laki maupun perempuan masih berpotensi untuk melakukan tugas-tugas perawatan dan pengasuhan. Sifat maskulin dan feminin melekat pada semua jenis kelamin. Didukung oleh penelitian yang menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara hasil laki-laki dan perempuan dalam merawat anak. Pengasuhan anak lebih kepada keterampilan pedagogik dan keterampilan untuk menangani anak-anak.

*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan lain Laila Nursaliha, atau membaca artikel-artikel lain tentang Cerita Guru

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//