• Berita
  • Demonstrasi Rakyat Gugat Negara Tumpah di Bandung

Demonstrasi Rakyat Gugat Negara Tumpah di Bandung

Rakyat dari berbagai kalangan di Bandung menyerukan kemuakkan pada rezim dan elite politik yang mempermainkan konstitusi negara untuk kepentingan sendiri.

Mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan DPRD Jabar, Bandung, 22 Agustus 2024. Mereka menuntut pemerintah dan DPR menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan kepala daerah tahun 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Emi La Palau22 Agustus 2024


BandungBergerak.idKelompok masyarakat sipil, mahasiswa, seniman, aktivis, dan akademisi yang tergabung dalam Front Rakyat Gugat Negara menggelar aksi demonstrasi di depan kantor gedung DPRD Provinsi Jabar, Jalan Diponegoro, Bandung, Kamis, 22 Agustus 2024. Aksi ini sebagai respons atas carut-marutnya kondisi negara di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Di bawah rezim berusia 10 tahun ini, konstitusi negara dipunggungi. Praktik terbaru terjadi pada upaya revisi UU Pilkada

Massa aksi mulai berkumpul sejak pukul 11.00 WIB, mereka mengenakan pakaian hitam-hitam sebagai simbol duka. Mereka juga membawa serta poster dan spanduk tuntutan, beberapa ditempelkan di pagar gedung DPRD Jabar yang ditutupi kawat besi berduri.

Tolak Pilkada akal akalan!”

“Tempat sampah lebih berguna daripada pemerintah!”

“Lawan dan luapkan kemarahan di jalan!”

“10 tahun pemerintahan Jokowi bangun oligarki!”

Sorak sorai massa aksi juga meneriakkan kemarahan terhadap DPR. Selain menyampaikan kemarahan dan aspirasi dengan berdemonstrasi, massa aksi juga menyampaikan aksinya lewat teatrikal dan tari-tarian.

Massa kemudian membakar beberapa spanduk politisi yang terpajang di pinggir jalan lokasi aksi.

“Salam kehancuran rezim hari ini, SaLam kediktatoran rezim hari ini,” ungkap salah seorang demonstrasi, lewat orasinya.

“Hari ini kawan-kawan kita menolak diam ketika ketidakadilan begitu telanjang diperlihatkan oleh rezim hari ini. Kita menolak buta ketika ketidak adilan begitu nyata. Hari ini kita menolak tuli suara manis bualan dari politisi yang mengatasnamakan rakyat,” lanjut orator tersebut.

Ia menjelaskan, Bandung menjadi simbol perlawanan terhadap rezim otoriter. Massa yakin, dari Bandung akan terjadi gelombang tsunami revolusi.

Koordinator aksi dari Aksi Kamisan Bandung Fay mengungkapkan, aksi ini sebagai bentuk akumulasi kemarahan seluruh elemen masyarakat, pelajar, guru honorer, difabel, dosen, mahasiswa, masyarakat umum terhadap situasi negara.

“Mereka akan secara spesifik akan menyuarakan apa pun yang mereka rasakan hari ini atas ketidakadilan yang terjadi selama ini,” ungkap Fay, di lokasi aksi.

Massa aksi bebas menyuarakan tuntutannya sebagai bentuk kemuakkan pada kondisi saat ini. Isu yang diusung terdiri dari menolak ketidakadilan dan penindasan, militerisme, politik dinasti, korupsi, dan lain-lain. “Kita akan terus tolak sebagai bentuk keresahan kita sebagai masyarakat,” ujar Fay.

Politik kotor yang dijalankan oleh Presiden Jokowi dan elite politik menjadi bagian dari kemuakkan rakyat. Menurut Fay, sejak Pilpres 2024 kemuakan itu terus terakumulasi.

“Maka hari ini bagaimana pun bentuk seruan secara terbuka bagi siapa pun untuk terus bangkit berdiri melawan tirani melawan ketidakadilan,” tandas Fay.

Mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan DPRD Jabar, Bandung, 22 Agustus 2024.  Mereka menuntut pemerintah dan DPR menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan kepala daerah tahun 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan DPRD Jabar, Bandung, 22 Agustus 2024. Mereka menuntut pemerintah dan DPR menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan kepala daerah tahun 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Tingkah Rezim Memuakkan

Immartyas, 28 tahun, perempuan seniman yang turut meluapkan emosinya terkait kondisi bangsa. Ketika ditanya mengenai kondisi saat ini, ia menjawab dengan mata berkaca-kaca.

“Sebenarnya singkat, padat, dan jelas, menjijikan, menjijikan,” ungkap Immartyas, kepada Bandungbergerak.id.

Praktik politik yang dilakukan para elite menurutnya telah menghina rakyat. Ia telah lama ingin turun ke jalan untuk menyuarakan protesnya. Di Pilpres lalu ia telah menyaksikan manuver politik kotor yang dijalankan Presiden Jokowi untuk meloloskan anaknya pada tampuk kekuasaan sebagai Wakil Presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Namun, praktik curang itu rupanya tak cukup sehingga dilanjutkan dengan mengakali Pilkada 2024 untuk memuluskan langkah anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep.

Immartyas mengira setelah Gibran Rakabuming berhasil memenangkan Pilpres, tidak akan ada ulah kotor lainnya. “Kemudian sekarang sampai kayak gini, ini maksudnya apa, sampi Kaesangnya juga dinaikin. Terus sampe DPR-nya dirapatin,” ujarnya, seraya memaki meluapkan kemarahannya.

Ke depan ia juga khawatir situasi negara akan semakin kacau karena negara dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. 

“Kalau bisa kayak gitu mending ga usah ada negara mending bubarin aja, kita mengembara aja, survival,” ungkapnya. kesal. 

DPR telah memutuskan menunda pembahasan RUU Pilkada yang menjadi pangkal persoalan kemarahan rakyat. Immartyas berharap pembahasan RUU Pilkada dibatalkan. DPR harusnya mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga: Elite Politik Membangkang Konstitusi, Masyarakat Sipil di Bandung Turun ke Jalan Menolak Pembajakan Demokrasi
Peringatan Darurat! Protes Terhadap Revisi UU Pilkada Mengalir dari Dewan Guru Besar hingga Organisasi Prodemokrasi
Revisi UU Pilkada Adalah Pembangkangan terhadap Konstitusi

Mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan DPRD Jabar, Bandung, 22 Agustus 2024.  Mereka menuntut pemerintah dan DPR menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan kepala daerah tahun 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan DPRD Jabar, Bandung, 22 Agustus 2024. Mereka menuntut pemerintah dan DPR menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan kepala daerah tahun 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Seniman Perempuan Melawan

“Bubarkan dinasti Jokowi,” ungkap Galuh Pangestri, dari kelompok Tari Tarang Karuna dalam orasinya.

“Ibu-ibu harus sadar politik. Perempuan pengambil putusan dalam keluarga, karena itu perempuan harus sadar politik, perempuan harus melawan,” lanjutnya.

Mewakili perwakilan perempuan, ibu-ibu, dan seniman, Galuh merasa kondisi saat ini sudah semakin genting dan tidak bisa dibiarkan. Tingkah para elite politik dan pejabat negara sudah membuat hidup masyarakat tidak tenang. Ulah dari kebijakan kotor yang menguntungkan satu pihak merugikan seluruh lapisan masyarakat sampai pada lapisan terkecil.

“Pemepuan gak bisa diam aja. Kita semua mau suasana aman dan tenang, tapi apa yang dilakukan oleh pejabat-pejabat itu bikin hidup kita ga tenang banget,” ujar Galuh, saat ditemui BandungBergerak.

Menurutnya, sekaranglah waktunya untuk mewujudkan perubahan. Pejabat dan elite politik telah bertindak semena-mena dan membodohi rakyat. “Terus ada ibu negara yang diam aja, ada menantu yang bodo amat, itu kita merasa terlecehi sih, dilecehi di bagian itu,” ucapnya.

Para elite merasa negara milik mereka. Rakyat tak dianggap. Meskipun kini sidang paripurna DPR ditunda, Galuh menegaskan rakyat tetap harus berjaga karena bisa saja RUU Pilkada sewaktu-waktu disahkan.

“Itu bikin makan ga enak, bikin tidur ga nyenyak bikin anak-anak sekolah ga tenang, jadi ya stay alert stay awake, tetap waspada. Kita berjaga,” ungkapnya.

“Kita harus turun ke jalan, ibu-ibu keluarga itu pengen suasana aman dan tenang. Tapi kalau ini harus jadi revolusi harus kacau, jalanan macet itu ga masalah yang penting kita hidup di negara yang lebih baik,” katanya. 

Hingga pukul 15.03 WIB, aksi massa masih terus berlangsung. Perwakilan massa terus bergantian menyampaikan tuntutan dan kemarahannya terhadap negara.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Emi La Palau, atau tulisan-tulisan lain tentang Presiden Jokowi

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//