• Berita
  • Lewat Diskusi Lintasagama, Mengomunikasikan Asumsi dan Prasangka tentang Agama Kristen di GKP Dayeuhkolot

Lewat Diskusi Lintasagama, Mengomunikasikan Asumsi dan Prasangka tentang Agama Kristen di GKP Dayeuhkolot

Sekolah Damai Indonesia (Sekodi) kembali menggelar diskusi lintasiman yang diikuti orang-orang muda, kali ini mengenal kekristenan. Membangun ruang-ruang perjumpaan.

Suasana diskusi lintasiman tentang kekristenan di GKP Dayeuhkolot. Kabupaten Bandung, Sabtu, 24 Agustus 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Penulis Reyner Thaddeus Purwanto. 26 Agustus 2024


BandungBergerak.id - Berdiskusi mengenai agama lain yang bukan merupakan kepercayaan sendiri sering memunculkan perasaan tidak mewakili atau, lebih buruk lagi, tuduhan atas upaya konversi. Menanggapi sentimen seperti ini, Sekolah Damai Indonesia (Sekodi) melalui diskusi “Ada Apa dengan Kekristenan” berusaha untuk mendobrak tembok asumsi awam tentang agama Kristen.

Dilaksanakan di Gereja Kristen Pasundan (GKP) Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Sabtu, 24 Agustus 2024, Pendeta Cliff E. Kasakeyan menjadi pembicara utama yang menyampaikan paparan sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta. Ada 20 orang muda dengan beragam latar belakang agama dan keyakinan, menjadi peserta diskusi.

Dijelaskan pendeta Cliff, agama Kristen adalah agama yang kuno. Apabila diambil dari akar Abrahamik, maka bisa dibilang Kristen sudah ada sejak 4.000 tahun yang lalu, sedangkan jika ditarik dari kelahiran Yesus, maka sudah ada sejak 2.000 tahun. Dogma kekristenan sendiri berpusat pada penyerahan diri terhadap Kristus dan teladan kehidupannya.

“Tadi saya katakan bahwa fokusnya pada Yesus, karena kita memahami, Kristen memahami bahwa pada dasarnya manusia itu tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Sejauh dan sebesar apapun usaha manusia, manusia tidak akan bisa membawa dirinya masuk kepada keselamatan,” tuturnya.

Akar pengajaran inilah yang kemudian diterjemahkan dalam kebajikan-kebajikan yang diamalkan oleh gereja dan jemaat. Cinta kasih menjadi intisari yang ditujukan kepada sesama manusia dan kepada Tuhan. Hukum kasih menjadi rangkuman dari seluruh hukum yang ada: “Jika ditampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu; dan doakanlah orang yang membencimu, yang menyakitimu”.

Pendeta Cliff lalu mengalihkan diskusi menuju Alkitab yang disebutnya memiliki asal-usul menarik. Secara luas, Alkitab terbagi menjadi dua bagian, yaitu Perjanjian Lama yang ditulis menggunakan bahasa Ibrani dan Perjanjian Baru yang ditulis menggunakan bahasa Yunani. Penulisnya pun berasal dari berbagai macam latar belakang, seperti pujangga, raja, nabi, penyanyi, dan dokter. Sejarah yang terkandung di Alkitab turut merefleksikan sejarah kekristenan, mulai dari penyebarannya hingga kondisi kekristenan pascareformasi.

Para peserta diskusi lintasiman Sekolah Damai Indonesia (Sekodi) berfoto bersama di GKP Dayeuhkolot, Sabtu, 24 Agustus 2024. (Foto: dokumentasi Sekodi)
Para peserta diskusi lintasiman Sekolah Damai Indonesia (Sekodi) berfoto bersama di GKP Dayeuhkolot, Sabtu, 24 Agustus 2024. (Foto: dokumentasi Sekodi)

Baca Juga: Ditolak di Sentiong, Cerita Umat Kristen di Pangalengan dalam Sengkarut Lahan Makam
Jalan Buntu Mendirikan Gereja di Kabupaten Bandung
DATA JUMLAH UMAT KRISTEN DI JAWA BARAT 2013-2023: Bertambah Meski Pelan

GKP Dayeuhkolot dan Keberagaman Agama

Dalam kekristenan, terdapat berbagai aliran atau cabang kepercayaan di luar Katolik pascaperistiwa Reformasi Gereja di abad ke-16. Gereja Kristen Pasundan (GKP) Dayeuhkolot sendiri termasuk dalam cabang Calvinis yang berbeda dengan cabang protestan lainnya, seperti Lutheran atau cabang Gereja Injili.

GKP, dijelaskan oleh Pendeta Cliff E. Kasakeyan, adalah sinode gereja yang berhimpun atas dasar wilayah Pasundan. Pembentukan GKP sendiri dipelopori oleh Nederlandse Zendelings Vereeniging (NZV) pada tahun 1934.

Walau kekristenan sudah masuk di Jawa bagian Barat sejak abad ke-18, penyatuan gereja Calvinis baru terjadi pada saat pembentukan GKP. Sebelum perhimpunan GKP, gereja-gereja di daerah Jawa bagian barat masih bersifat terpisah dalam pembangunan dan pelayanannya.

Itulah kenapa ada gereja GKP yang berusia lebih dari seabad. Contohnya, GKP Cirebon dan GKP Cideres. Di tempat lain seperti di Jakarta, Bekasi, dan Sukabumi juga ditemui sejarah yang serupa.

GKP Dayeuhkolot sendiri baru didirikan pada tahun 1953. Gedung gereja pada awalnya didirikan di atas tanah militer, tetapi kemudian pindah pada dekade 1990-an karena tanah yang digunakan telah difungsikan kembali. Gedung GKP Dayeuhkolot saat ini pada awalnya bukanlah gedung gereja Calvinis, melainkan rumah salah seorang jemaat yang digunakan oleh gereja Huria Kristen Indonesia (HKI). Baru pada tahun 1994, kegiatan GKP Dayeuhkolot dipindahkan.

Pemaparan mengenai agama Kristen, ditambah sejarah gereja seperti GKP Dayeuhkolot, menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta. Zilan, seorang peserta yang kebetulan berdomisili dekat acara diskusi, mengatakan bahwa latar belakang keluarganya yang ekstrem mendorongnya untuk bergabung dalam diskusi hari itu.

“(Diskusi ini) Menambah ilmu pengetahuan baru,” ucapnya. “Juga ternyata (kenyataannya) begini, ternyata tidak semenyeramkan itu.”

Syafira Khairani, dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), menilai diskusi lintasagama merupakan sesuatu yang mendesak dilakukan. Acara-acara seperti ini, dari sudut pandang advokasi, diyakini dapat mengurani prasangka liar yang beredar di tengah masyarakat.

“Ya kita tahu kenapa ada asumsi dan prasangka itu kan biasanya karena tidak ada ruang perjumpaan,” tuturnya.

 

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Reyner Thaddeus Purwanto atau artikel-artikel lain tentang Toleransi

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//