• Narasi
  • Menelusuri Misteri Urban Legend di Museum Pos Indonesia

Menelusuri Misteri Urban Legend di Museum Pos Indonesia

Museum Pos sudah ada sejak tahun 1931 di atas bangunan lama yang berdiri tahun 1921. Sempat terbengkalai dan kembali dibuka pada tahun 1980-an.

Husni Rachmayani Nur Ilahi

Fresh Graduate dari Universitas Padjadjaran .

Museum Pos Indonesia di Jalan Cilaki Kota Bandung. (Foto: Dokumentasi Husni Rachmayani Nur Ilahi)

27 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Museum Pos Indonesia yang beralamat di Jalan Cilaki Nomor 73  merupakan salah satu museum menarik di Kota Bandung yang memiliki urban legend. Museum ini cukup dikenal sebagai museum yang menyimpan kisah misteri, di antaranya adalah sering muncul sosok mistis melalui patung-patung yang terdapat di dalamnya.

Umumnya, anak-anak merasa ketakutan ketika berkunjung ke museum yang berada di timur Gedung Sate karena adanya patung-patung tersebut. Cerita-cerita yang beredar di masyarakat rupanya sampai kepada pihak museum, sehingga patung-patung tersebut tidak lagi dipajang di dalam museum.

Selain itu, museum ini pun dikenal dengan suasananya yang cukup mistis. Bagaimana tidak, Museum Pos ini merupakan bangunan lama yang telah ada sejak awal abad ke-20.

Ketika saya berkunjung ke Museum Pos secara pribadi, saya meminta ditemani oleh tour guide dan meminta dijelaskan seputar museum ini. Berdasarkan ceritanya, bangunan yang kini dijadikan Museum Pos telah berdiri sejak 1920, sementara Museum Pos sendiri dibangun pada 1931. Namun, museum ini sempat terbengkalai dibiarkan begitu saja dan dioperasikan aktif kembali pada 1980-an.

Bangunan yang dijadikan Museum Pos berada di bawah tanah, sementara di atasnya adalah ruangan kantor. Maka dari itu, tak heran apabila suasananya terasa dingin dan banyak suara-suara yang berbunyi, tetapi bukan dari dalam museum –mungkin dari kegiatan orang-orang di lantai atas museum ini.

Baca Juga: Museum KAA mulai Buka setelah Lama Ditutup Pagebluk
Sukarno, Museum Penjara Banceuy, dan Kesunyiannya
Museum Barli yang Merawat Seni

Berkeliling Museum Seorang Diri

Belum puas mendengar cerita dari tour guide, saya memutuskan untuk kembali mengelilingi museum seorang diri, tanpa ditemani. Suasana ketika saya mengelilingi museum sendirian memang berbeda dengan sebelumnya yang berdua dengan guide, entah kebetulan sedang sepi dan tidak ada orang untuk diajak bicara, entah perasaan saya saja.

Hal yang pasti ketika itu adalah, udara di dalam ruangan terasa lebih dingin. Namun, sebelum tour guide itu meninggalkan saya, saya sempat bertanya kepadanya mengenai kebenaran urban legend yang beredar di masyarakat. Namun, ia hanya memberi informasi bahwa tidak mengetahuinya dan menyarankan saya untuk bertemu dengan pengelola museum.

Dengan demikian, saya meminta untuk dipertemukan dengan pengelola museum untuk melakukan sedikit wawancara mengenai urban legend museum ini. Saya menanyakan kebenaran urban legend kepada pengelola museum terkait patung-patung yang dahulu dipajang di museum, tetapi lantas disimpan dan tidak dipajang kembali karena banyak anak-anak takut dan terkesan mistis.

Ia mengiyakan bahwa sering terdengar keluhan masyarakat mengenai hal mistis di museum ini. Namun, ia juga menjelaskan bahwa urban legend yang beredar di masyarakat tidak lepas dari kondisi museum itu sendiri, di mana museum adalah tempat peninggalan barang-barang lama. Lebih dari itu, hal-hal mistis yang beredar di masyarakat adalah tergantung mindset masyarakat itu sendiri, sebab ia mengatakan tidak pernah ada hal-hal aneh yang terjadi di museum ini. Lantas, alasan patung-patung tersebut diturunkan adalah karena pimpinan museum ingin menyajikan suasana baru.

Saat ini, Museum Pos terlihat terawat dengan baik, sebab kondisinya yang bersih dan koleksinya yang masih terlihat bagus. Gedung Museum Pos memang terletak di bawah tanah, ketika memasuki pintu masuknya, pengunjung akan diarahkan untuk terlebih dahulu mengisi daftar pengunjung, lalu diarahkan menuruni tangga untuk melihat koleksi museum.

Potensi Museum Pos Indonesia

Dari tampak depan, gedung museum terlihat jelas dengan bacaan “Museum” di atasnya. Koleksi museum pun cukup lengkap untuk menjelaskan sejarah pos itu sendiri, dari mulai koleksi surat-surat sejak masa VOC, perjalanan pos di Indonesia, baju-baju petugas pos dari masa ke masa, koleksi mesin-mesin yang digunakan untuk keperluan pos, hingga koleksi prangko dari berbagai negara.

Sayangnya, tampak luar museum yang megah tidak sesuai dengan ekspektasi pengunjung saat datang. Sebab, apabila datang dari gerbang depan di mana tulisan “Museum Pos Indonesia” terpampang besar, pengunjung diarahkan masuk dengan harus terlebih dahulu melewati jalan kecil di bagian samping gedung.

Jalan ini sungguh tidak sesuai jika dibandingkan dengan apa yang terkesan megah di bagian depan. Belum lagi bagian pintu masuk museum pun terbilang kecil dan biasa saja, hanya terdiri dari meja resepsionis kecil dengan desain pintu masuk sederhana.

Jarak meja resepsionis dari pintu masuk pun sangat dekat, hanya sekitar lima langkah saja. Sementara, apabila dikunjungi orang banyak, bagian pintu masuk dapat dipastikan tidak dapat dimasuki sekaligus oleh banyak orang. Oleh karenanya, museum perlu didesain untuk kunjungan orang dalam jumlah banyak agar cocok didatangi oleh rombongan. Mungkin inilah sebabnya Museum Pos cenderung lebih sepi dibanding museum lain.

Lebih dari itu, apa yang ditawarkan museum terlalu monoton, pengunjung hanya akan dapat pengalaman melihat koleksi-koleksinya saja. Dalam arti lain, yang bekerja optimal hanya mata saja, sementara seharusnya dalam museum pengunjung dapat pengalaman melalui mata, telinga, kulit, dan pancaindra lainnya. Pengalaman saya, bahkan dalam mendapatkan tour guide pun, perlu meminta terlebih dahulu apabila ingin dibimbing, mungkin apabila tidak meminta, maka tidak akan dapat tour guide.

Dalam kata lain, pelayanan oleh pihak museum sangat kurang. Tour guide pun hanya menjelaskan singkat saja, sehingga detail-detail sejarah terasa sangat kurang.

Padahal, Museum Pos sangat berpotensi untuk berkembang. Pertama, letaknya yang sangat mudah diakses dari berbagai arah. Kedua, desain bangunannya yang merupakan bangunan kolonial, sehingga menarik untuk dikunjungi. Ketiga, koleksi mengenai kebutuhan pos terbilang lengkap, sebab museum ini sampai memiliki koleksi prangko dari berbagai negara.

Dari beberapa potensi tersebut, semestinya museum ini dapat dikembangkan, seperti lebih aktif menggunakan teknologi dalam penyajian kontennya, sehingga pengunjung tidak bosan karena dari awal hingga akhir kunjungan hanya disuguhkan bahan bacaan yang banyak. Melalui teknologi, nantinya pihak museum juga dapat memberikan pengalaman yang baru kepada pengunjung.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang museum di BandungBergerak.id

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//