• Berita
  • Sidang Pemalsuan Dokumen Tanah Dago Elos, Warga Membuktikan Memiliki Sertifikat Hak Milik

Sidang Pemalsuan Dokumen Tanah Dago Elos, Warga Membuktikan Memiliki Sertifikat Hak Milik

Sertifikat Hak Milik (SHM) warga Dago Elos dikeluarkan Badan Pertanahan Negara. Menjadi bukti sah kepemilikan tanah Dago Elos yang digugat keluarga Muller.

Sidang perkara pemalsuan dokumen tanah Dago Elos di PN Bandung, Selasa, 28 Agustus 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul28 Agustus 2024


BandungBergerak.id - Persidangan tindak pidana pemalsuan dokumen tanah yang menyeret duo Muller, Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller, membeberkan keterangan dari tiga warga Dago Elos sebagai saksi. Terungkap bahwa ada warga yang sudah memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang membuktikan kepemilikan tanah Dago Elos.

Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu Ade Suherman, Wahyu Pribadi, dan Wahyu. Ade Suherman merupakan warga pelapor yang beralamat di Dago Elos. Sementara Wahyu Pribadi dan Wahyu beralamat di Dago Atas Cirapuhan. Sebelum memberikan kesaksian, ketiganya ditanya oleh Ketua Majelis Hakim. Mereka mengaku tidak mengenal para terdakwa duo Muller. Ketiganya kemudian disumpah untuk memberikan keterangan yang sebenarnya.

Ade Suherman pertama kali memberikan kesaksian. Ia menduga adanya pemalsuan dokumen tanah Dago Elos yang kemudian dipakai untuk menggugat warga Dago Elos oleh keluarga Muller.

“Menduga adanya pemalsuan dokumen sebagai legal standing untuk menggugat hak kami. (Yang dipalsukan) Akta kelahiran, akta eigendom verponding,” terang Ade Suherman, di hadapan majelis hakim PN Bandung, Selasa, 28 Agustus 2024.

Dugaan pemalsuan dokumen muncul setelah warga Dago Elos menelusuri kebenaran akta kelahiran terdakwa. Kedua terdakwa keluarga Muller mengajukan Peraturan Ahli Waris (PAW) untuk menggugat tanah di Dago Elos. Dalam dokumen ini Ade Suherman melihat adanya beberapa perbedaan berdasarkan berbagai sumber. Salah satunya adalah surat kabar Belanda terbit 1989 yang memberitakan kematian nenek terdakwa bernama Rusmah. Berita itu membeberkan ada lima anak Rusmah dengan George Hendrik Muller, yaitu Heri Muller, Eduard Muller, Gustav Muller, Teo Muller, dan Dora Muller.

Dari nama-nama itu tidak terdapat nama Edi (ayah terdakwa). Nama yang mendekati nama Edi adalah Eduard. “Dengan kecurigaan itu, kami berpendapat, terjadi pemalsuan, makanya kami melaporkan dugaan pemalsuan akta kelahiran yang ada di dalam PAW yang mereka ajukan perdata,” terang Ade.

Ade memberikan dasar pelaporan tindak pidana pemalsuan ini, salah satunya dari hasil membandingkan PAW dan berita kematian surat kabar Belanda. Dari dua keterangan ini ditemukan adanya perbedaan yang mencolok, khususnya terkait silsilah keluarga terdaksa keluarga Muller. Ia mencurigai adanya kebohongan terkait silsilah ini. Namun begitu, ia mengaku tidak pernah melihat akta kelahiran terdakwa, hanya menduga akta tersebut dipalsukan.

Ade juga tidak mengantongi bukti lain selain berita kematian Nyonya Rusmah. Adapun dugaan pemalsuan lainnya adalah akta Eigendom Verponding 3740, 3741, dan 3742. Dari hasil gugatan Peninjauan Kembali (PK), terdakwa menyertakan bukti Eigendom atas nama George Hendrik Muller untuk menggugat warga. Sementara dari keterangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 2 Maret 2018 disebutkan bahwa status tanah yang disengketakan atas nama Pabrik Tegel Semen, bukan atas nama George Hendrik Muller.

“Saat itulah kami menduga kuat bahwa eigendom yang mereka gunakan untuk gugat kami tidak benar atau palsu,” kata Ade.

Dalam sidang sebelumnya dengan agenda eksepsi, penasehat hukum duo Muller pernah menyatakan Eigendom Verponding tersebut terdaftar di Red Vaan Justite Bandung. Sedangkan Red Vaan Justite, hasil penelusuran warga Dago Elos, tidak ada di Bandung ketika zaman pendudukan Belanda. Melainkan ada di Batavia dan Semarang.

Ade Suherman juga memberikan kesaksian mengenai silsilah dirinya. Ia tinggal di Dago Elos sejak tahun 1982. Ia tinggal di sana atas dasar warisan orang tuanya. Dari cerita orang tuanya, tanah itu merupakan hasil membeli. Orang tuanya tidak memiliki sertifikat. Namun, ia memiliki SPPT PBB atau tagihan pajak sebagai bukti penguasaan tanah selama lebih 40 tahun. Di samping itu, menurutnya ada banyak warga Dago Elos yang telah memiliki Surat Hak Milik (SHM) dengan nilai aset triliunan rupiah.

“(Terdampak) 2000 ribu jiwa lebih. Kerugian tidak terhingga. Kalau dari materil, tanahnya saja dengan njop sekarang triliunan (rupiah). Karena gugatan kami hidup tidak tenang, ada ancaman hidup. Misal mau renov dapur gak bisa karena khawatir akan penggusuran. Kalau kerugian saya rasa tidak terhingga,” ungkap Ade, yakin.

Sidang kemudian diskors dan dilanjutkan sekitar pukul dua siang. Penasehat hukum duo Muller memperlihatkan beberapa bukti ke hadapan majelis persidangan untuk membantah keterangan saksi pelapor. Setelah skors dicabut, tim penasehat hukum duo Muller memperlihatkan perbandingan dokumen, yaitu PAW dan berita kematian yang menunjukkan anak-anak George Hendrik Muller.

Salah satu penasehat hukum Muller ada yang menanyakan kepada Ade Suherman, mengapa warga baru melaporkan tindakan dugaan tindak pidana ini setelah adanya Putusan PK, bukan dari awal. “Karena kami mencari dulu bukti-bukti, meyakinkan diri, baru kami melapor,” tandas Ade.

Sementara dua terdakwa membantah kesaksian yang diberikan Ade Suherman tidak benar.

Memiliki Sertifikat Hak Milik

Dua saksi lainnya yang dihadirkan jaksa adalah Wahyu Pribadi dan Wahyu. Keduanya merupakan warga Dago Atas Cirapuhan yang tanahnya ikut disengketakan dan diklaim oleh Muller bersaudara. Wahyu Pribadi tinggal di Dago Atas Cirapuhan sejak 2009 atas dasar kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) atas nama istrinya. Kepemilikan tanah itu seluas 30 meter yang telah terbangun rumah di atasnya. Tanahnya masuk ke dalam objek sengketa berdasarkan klaim Muller bersaudara dengan Eigendom Verponding 3742.

Wahyu Pribadi menjelaskan bagaimana ia bisa mengurus sertifikat hak milik. “Saya mengurus sendiri jual beli waktu itu untuk (mengurus) sertifikat,” kata Wahyu Pribadi yang mengenakan kemeja biru.

Ia mengurus permohonan sertifikat tanah sesuai prosedur yang disyaratkan BPN. Sertifikat yang dimilikinya merupakan konversi dari SK Gubernur. Wahyu Pribadi juga menegaskan dirinya tidak pernah melihat dan tidak mengenal terdakwa.

Saksi lainnya yang juga bernama Wahyu, mengatakan tidak tahu perkara soal dugaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa Muller. Ia memberi kesaksian lantaran memiliki SHM atas nama orang tua dan tanahnya ikut disengketakan. Sertifikat yang terbit tahun 1988 itu menerangkan luas tanahnya seluas 100 meter persegi. Di atas tanah terbangun bangunan berbentuk rumah yang ditempati oleh adiknya. Sertifikat itu juga merupakan konversi dari SK Gubernur.

Dalam gugatan perdata yang dilayangkan terdakwa Muller, nama orang tua Wahyu ikut terserat. Namun begitu, ayahnya telah meninggal pada 2001 sehingga ia sebagai ahli waris yang ikut tergugat. Ia juga memberi kesaksian tidak tahu soal dugaan pemalsuan akta kelahiran yang dilakukan oleh terdakwa Muller. Selama ini, ia tidak pernah melihat atau bertemu terdakwa Muller datang ke Dago Elos untuk mengecek situasi lahan.

Wahyu tidak mengetahui pasti berapa total kerugian jika tanahnya digusur. Namun, berdasarkan NJOP dan harga jual tanah di pasaran saat ini, Wahyu menyebut tanahnya dihargai sebesar 55 juta rupiah per meter. Tetapi ia menegaskan tidak akan menjual tanahnya.

“Enggak akan dijual tanah itu,” terang Wahyu, di hadapan majelis hakim PN Bandung.

Menanggapi kesaksian dua saksi yang memiliki SHM, terdakwa  Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller tidak banyak memberi tanggapan. Namun duo Muller ini mengklaim sering ke Dago Elos.

“Kalau saya (dibilang) belum ke sana, saya sudah beberapa kali sana,” ungkap Heri Hermawan Muller.

Sidang pembuktian lanjutan akan dilaksanakan Senin, 2 September 2024, pukul 9.30 WIB.

Baca Juga:Hakim Menolak Keberatan Terdakwa Muller, Perkara Sidang Pemalsuan Dokumen Tanah Dago Elos Dilanjutkan
Sidang Pemalsuan Dokumen Tanah Dago Elos, Jaksa Berharap Majelis Hakim Menolak Nota Keberatan Terdakwa Duo Muller
Sewindu Sudah Warga Dago Elos Turun ke Jalan, dari Festival Kampung Kota ke Pengadilan

Bantahan Muller

Penasehat Hukum Duo Muller Nurfalah mempermasalahkan keterangan Wahyu Pribadi dan Wahyu yang tidak mengetahui persoalan pidana ini. Mengenai kepemilikan SHM, tidak banyak berkomentar.

“Tapi dia (Wahyu Pribadi dan Wahyu) untuk menjelaskan bahwa ada dugaan tindak pidana pemalsuan surat itu dia tidak mengetahui sama sekali,” ungkap Nurfalah usai persidangan.

Ia berdalih kliennya memiliki surat PAW yang dikeluarkan Pengadilan Cimahi no 687 tahun 2013 yang mengatakan bahwa Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustendi Muller serta Pipin adalah ahli waris Edi Eduard Muller. Mengenai dugaan pidana, menurutnya pelapor hanya menggunakan berita di koran.

“Yang penting itu adalah laporan polisi hanya didasarkan pada berita koran,” kata Nurfalah.

Sementara Jogi Nainggolan berpendapat, tidak ada dokumen saksi pelapor yang bisa menguatakan dugaan tindak pidana terdakwa. Keterangan saksi pelapor yang banyak menggunakan kata “menduga” menunjukkan kalau saksi tidak memiliki dokumen semacam yang valid. Ia menyebut, saksi hanya memiliki bukti berita dari surat kabar Belanda yang kualitasnya perlu diuji.

“Sedangkan dokumen yang dimiliki oleh klien kami, yang kami perlihatkan tadi di hadapan majelis, jelas bahwa ada silsilah daripada keturunan George Hendrik Muller yang memiliki lima anak. Salah satunya itu adalah Edi Eduard Muller. Perbedaan nama Edi dan Eduard itu yang dijadikan sumber menduga. Padahal sudah keluar satu dokumen resmi yang dikeluarkan Pengadilan Agama Cimahi, PAW itu,” kata Jogi Nainggolan.

Edi Eduard Muller memiliki tiga keturunan, yang ketiganya menggunakan nama Muller. Walaupun, lanjutnya, ketika membuat akta pada tahun 1988, memang mereka tidak menggunakan nama Muller. Tapi bukan berarti menghilangkan nama orang tuanya terhadap dokumen berikutnya.

“Terbukti pada saat dibuat PAW setelah tahun 88, nama Muller itu muncul menjadi bagian dari nama mereka. Jadi sebenarnya saksi juga sudah memberikan penjelasan, saya hanya menduga-duga. Jadi kalau menduga itu bukan berarti klien kami melakukan suatu kejahatan,” ungkap Jogi, percaya diri.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel-artikel lain tentang Dago Elos

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//