• Berita
  • PILWALKOT BANDUNG 2024: Ketiadaan Calon Wali Kota Perempuan, Politik di Kota Kembang Terlalu Maskulin?

PILWALKOT BANDUNG 2024: Ketiadaan Calon Wali Kota Perempuan, Politik di Kota Kembang Terlalu Maskulin?

Mundurnya Atalia Praratya dan batal majunya Siti Muntamah di Pilwalkot Bandung 2024 menunjukkan ruang politik yang tidak setara.

Ilustrasi. Pemilu merupakan ajang demokrasi untuk menentukan pemimpin. (ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Nabila Eva Hilfani 31 Agustus 2024


BandungBergerak.idPilwalkot Bandung 2024 resmi diikuti empat pasangan calon, secara alphabet yaitu Arfi Rafnialdi-Yena Iskandar Masoem, Dandan Riza Wardana dan Arif Wijaya, Haru Suandharu dan Ridwan Dhani Wirianata, dan Muhammad Farhan dan Erwin. Tak satu partai politik yang mengajukan perempuan sebagai calon wali kota. Hal ini mengukuhkan bahwa sepanjang sejarah Kota Bandung belum pernah dipimpin wali kota perempuan. 

Majunya Yena Iskandar Masoem tidak membatalkan fakta bahwa Pilwalkot Bandung 2024 terlalu maskulin, karena posisi Yena bukan sebagai calon wali kota melainkan calon wakil wali kota. Sebelumnya sempat santer dikabarkan Atalia Praratya dan Siti Muntamah akan meramaikan bursa perebutan kursi Bandung 1, tetapi akhirnya urung.

Atalia Praratya, istri Ridwan Kamil yang nyalon di Pilgub DKI Jakarta, lebih memilih berkarier di DPR RI dari Partai Golkar. Sementara Siti Muntamah, anggota DPRD Jabar 2019-2024 dan juga istri mantan Wali Kota Bandung Oded M Danial, tidak dicalonkan oleh PKS untuk maju di Pilwalkot Bandung.

Menurut Marsyifa Novia Fauziah dkk. (Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2023) keterlibatan perempuan dalam lembaga legislatif maupun eksekutif sangatlah diperlukan terutama untuk mewujudkan instrumen hukum berbasis kepentingan perempuan. Oleh karena itu, perlu hadirnya perempuan dalam proses perencanaan di setiap kebijakan.

Hal serupa disampaikan Sheila (25 tahun), aktivis gender dari Great UPI yang menyatakan politik adalah ruang untuk menghasilkan kebijakan bagi publik. Tidak adanya keterwakilan perempuan dalam politik akan sulit melahirkan kebijakan yang setara, tidak hanya dirumuskan laki-laki.

“Tentu ya penting banget. Karena aku pribadi melihat politik itu kan dia yang akan menghasilkan kebijakan gitu. Nah, kehadiran perempuan itu akan turut menghadirkan perspektif perempuan dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan. Meskipun itu juga akan sangat tergantung siapa perempuannya dan latar belakang serta pemahamannya terhadap teori-teori keadilan sosial kemudian,” jelas Sheila, saat dihubungi BandungBergerak.

Namun, langkah menghadirkan pemimpin perempuan bagi Sheila tetap penting untuk mendorong terwujudnya transformasi sosial. Penghentian segala bentuk dominasi melalui kehadiran pemimpin perempuan menjadi salah satu caranya. Terlebih menurut Sheila, kebijakan yang dihasilkan pemerintah merupakan hasil dari pengalaman seluruh kelompok, bukan hanya pengalaman kelompok dominan saja.

Realitasnya, berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan di Kota Bandung hingga hari ini masih menjadi persoalan besar yang memerlukan perhatian. Kekerasan, diskriminasi, hingga keterbatasan akses perempuan di setiap bidang yang masih dapat ditemui menjadi tiga kelompok persoalan perempuan di Kota Bandung.

Permasalahan tersebut dirasakan Oca (20 tahun), mahasiswa Politeknik Bandung yang pernah mengalami kejadian tak mengenakkan di Kota Bandung.

“Kalau yang paling umum dan yang paling sering ditemui itu mungkin catcalling ya. Banyak, apalagi di daerah-daerah pinggiran kota (Kota Bandung) atau daerah-daerah gang gitu,” tutur Oca.

Catcalling sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual menjadi satu persoalan yang juga ditemui dan dialami Nazmi (21 tahun), mahasiswa ISBI Bandung asal Sukabumi yang telah tinggal di Kota Bandung selama dua tahun. Nazmi sering kali mendapatkan catcalling saat berpergian di beberapa jalan di Kota Bandung.

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) pada tahun 2021-2022 di Kota Bandung menunjukkan adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan. Pada tahun 2021 tercatat ada 68 kasus kekerasan fisik, 120 kasus kekerasan psikis, dan 34 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Sementara pada tahun 2022, kasus kekerasan fisik mencapai angka 95 kasus, 169 kasus kekerasan psikis, dan 110 kasus kekerasan seksual.

Dari data tersebut dapat dilihat adanya peningkatan dari masing-masing kasus terhadap perempuan. Kasus kekerasan fisik terhadap perempuan meningkat hingga 27 kasus, kekerasan psikis meningkat hingga 49 kasus, dan kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat 76 kasus.

Meski peraturan Wali Kota Bandung Nomor 64 tahun 2020 soal pembentukan Pusat Pelayanan dan Pemberdayaan Perempuan (Panpel PP) di kelurahan-kelurahan telah diterapkan sejak 2020 lalu, tetapi kekerasan terhadap perempuan belum juga dapat teratasi.

Penelitian yang dilakukan Febrian dan Sagita (Journal of Governance Innovation, 2023) menunjukan adanya ketidakoptimalan dalam pengimplementasian kebijakan soal Panpel PP. Aspek standar keberhasilan yang tidak konkret, anggaran terbatas, karakteristik SDM yang masih kompleks, dan ketidakmerataan pemahaman masyarakat soal program Panpel PP ini menjadi sebab yang ditemukan. Akhirnya program yang diinisiasi era Wali Kota Oded M Danial tersebut tidak optimal dalam pengimplementasiannya.

Keterbatasan akses kesempatan memperoleh pekerjaan bagi perempuan juga menjadi persoalan lainnya yang ternyata masih terjadi di era modern ini di Kota Bandung. Keterbatasan itu terjadi terutama di bidang-bidang profesional yang dianggap hanya sesuai dilakukan oleh laki-laki.

“Iya, kak. Pasti selalu ada (keterbatasan akses). Apalagi untuk jurusan (bidang) teknik. Karena dulu juga saya sekolahnya SMK, teknik bangunan, jadi kalau saya pengen PKL atau mungkin mencari freelance (pekerjaan lepas) gitu di keterangannya (klasifikasi pekerja) tuh selalu untuk pria,” ucap Oci yang tegas berkata bahwa perempuan memiliki kompetensi yang sama dengan laki-laki di berbagai bidang.

Oci bercerita bahwa keterbatasan akses pekerjaan untuk perempuan juga dialami oleh teman perempuannya di satu jurusan di SMK. Bahkan, teman Oci saat ini bekerja di bidang yang berbeda karena minimnya lowongan pekerjaan bagi perempuan di bidang teknik.

Ruang publik yang tidak aman untuk perempuan, stereotip negatif tentang perempuan, hingga pada hak berpendapat pun masih menjadi persoalan-persoalan yang nyatanya masih terjadi di Kota Bandung.

Baca Juga: PILWALKOT BANDUNG 2024: Pasangan Haru Suandharu dan Ridwan Dhani Wirianata, Melanjutkan Duet PKS-Gerindra Plus
PILWALKOT BANDUNG 2024: Arfi Rafnialdi-Yena Iskandar Masoem, Satu-satunya Pasangan yang Mengusung Calon Wakil Wali Kota Perempuan
PILWALKOT BANDUNG 2024: Muhammad Farhan dan Erwin Berjanji Memimpin Kota Kembang Tanpa Libur
PILWALKOT BANDUNG 2024: Dandan Riza Wardana dan Arif Wijaya Hendak Berbakti Kepada Rakyat, tak Risau dengan Catatan Kasus Korupsi di Masa Lalu

Dari Tantangan Politik hingga Pandangan Sebelah Mata

Belum pernah adanya pemimpin perempuan di Kota Bandung disebabkan oleh banyak faktor. Seperti tantangan dalam dunia politik yang dikemukakan dalam penelitian Praja (Jurnal Pemerintahan, 2023) bahwa, biaya politik yang mahal, relasi keluarga, dan partai pengusung yang menjadi pengiring massa menjadi tiga tantangan yang perlu dihadapi perempuan.

Bukan hanya modal materi dan relasi, tetapi ruang aman dan stereotip masyarakat soal perempuan menjadi dua tantangan lainnya yang harus dihadapi perempuan ketika maju menjadi calon pemimpin.

Sheila pun menanggapi bahwa konteks stereotip gender, penempatan peran laki-laki dan perempuan masih sangat timpang di masyarakat. “Bahkan itu sudah jadi norma sosial dan budaya bahwa, perempuan itu harus fokus mengurus keluarganya,” jelas Sheila yang memandang stereotip perempuan menjadi satu faktor pembatas perempuan terlibat dalam politik praktis.

Stereotip gender juga diyakini oleh Nissa Vidyanita (23 tahun), mahasiswa Gender Studies University College Dublin, sebagai faktor penghambat perempuan untuk maju dan berkarir di dunia politik. Minimnya pemimpin perempuan di Kota Bandung bagi Nissa dapat menjadi satu indikasi kalau ternyata ruang politik di Kota Bandung belum aman untuk perempuan.

“Kualifikasi pemimpin itu bukan terletak pada gendernya tapi terletak pada kapabilitas, kemampuan berpikir, kemampuan menganalisa, kemampuan membuat keputusan, dan lain sebagainya. Itu kan sebenarnya kualitas yang diperlukan sebagai pemimpin. Tapi balik lagi, karena di kita sudah sangat langgeng kalau identitas pemimpin itu selalu dikategorisasikan dengan seks,” ucap Nissa, ketika dihubungi bandungbergerak.id, Kamis, 29 Agustus 2024.

“Sekalipun perempuan itu kapabilitas di ranah politik, tetap aja kadang masih aja mengalami tindakan diskriminasi yang sifatnya itu verbal,” lanjut Nissa yang juga pengurus Girl Up Southeast Asia periode 2023-2024.

Satu bentuk diskriminasi yang sering kali perempuan hadapi yaitu dipandang sebagai makhluk yang emosional dan keadaan biologis yang dianggap menjadi penghalang, sehingga memunculkan pandangan sebelah mata terhadap perempuan sebagai pemimpin.

Belum lagi penyerangan secara personal ketika seorang pemimpin perempuan berbuat salah. Hal itu membuat tantangan perempuan semakin besar dan dapat membatasi keberanian perempuan untuk maju mencalonkan diri sebagai pemimpin.

“Kalau perempuan bikin salah, bukan kesalahannya yang diperaiki, tapi peran dari merekanya yang dikurangi. Itu yang sering kali terjadi,” ujar Nissa.

Kendati demikian, masih harapan masih ada. Meski absennya perempuan di Pilwalkot Bandung 2024, Sheila berharap agar wali kota yang terpilih nantinya akan menjadikan kepentingan perempuan sebagai salah satu prioritas. Terutama, penyediaan ruang aman bagi perempuan di seluruh lini melalui keterbukaan akses, fasilitas, dan kebijakan. 

“Untuk selanjutnya, tentunya aku berharap ga cuma isu perempuan aja, tapi isu kesejahteraan secara umum, karena kesejahteraan meningkat aku percaya itu akan ada impact-nya juga bagi perempuan yang juga merupakan bagian dari masyarakat,” tegas Sheila.

*Kawan-kawan yang baik, mari membaca lebih lanjut tulisan-tulisan lain dari Nabila Eva Hilfani, atau artikel-artikel tentang Pilwalkot Bandung 2024

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//