• Kampus
  • Seruan UNPAR Messages dalam Menghadapi Ketidakpastian Tatanan Global

Seruan UNPAR Messages dalam Menghadapi Ketidakpastian Tatanan Global

Dunia sedang menghadapi permasalahan yang bisa mengubah tatanan global, mulai dari perang Rusia-Ukraina, perang Israel-Hamas, dan perubahan iklim yang mendesak.

Narasumber-narasumber The International Conference on International Relations (ICON-IR) ke-4, Unpar, Bandung, 26-27 Agustus 2024. (Foto: UNPAR)

Penulis Iman Herdiana3 September 2024


BandungBergerak.id.idKondisi politik dunia terkini penuh ketidakpastian. Tatanan global sedang menghadapi perubahan yang dipicu perang maupun perubahan lingkungan. Faktor-faktor perubahan ini antara lain perang Rusia-Ukraina, perang Israel-Hamas, serta berbagai konflik yang masih berjalan di kawasan Afrika dan lainnya. Belum lagi dengan perubahan iklim yang semakin mendesak, serta isu-isu lain seperti kesetaraan gender dan inklusivitas, bersama dengan isu de-globalisasi dalam ekonomi global.

Isu-isu tersebut menyebabkan ketidakpastian politik internasional. Hal ini melatarbelakangi lahirnya “UNPAR Messages”, sebuah pesan internasional yang ditelurkan bersamaan dengan The International Conference on International Relations (ICON-IR) ke-4, 26-27 Agustus 2024 lalu. Konferensi ini digelar jurusan Hubungan Internasional (HI) Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) yang menghadirkan sejumlah akademisi, praktisi, dan peneliti.

Dengan latar belakangan situasi global tersebut, Indonesia tentu tak boleh tinggal diam. Ketua ICON-IR 2024 Yulius Purwadi Hermawan mengatakan, Indonesia perlu memastikan kesiapan perangkat diplomasi dan sumber daya manusia, kapasitas perwakilan Indonesia di luar negeri dan dukungan domestik bagi diplomasi Indonesia. 

Yulius kemudian membacakan “UNPAR Messages” yang berisi rekomendasi bagi Indonesia di kancah internasional. Poin rekomendasi ini ditujukan dalam konteks penguatan diplomasi dan peran kepemimpinan global Indonesia. Rekomendasi lainnya dalam “UNPAR Messages” meliputi:

Seruan supaya dibangun saluran-saluran komunikasi baru di antara negara-negara major power supaya persaingan geopolitik tidak berdampak lebih buruk pada kondisi perekonomian dan politik dunia; penguatan kerja sama di antara negara-negara ASEAN juga perlu terus dilanjutkan terutama untuk mengatasi masalah-masalah intra-regional.

Perlunya peningkatan kerja sama Selatan-Selatan melalui praktik knowledge sharing dan capacity building; perlunya penanganan serius pengungsi-pengungsi yang terdampak oleh konflik; perlunya dukungan yang lebih besar bagi kaum disabilitas; dan yang terakhir, implementasi komitmen bagi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui keterlibatan semua pihak terkait termasuk sektor swasta dan masyarakat. 

“Diskusi-diskusi lanjutan di antara pemerintah, akademisi, sektor swasta dan pemangku kepentingan yang luas merupakan langkah yang perlu diteruskan dalam mewujudkan pesan-pesan tersebut. Langkah-langkah kongkrit diperlukan supaya ‘Unpar Messages’ ini betul-betul memiliki gaung yang lebih luas,” kata Yulius, dalam keterangan resmi yang diterima BandungBergerak.

“UNPAR Messages” merupakan rangkuman dari pandangan para panelis atas diskusi-diskusi para panelis di dalam ICON-IR 2024 di dalam sesi Council of Moderators yang bertujuan mengurai turbulensi dalam politik global saat ini dan merupakan sesi penutup dari seluruh rangkaian acara ICON-IR 2024.

Panel yang menjadi penarik benang merah ini menampilkan Duta Besar Sidharto R. Suryodipuro, Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri; Dino R. Kusnadi, Direktorat Asia Timur Kementerian Luar Negeri; Brendan Howe, profesor pada the Graduate School of International Studies, Ewha Womans University, Korea Selatan; Sylvia Yazid, Adelbertus Irawan J. Hartono, Yulia Indrawati Sari dan Pius Sugeng Prasetyo, dosen-dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNPAR. 

ICON-IR dihadiri 134 panelis yang berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Peru, China, India dan Korea. Masing-masing panelis memaparkan pemikiran mereka terkait dengan topik-topik yang menjadi bidang ahli masing-masing mulai dari geopolitik, perubahan iklim, multilateralisme, migrasi dan Global South, kebijakan luar negeri dan de-globalisasi ekonomi, sentralitas ASEAN, GEDSI (Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial) dan tata kelola global.

Konferensi dibuka oleh Rektor UNPAR Tri Basuki Joewono yang menyampaikan dukungan penuh atas upaya Jurusan HI dalam menjalankan ICON-IR yang telah diselenggarakan tiga kali sejak tahun 2016. 

“Tema konferensi tahun ini ... merefleksikan keprihatinan kami terhadap kondisi hubungan internasional yang kini bercirikan turbulensi, ketidakstabilan, dan ketidakefisienan tata kelola global. Bapak dan Ibu sekalian kami undang untuk membahas dan memperoleh pengertian lebih dalam mengenai dinamika yang sedang bergejolak ini,” sebut Tri Basuki.

Baca Juga: Perang dan Perubahan Iklim, Mengamati Konflik Israel-Hamas dalam Perspektif Lingkungan Hidup
Pameran Foto Permakaman Korban Perang di Ereveld Pandu
Kecil-kecil Wartawan Perang

Lebih lanjut, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNPAR Orpha Jane mengatakan, konferensi ini merupakan wujud komitmen bersama antara FISIP dan Jurusan HI UNPAR dalam memajukan pengetahuan, mendorong dialog, dan menanggapi berbagai tantangan global pada masa ini.

“Saya percaya bahwa konferensi di Ciumbuleuit ini merupakan ajang yang sempurna bagi Bapak dan Ibu sekalian untuk memperkuat hubungan dalam komunitas epistemik seraya membangun keluarga terdiri dari warga dunia yang menghargai solidaritas dan berkomitmen untuk memajukan progres dalam keadilan dan kemanusiaan di seluruh dunia,” sebut Jane.

Konferensi dimulai dengan panel pembicara kunci dengan tema paparan tentang Traversing Turbulence in World's Politics. Panel pleno pertama tersebut dimoderatori Adrianus Harsawaskita ini dan menghadirkan Sylvia Yazid sebagai orator dan pembicara kunci pertama. 

Pembicara-pembicara kunci yang lain adalah Duta Besar Sidharto R. Suryodipuro, Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri; Dino R. Kusnadi, Direktorat Asia Timur Kementerian Luar Negeri; Rino Santodiono Donosepoetro, Chief Executive Officer Standard Chartered Bank, Indonesia; Brendan Howe, profesor pada the Graduate School of International Studies, Ewha Womans University; dan Jeffrey Labovitz, Chief of Mission, International Organization for Migration, Indonesia.

Dalam konferensi ini juga diadakan panel khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan mitra kerja sama PACIS dan Jurusan Hubungan Internasional. Panel khusus pertama menghadirkan pembicara Dinna Prapto Raharja, (Synergy Policy Indonesia),  Happymon Jacob (Jawaharlal Nehru University, India), Zang Xiaoming (Grand View Institute, China) dengan Yulius P. Hermawan selaku pembahas dengan tema Multilateralism in Question? Between Self-Interest and Shared Responsibility.

Panel khusus kedua merupakan kerja sama dengan para pakar hubungan internasional dari Peru. Panel ini bertema Navigating Latin America's Political Landscape: Regionalism, Democracy, and Strategic Rivalries dengan empat panelis yaitu Oscar Vidarte, Sebastien Adins, Gonzalo Romero Sommer dengan Mangadar Situmorang selaku pembahas dalam sesi panel khusus ini.

Selain peserta akademisi, praktisi dan peneliti, konferensi internasional ini juga memberikan ruang bagi mahasiswa program magister dan sarjana untuk memaparkan gagasan-gagasan mereka di panel-panel tematik yang terkait dengan bidang ketertarikan mereka.

Informasi detail acara dapat diakses di dalam Book of Program yang dapat dilihat atau diunduh pada tautan berikut.

*Kawan-kawan yang baik, silakan menengok tulisan-tulisan lain tentang Perang dalam tautan tersebut

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//