Para Santri Pesantren Persatuan Islam 24 Rancaekek Melakukan Turba ke Desa Linggar
Meneliti sejarah lokal kampung di sekitar Pesantren Persatuan Islam (PPI) 24 Rancaekek, Kabupaten Bandung. Memetakan kesenian dan masalah akses kesehatan.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah24 September 2024
BandungBergerak.id – Mempelajari ilmu geografi dan sejarah kampung memiliki daya tarik tersendiri. Proses kreatif ini dilakukan para santri dari Pesantren Persatuan Islam (PPI) 24 Rancaekek, Kabupaten Bandung, Sabtu, 14 September 2024. Mereka melakukan turun ke bawah (turba) melalui penelitian di Desa Linggar, termasuk mengulas kesenian-kesenian rakyat yang hidup dalamnya.
Hasil penelitian para santri PPI 24 Rancaekek kemudian dipresentasikan dalam acara stadium general bertajuk "Memahami Kelokalan, Menyelami Kampung Halaman". Acara ilmiah ini diwarnai pameran arsip, perpustakaan berjalan, dan bazar buku. Seni rakyat yang mereka gali antara lain benjang, pencak silat, dan kuda lumping.
"Nah, untuk kuda lumping itu diadopsi dari Sumedang, yang pada masanya diwadahi oleh organisasi Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat)," ungkap Inayah, siswi kelas 12 IPA PPI 24 Rancaekek, salah seorang peserta acara ilmiah ini, kepada BandungBergrerak.
Inayah menyebutkan acara ini merupakan acara pertama kali diselenggarakan di sekolahnya. Tujuannya untuk menyelami sejarah lokal di sekitar sekolahnya, yaitu Desa Linggar. Hal ini mengasyikkan baginya.
"Ini first time atau pertama kali, ada di sekolah. Gabungan mata pelajaran sejarah dan geografi, jadi kami menggali informasi seputar Desa Linggar," kata Inayah.
Penelitian yang dilakukan Inayah beserta kawan-kawannya dikemas dalam esai berjudul "Desa Linggar dalam Cakrawala Seni Budaya: Korelasi antara Warisan, Modernisasi, dan Geografi". Mereka bertugas penelitian selama satu minggu dengan tema besar tentang seni budaya di Desa Linggar.
Penelitian ini juga menjelaskan tentang kurangnya pegiat seni atau masalah regenerasi. Para pegiat seni umumnya petani atau buruh. Mereka aktif di kesenian di sela-sela aktivitas sehari-hari.
"Karena awalnya orang-orang bekerja sebagai tani terus sebagai buruh pabrik yang menyita waktu mereka untuk berkarya mengembangkannya," tuturnya.
Sama halnya dengan Inayah, Nisa, siswa 12 IPA mengaku senang bisa melakukan penelitian Desa Linggar. Ia bisa mengetahui lebih dalam kondisi sosial selama sepuluh tahun ke belakang desa di wilayah Bandung Selatan ini.
"Kami melakukan penelitian selama dua minggu mewawancarai sepuh-sepuh di sini dan melakukan penelitian pustaka juga baik buku atau website. Tadi sudah dipresentasikan melalui esai dan power point di hadapan seluruh santri Aliyah," tutur Nisa.
Akses Kesehatan
Tidak hanya Inayah dan Anisa, Rizal Syahril, santri PPI 24 Rancaekek juga merasa puas dengan proses penelitian ini. Namun ia menemukan temuan lain yang dibutuhkan warga Desa Linggar, yakni akses kesehatan.
Menurut Rizal, awalnya di Kampung Linggar terdapat fasilitas kesehatan di Kampung Linggar, letaknya di Warung China yang mulai dibangun pada 1970. Karena sempitnya lahan di sana, tahun 1978 fasilitas kesehatan ini dipindahkan ke daerah Cikijing yang dikenal Puskesmas Cikijing.
Para santri berharap program ini tidak berhenti di angkatan mereka. Namun bisa berjalan dan dirasakan oleh angkatan-angkatan selanjutnya.
Baca Juga: KADO 214 TAHUN KOTA BANDUNG: Kesenian Rakyat Semakin Terpinggirkan
Seni Reak dari Cinunuk akan Pentas di Roskilde Festival, Denmark
Merawat Gedung Telantar Bioskop Dian dengan Seni Rupa
Santri Persis dan Karya Tulis Ilmiah
Studium general yang membawa tema lokal sangat bagus bagi perkembangan pemikiran anak-anak sekolah. Tujuannya untuk lebih mengenalkan kondisi objektif di sekitar pesantren.
Ridwan dari kesantrian PPI 24 Rancaekek mengatakan, selanjutnya acara ini akan dievaluasi untuk menimbang kekurangan dan kelebihannya sebagai bahan perbaikan ke depan.
Tidak hanya studium general, para siswa kelas 12 menjelang akhir masa kelulusan ditugaskan juga menulis karya tulis ilmiah yang nanti disidangkan secara terbuka di hadapan astatidz (guru). Namun, sebelum di sidang mereka dibimbing terlebih dahulu dan dilakukan prasidang oleh pembimbing.
"Kemudian mereka sidang terbuka dengan para penguji biasanya satu santri oleh dua tiga astatidz," jelas Ridwan.
Selain itu, ada juga program muhadharah atau tanya jawab pembahasan mengenai pelajaran keagamaan. Ridwan menyebut, biasanya tema-tema dalam fiqih ibadah atau tata cara ibadah dibahas dan dilakukan tanya jawab seperti studium general.
"Ada dialog, materi keagamaan, bahkan ke depan kami sudah merancang muhadhoroh atau pembahasan tanya jawab gitu," bebernya.
Guru mata pelajaran sejarah dan geografi PPI 24 Rancaekek Hafidz Azhar menambahkan, program stadium general merupakan pemantik awal bagi para murid untuk memahami wacana kelokalan di kampung halamannya sendiri.
"Kebanyakan siswa PPI 24 Rancaekek teh tinggal tidak jauh dari sekolah. Sementara sekolah sendiri berada di Kampung Babakan Cerme, Desa Linggar," terang Hafidz Azhar.
*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Bandung