• Berita
  • Merawat Gedung Telantar Bioskop Dian dengan Seni Rupa

Merawat Gedung Telantar Bioskop Dian dengan Seni Rupa

Pameran seni rupa Ajeg Melampui Diri menyuarakan perdamaian sekaligus mengajak melestarikan Bioskop Dian yang lama terbengkalai.

Pameran Ajeg Melampaui Diri di Bioskop Dian atau Radio City, Jalan Dalem Kaum No 58 Bandung. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman18 Maret 2022


BandungBergerak.id – Kehidupan di gedung eks Bioskop Dian berdenyut kembali dengan hadirnya pameran seni rupa bertajuk Ajeg Melampui Diri. Pameran yang diselenggarakan oleh Geothe Institut Bandung ini seakan membangkitkan gairah gedung heritage yang sudah lama terbengkalai.

Ada 13 seniman yang memamerkan karyanya di gedung yang bersebelahan dengan Pendopo Wali Kota Bandung tersebut. Melalui karya-karyanya, mereka menampilkan kesemrawutan kondisi hari ini baik di tingkat global maupun lokal, mulai dari bencana pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, revolusi digital, ancaman perang dunia ketiga, krisis lingkungan, dan lain-lain.

“Di tengah situasi yang sekarang sedang terjadi perang, kondisi lingkungan hidup yang carut-marut, hingga bencana pandemi yang telah melanda kita selama dua tahun ini, dalam konteks itu kami hadirkan karya para seniman yang ada hubungannya dengan kondisi hari ini,” ucap kurator pameran, Tisna Sanjaya, saat ditemui BandungBergerak.id.

Tisna melakukan kurasi karya para seniman bersama Erik Pauhrizi. Kurasi menitikberatkan pesan atau spirit perdamaian di tengah kacaunya peradaban manusia. Dalam hal ini, para seniman diarahkan untuk berusaha mengelaborasi interaksi antara psikologi manusia, artefak representasional, konteks sejarah, lingkungan digital, dan identitas budaya nusantara.

Selain itu, lanjut Tisna, karya para seniman ada sangkut pautnya dengan tema yang disodorkan oleh Geothe Institut, yaitu 100 tahun Seniman Joseph Beuys, seniman yang dinilai selalu menampilkan spirit perdamaian.

Begitu juga dengan karya dari 13 seniman tersebut yang diarahkan untuk memiliki spirit seperti Beuys tersebut. Ke-13 seniman di antaranya Agung Eko Sutrisno, Antonia Putri, Audya Amalia, Dike Trivinggar, Dimas M. Iqbal P. B., Dwi Prayudha, Farhan Deniansah, Fatimah Afnantwina Refyan, Nur Ilham Natsir, R. Reihan A. Bratasoerja, Shelvira Alyya Putri Anjani, Tara Shakin, dan Widi Asari.

Pameran Ajeg Melampaui Diri akan hadir di tengah masyarakat Kota Bandung dari Rabu, 17 Maret 2022 sampai hari Minggu, 24 April 2022. Pameran ini dibuka dari pukul 13.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB.

Selama pameran berlangsung akan ada kegiatan interaktif lainnya, di antaranya tur berjalan kaki hari Jumat, 18 Maret bersama Bandung Good Guide akan menelusuri sejarah yang hidup di kawasan Jalan Asia Afrika dan berakhir di eks Bioskop Dian. Sesi diskusi terbagi menjadi dua, sesi wicara seniman diadakan hari Jumat, 25 Maret pukul 16.00 WIB;

Kemudian sesi wicara kurator diadakan hari Jumat, 1 April pukul 16.00 WIB, dan aktivitas lain yang juga terbuka bagi publik adalah pemutaran film yang dilangsungkan setiap hari Sabtu tanggal 9, 16, dan 23 April pukul 14.00 WIB.

Baca Juga: PROFIL INSTITUT DRAWING BANDUNG: Belajar Melukis di Jalanan Kota Bandung
Pembredelan Majalah Lintas IAIN Ambon Bertentangan dengan Permendikbudristek PPKS
Menuntut Transparansi Pembangunan Jalan Layang Ciroyom

Pameran Ajeg Melampaui Diri di Bioskop Dian atau Radio City, Jalan Dalem Kaum No 58 Bandung. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)
Pameran Ajeg Melampaui Diri di Bioskop Dian atau Radio City, Jalan Dalem Kaum No 58 Bandung. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Menyuarakan Kerusakan Alam

Berbagai karya di pameran tersebut salah satunya adalah milik Antonia Putri, seniman perempuan dari Universitas Parahyangan (Unpar), yang memberikan pesan tentang kondisi lingkungan hidup hari ini. Melalui tiga frame seninya yang di dalamnya termuat bunga-bunga kering dan botol yang dilumuri lilin menyampaikan tentang kerusakan lingkungan yang terus terjadi.

Ia menjelaskan bahwa seluruh bunga kering tersebut merupakan representasi kerusakan alam yang dilakukan oleh manusia. Sementara botol merupakan representasi ciptaan manusia, dan lilin yang telah dicairkan adalah bencana yang terjadi.

Maknanya, Antonio memaparkan, bahwa betapa alam yang agung begitu rapuh dan mudahnya untuk hancur, sementara botol ciptaan manusia yang telah dilumuri lilin panas tidak banyak berubah.

“Saya terinspirasi dari perjalanan kilas balik ke masa lalu, jadi dulu di tempat yang sekarang ditempati oleh bangunan itu dulunya ada alam yang begitu luas. Tapi dewasa ini, setelah berbagai pembangunan terjadi banyak perusakan terhadap alam,” tutur Antonia.

Harapan Antonia bagi mereka yang melihat karyanya, semoga dapat semakin menghargai alam dan dapat mengurangi kerusakan alam yang terjadi, setidaknya berawal kesadaran diri sendiri.

Pameran Ajeg Melampaui Diri di Bioskop Dian atau Radio City, Jalan Dalem Kaum No 58 Bandung. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)
Pameran Ajeg Melampaui Diri di Bioskop Dian atau Radio City, Jalan Dalem Kaum No 58 Bandung. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Pelestarian Bioskop Dian

Penempatan pameran seni di gedung eks Bioskop Dian bukan asal pilih, akan tetapi ada tujuan lain yang sama pentingnya, yaitu mendorong masyarakat dan pemerintahan setempat untuk sadar akan pentingnya melestarikan aset sejarah dan nilai-nilai pendidikan di balik kisahnya.

Seperti yang diketahui, bahwa Kota Bandung memiliki segudang aset sejarah. Namun hal ini tidak disertai dengan kesadaran sejarah dan pelestariannya. Contohnya gedung eks Bioskop Dian yang kini sama sekali tidak terawat. Tisna Sanjaya menyayangkan hal ini, terlebih gedung ini letaknya hanya sejengkal dari pusat pemerintahan.

“Tujuan pameran ini bukan hanya untuk keindahan dan nilai estetik belaka, tapi ada nilai-nilai etik dan pedagogik yang ingin disampaikan melalui kegiatan ini, yaitu bahwa gedung Bioskop Dian adalah gedung yang indah. Namun sikap kita yang lalai dan lengah membuat gedung ini berakhir tragis,” tutur Tisna.

Tisna dan kawan-kawan pun memilih gedung tersebut bukan untuk memperlihatkan keburukan, akan tetapi untuk memberikan kesadaran jika kita lengah dan kurang sekali kesadaran sejarahnya. Memang jika dari luar gedung tersebut tampak biasa saja, namun jika melihatnya dari dalam banyak bagian yang sudah hancur, seperti langit-langit yang sebagian besar sudah roboh, kondisi ruangan yang sangat kumuh, dan kondisi buruk lainnya.

Oleh karenanya, Tisna dan didukung berbagai pihak lainnya berupaya untuk membenahi gedung tersebut. Ia memilih eks Bioskop Dian atas dasar keprihatinan kondisi gedung tersebut yang jauh dari kata terawat. Ia harap hal ini dapat memberikan dorongan pihak lainnya untuk melestarikan aset yang dimiliki Kota Bandung.

“Kita sudah merancang untuk memperbaikinya. Kita sudah siapkan siapa arsiteknya dan bagaimana gambarnya, kemudian jumlah hitungan biayanya kalau kita renovasi, dan persiapan lainnya,” ucap Tisna. 

Bioskop Dian atau Radio City berlokasi di Jalan Dalem Kaum No 58 Bandung. Menurut Vanessa Adinda Rahmadya, gedung ini dibandung tahun 1930 dan dikelola J F W de Kort dan Thio Tjoan Tek. Bioskop ini mulai beroperasi tahun 1940 dengan menayangkan film melalui proyektor putar dan layar besar.

“Dahulu hanya orang-orang Belanda yang dapat menikmati film di bioskop, sedangkanuntuk warga pribumi hanya dapat menikmati layar tancap di ruang terbuka,” terang Vanessa Adinda Rahmadya (Skripsi Prodi Arsitektur Unpar, 2020).

Bioskop Dian sempat mengalami masa kejayaan. Hingga tahun 90-an bioskop ini mulai sepi pengunjung karena kalah saing dengan bioskop modern. Bioskop bersejarah ini pun bangkrut dan hingga kini tak jelas lagi fungsinya. Padahal Bioskop Dian dikategorikan sebagai Bangunan Cagar Budaya Golongan A yang terlampir pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//