• Cerita
  • Cinta Seniman di GPK Bandung

Cinta Seniman di GPK Bandung

Pameran "Katakan Seni Rupa dengan Cinta" di Gedung Pusat Kebudayaan (GPK) berlangsung hingga 3 Maret 2022,  memamerkan 60 lukisan karya perupa di Jawa Barat.

Pameran Katakan Seni Rupa dengan Cinta di Gedung Pusat Kebudayaan, Jalan Naripan, Kota Bandung, Selasa (22/02/2022). Pameran ini berlangsung hingga 3 Maret 2022. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman24 Februari 2022


BandungBergerak.id – Semerbak wangi dupa yang dibakar oleh Budi Dalton, seniman yang juga dosen Unpas, dalam sekejap menyergap seisi satu ruangan di Gedung Pusat Kebudayaan (GPK), Kota Bandung. Dengan cara tradisional itu, pameran luring pertama di tahun ketiga pagebluk ini dibuka, Selasa (22/02/2022) siang.

“Dengan ini, pameran Katakan Seni Rupa dengan Cinta saya buka,” ucap pria dengan nama lengkap Budi Setiawan Garda Pandawa.

Riuh sorak suara emosional pengunjung berderai, setelah selama dua tahun lamanya kegiatan seni rupa terbelenggu oleh pandemi Covid-19. Pameran “Katakan Seni Rupa dengan Cinta” diharapkan menjadi sebuah awal yang baik bagi peta seni rupa tahun ini sekaligus dapat dijadikan sebagai wahana untuk berkarya bagi para seniman nusantara, khususnya Kota Bandung.

Sebelum pandemi Covid-19 melanda negeri ini, gedung tersebut sejak 2018 telah dikelola oleh Institute Drawing Bandung dengan Isa Perkasa sebagai kuratornya. Sejak itu, gedung di simpang Jalan Braga dan Naripan itu menjadi wadah untuk memamerkan karya para perupa. Namun bencana global Covid-19 membuat aktivitas seni rupa di GPK sunyi senyap, begitu juga di galeri-galeri lainnya di Bandung. Karya-karya yang menempel di dinding terbengkalai.

Situasi menyedihkan itu sempat mendapat titik terang dengan adanya pameran atau galeri secara online, namun hal tersebut tidak bertahan lama karena seiring waktu berganti orang menjadi jenuh dengan kegiatan online yang diselenggarakan.

Performance art di acara pameran Katakan Seni Rupa dengan Cinta, Gedung Pusat Kebudayaan (GPK), Kota Bandung, Selasa (22/02/2022). (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)
Performance art di acara pameran Katakan Seni Rupa dengan Cinta, Gedung Pusat Kebudayaan (GPK), Kota Bandung, Selasa (22/02/2022). (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

“Hingga akhirnya sekarang kita dapat menggelar kembali pameran ini. Niat awalnya sebagai syukuran peresmian gedung yang telah diperbaiki. Namun inilah pameran yang dinantikan oleh para seniman selama dua tahun vakum dari kegiatan,” tutur Isa Perkasa kepada BandungBergerak.id.

Kegelisahan dan kejenuhan selama masa pandemi menjadi mimpi buruk bagi para seniman. Mereka kesulitan memamerkan karyanya di ruang publik, kesempata bertemu dengan kolektor amat terbatas, dan kesulitan lainnya yang menjadi bayang-bayang buruk selama pandemi.

“Pameran ini mempertunjukkan bagaimana idealisme seniman seni rupa mencintai profesinya sebagai seniman seni rupa. Di sini bagaimana seniman tetap mempertahankan cirinya, gayanya, dan kecenderungannya seperti itu. Jadi sebenarnya tema “cinta” ini bukan ilustrasi, bukan menggambarkan visualnya dengan tema cinta, melainkan ini adalah tentang cinta seniman terhadap profesinya,” tutur Isa Perkasa.

Selama sembilan hari ke depan, dari tanggal tanggal 22 Februari sampai 3 Maret 2022,  pameran ini akan memamerkan 60 lukisan dari para perupa di Jawa Barat, dengan berbagai corak dan aliran. Mereka adalah Abdurahman Abro, Abun Adira, Ahmad Faisal Imron, Ahmad Nurcholis, Akum Swara, Andi Yudha, Andreas Camelia, Anton Susanto, Ating Sudirman, Bank Zoel, Basuki Bawono, Besti Rahulasmoro, Cahyadi, Dadang MA, Deden Imanudin, Deden Sambas, Dedy Sumardi, Diyanto, Doddo Abdullah, Eddy Hermanto, Edy SWK, Eris Lungguh, Emi Farida, Firman Lubis, Gun Sunarya;

Harlan Anggapatra, Hawe Setiawan, Herry Haerany, Irman A Rachman, Irwan Jamal, Isa Perkasa, Iwan Ismael, Jamil, Djatmika Dorojatun, Jessica Wilhelmina, Jitno Selamet, Licka, Mhazyanta, Meyhayati Yuyu, Mola, Nandanggawe, Nurlita, Olla Manelo, Page Gunawan, Prabu Perdana, Raditia Siboro, Rahmat Jabaril, Rendra Santana, Rosid, Rudi ST Darma, Setyono Wibowo, Taat Joeda, Tedy W Wirakusuma, Toni Antonius, Toni Masdiono, Wisnu, Yoyo Hartanto, Yus Arwadinata.

Baca Juga: Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (47): Doa dan Harapan Anak-anak saat Bermain dan Menjelang Tidur
Proses Penyusunan RUU Sisdiknas Kurang Melibatkan Publik
Perajin Tahu dan Tempe Mogok, Begini Penyebab Naiknya Harga Kedelai

Gedung GPK (kiri), Kota Bandung, di masa lalu. (Sember: Collectie Tropenmuseum)
Gedung GPK (kiri), Kota Bandung, di masa lalu. (Sember: Collectie Tropenmuseum)

Gedung GPK untuk Seniman

Gedung Pusat Kebudayaan menjadi saksi berbagai peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di Kota Bandung. Namun hawa keberadaan gedung ini rasanya tidak sekuat gedung lain di sekitarnya, sehingga peran gedung ini dan apa yang pernah terjadi di gedung ini menjadi tipis pula ketenarannya.

Hawe Setiawan yang mendapat kesempatan berbicara pada pembukaan pameran tersebut menuturkan bahwa GPK mengingatkannya kepada surat kabar yang dirintis oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, Medan Prijaji.

“Di catatan saya, sekitar tahun 1910-1912 di gedung ini dulunya terletak kantor penerbitan surat kabar Medan Prijaji. Kita tahu surat kabar ini adalah usaha penerbitan surat kabar pertama dari pribumi yang dirintis oleh Raden Mas Tirto Adi Soerjo. Koran ini mulai beredar di Jakarta setahu saya mulai tahun 1907. Mula-mula terbit sebagai mingguan kemudian setelah usahanya berkembang surat kabar ini dicetak di Bandung,” tutur Hawe Setiawan.

Penerbitan Medan Prijaji tidak berlangsung lama hingga akhirnya menemui akhir perjalanannya. Meski telah berakhir, riwayat Gedung Pusat Kebudayaan tidak berakhir dan tetap berjalan hingga saat ini.

Dosen sastra Unpas tersebut menyatakan bahwa gedung ini tidak hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah Kota Bandung saja, melainkan juga sejarah terbesitnya kesadaran kebangsaan Indonesia. Juga sejarah perubahan tatanan sosial politik di Indonesia.

Isa Perkasa menimpali, Gedung Pusat Kebudayaan sempat akan dialihfungsikan menjadi perkantoran lainnya.  Namun keputusan itu tidak diterima oleh para seniman. Mereka unjuk rasa menolak tempat bersejarah mereka digusur.

“Saya sebagai seniman mempertahankan dan menolak gedung ini dialihfungsikan. Oleh karenanya saya mewakafkan diri saya untuk menjadi kurator pengelola di gedung ini, karena kita punya sejarah di sini. Para seniman-seniman di Bandung tetap bersikukuh mempertahankan tempat ini. Terakhir tahun 2014 kami para seniman demo untuk mempertahankan gedung ini,” ungkap Isa.

Hingga saat ini, Isa dan para seniman lainnya terus berupaya mempertahankan eksistensi GPK melalui berbagai event terkait seni rupa. Meskipun pengelolaan gedung ini dibiayai secara swadaya, namun Isa yakin ia dan kawan-kawan bisa melakukannya.

Bahkan dengan diselenggarakannya pameran ini, Isa berharap GPK bisa menjadi Galeri Nasional Jawa Barat, sebagai wadah untuk para seniman mempertunjukkan buah tangan mereka.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//