• HAM
  • Pemberedelan Majalah Lintas IAIN Ambon Bertentangan dengan Permendikbudristek PPKS

Pemberedelan Majalah Lintas IAIN Ambon Bertentangan dengan Permendikbudristek PPKS

Pemberedelan Majalah Lintas IAIN Ambon secara tidak langsung menentang Permendikbudristek PPKS yang memerangi kekekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.

Majalah Lintas IAIN Ambon, 2022. (Instagram LPM Lintas)

Penulis Iman Herdiana18 Maret 2022


BandungBergerak.idPermendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi masih hangat di telinga kita. Alih-alih mengimplementasikan regulasi tersebut, IAIN Ambon justru mengeluarkan kebijakan kontraproduktif dengan memberedel Majalah Lintas terbitan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) IAIN Ambon karena memberitakan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Disinyalir pula LPM IAIN Ambon mendapat kekerasan karena liputannya tersebut. Melalui Surat Keputusan Rektor IAIN Ambon Nomor 92 Tahun 2022, LPM Lintas dibekukan.

Keputusan beredel yang disokong Rektor IAIN Ambon itu sontak menuai reaksi dari para pegiat yang sedang getol-getolnya melakuka kampanye atau pencegahan kekerasan maupun pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Di Ambon para pegiat kemudian membentuk Jaringan Advokasi Lintas yang mengecam pembredelan Majalah Lintas LPM IAIN Ambon, Kamis (17/3/2022). Jaringan ini terdiri dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Maluku, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon, LBH Pers Ambon, LBH Fakultas Hukum Universitas Pattimura, dan Gerak Perempuan Maluku.

Mereka menilai tindakan kekerasan dan pemberedelan Majalah Lintas bertentangan dengan konstitusi.

“Pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitaan artikel Lintas seharusnya membuat hak jawab, atau membalas dengan artikel bantahan. Bukannya mendesak penghapusan artikel, dan tindak kekerasan di dapur redaksi Lintas, hingga tindakan pembekukan lembaga pers,” tegas tim Advokasi LBH Pers, M Iqbal Taufik.

Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon juga mengecam tindakan arogansi Rektor IAIN Ambon, Zainal A Rahawarin atas pemberedelan tersebut menyusul dikeluarkannya Surat Keputusan Rektor No 92 Tahun 2022 tentang pembekuan LPM Lintas. AJI mendesak Rektor IAIN Ambon menghormati kebebasan pers kampus dan kritik sebagai bagian dari demokrasi.

"AJI Ambon juga meminta civitas akademik IAIN Ambon untuk tidak melakukan aksi yang mendiskriminasi Lembaga Pers Mahasiswa yang menulis kritik," kata Wakil Ketua Divisi Advokasi AJI Ambon, Habil Kadir.

Menurut Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi IJTI Pengda Maluku, Pani Letahiit, kerja-kerja LPM Lintas patuh terhadap kaidah jurnalistik dan kode etik, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers. Atas alasan tersebut keputusan Rektor IAIN Ambon dinilai sebagai upaya memberangus kemerdekaan berekspresi mahasiswa.

“IJTI menilai pembekuan LPM Lintas, cara pihak kampus mengekang kebebasan berpendapat dan melemahkan sikap kritis mahasiswa,” tegas IJTI.

Semestinya, kata Pani, hasil liputan Majalah Lintas dijadikan bahan rujukan membentuk tim independen untuk menelusuri temuan pelecehan seksual di lingkungan kampus.

Menyoal kasus kekerasan seksual, Aktivis Perempuan, Lusi Peilouw mengatakan, seharusnya pihak kampus mendorong media kampus menyuarakan ketidak adilan yang menimpa mahasiswa di kampus itu bukan malah menutup media tersebut.

"Seharusnya pihak kampus mendukung supaya kasus kekerasan diusut, bukan malah mengekang dan menutup LPM Lintas," kata Lusi/

Diketahui, Majalah Lintas menerbitkan edisi khusus kekerasan seksual, yang mencatat 32 orang mengaku mendapat pelecehan seksual di IAIN Ambon. Korban terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki. Sementara jumlah pelaku perundungan seksual 14 orang. Di antaranya 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus. Liputan pelecehan ini ditelusuri sejak 2017. Kasus itu berlangsung sejak 2015-2021.

Dari cerita korban, seperti ditulis dalam edisi bertajuk “IAIN Ambon Rawan Pelecehan”, korban diduga dilecehkan ketika mengikuti kuliah kerja nyata atau KKN, magang, bimbingan skripsi, indekos dosen, rumah pegawai, dan ketika belajar di ruang kelas.

Rektor IAIN Ambon Zainal Abidin Rahawarin berjanji akan memproses pelaku sesuai aturan yang berlaku di kampus. “Nanti diproses sesuai aturan di kampus,” kata Zainal seperti dikutip dari Instagram LPM Lintas.

Pemberedelan Majalah Lintas LPM IAIN Ambon mencambah catatan suram iklim demokrasi di kampus. Sebelumnya, Universitas Sumatera Utara membungkam Suara USU (2019).

Baca Juga: Kekerasan Seksual Menimpa 12 Santriwati Anak di Bandung
Menghapus Kekerasan Seksual di Kampus dengan Sekolah Advokat Gender
Tiga Kampus Membedah Kekerasan Seksual di Ranah Pendidikan

Sejumlah aktivis memperingati International Womens Day di Kota Bandung, Selasa (8/3/2022). Masa yang tergabung dalam Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Perempuan menyatakan sejumlah tuntutan, salah satunya penegakan hukum atas tindakan kekerasan seksual. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Sejumlah aktivis memperingati International Womens Day di Kota Bandung, Selasa (8/3/2022). Masa yang tergabung dalam Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Perempuan menyatakan sejumlah tuntutan, salah satunya penegakan hukum atas tindakan kekerasan seksual. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Demokrasi di Perguruan Tinggi kembali Dimatikan

Kampus sejatinya menjadi ruang penyemai bibit-bibit demokrasi di mana kebebasan ilmiah, berpikir kritis, berekspresi, menyuarakan pendapat di muka mestinya mendapat jaminan. Namun yang terjadi di IAIN Ambon dengan pemberedelan Majalah Lintas justru sebaliknya.   

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) menyatakan apa yang terjadi di IAIN Ambon adalah upaya mematikan demokrasi yang dilakukan penguasa lalim dari institusi pendidikan tinggi negeri. IAIN Ambon telah memberangus hak dan kebebasan akademik untuk bersuara, mengekspresikan sikap kritis, dan menyampaikan informasi.

“Arogansi atau ketakutan rektorat atas upaya LPM Lintas IAIN Ambon membongkar kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus agar ada penanganan serius yang melindungi hak dan memenuhi pemulihan korban justru berujung pembungkaman. Padahal, apa yang ditempuh oleh LPM Lintas adalah bagian mengawal mandat Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi,” demikian pernyataan resmi SEJUK.

Seharusnya, SEJUK menegakan, temuan LPM Lintas mengenai kekerasan seksual di kampus mendorong agar kampus tegas menindak pelaku. IAIN Ambon harus serius menghapus praktik kekerasan seksual lewat pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual didukung oleh rektorat, sebagaimana diatur Permendikbudristek.

“Ironisnya, Rektor IAIN Ambon Zainal Abidin Rahawarin malah membredel LPM Lintas. Demokrasi dan iklim kebebasan di kampus IAIN Ambon pun sontak ambruk!” kata SEJUK.  

Editor: Redaksi

COMMENTS

//