• Kolom
  • PAYUNG HITAM #43: Istirahat untuk Bersiap!

PAYUNG HITAM #43: Istirahat untuk Bersiap!

Setelah gerakan Reformasi 1998, kita mendambakan hilangnya kekerasan dan kekuatan yang terlalu berlebih dari negara. Nyatanya kekerasan tetap terus terjadi.

Rizki Fauzan

Pegiat Aksi Kamisan Bandung

Para pegiat Aksi Kamisan Bandung berdiri di bawah payung hitam di depan Gedung Sate pada tahun 2016 lalu. Sudah berumur delapan tahun, kegiatan ini secara konsisten menyuarakan isu-isu HAM. (Foto: Prima Mulia)

26 September 2024


BandungBergerak.id – Mendengar cerita heroik Reformasi 1998 sepertinya menjadi cerita yang amat menyenangkan tentang bagaimana rakyat memiliki cukup power untuk meruntuhkan tirani yang berkuasa selama 32 tahun. Cerita heroik yang nyatanya tak seindah yang dibayangkan.

Gerakan rakyat sipil pasca Reformasi 1998 sering kali dibanding-bandingkan dengan gerakan besar yang dapat meruntuhkan rezim orde baru yang berkuasa 32 tahun itu. Reformasi Dikorupsi, Tolak Omnibus Law, dan yang terbaru Peringatan Darurat sangat dikaitkan dengan gerakan Reformasi 1998. Tapi apakah benar Reformasi 1998 seheroik itu? Apa benar cita-cita radikal meruntuhkan tirani itu terwujud sempurna?

Baca Juga: PAYUNG HITAM #40: Memaknai Merdeka Seutuhnya
PAYUNG HITAM #41: Keadaan Selalu Darurat
PAYUNG HITAM #42: Pasal 47 Revisi UU TNI Berpotensi Mengembalikan Dwifungsi TNI

Reformasi Tidak Pernah Terjadi

Reformasi dianggap sebagai suatu gerakan yang berhasil ketika pada 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan pengunduran dirinya sebagai presiden setelah berkuasa selama 32 tahun lamanya.

Mungkin banyak orang tidak tahu 30 menit setelah pidato pengunduran diri Soeharto, Wiranto sebagai panglima ABRI saat itu menyampaikan, “ABRI akan tetap menjaga kehormatan dan keselamatan para mantan presiden termasuk Soeharto beserta keluarganya.” Baru berusia 30 menit gerakan reformasi telah mati kembali.

Setelah gerakan Reformasi 1998 kita mendambakan hilangnya kekerasan dan kekuatan yang terlalu berlebih dari negara yang nyatanya rentetan kekerasan negara tetap terus terjadi mungkin semakin kebablasan pasca gerakan Reformasi 1998. Semakin memperjelas jika Reformasi 1998 tidak pernah terjadi dan berhasil.

Mungkin sudah saat meninggalkan cerita heroik Reformasi 1998 dan mulai menyusul cerita baru yang lebih radikal bukan sekedar menumbuhkan imajinasi utopia yang nyatanya tak pernah terwujud.

Istirahat untuk Bersiap!

Ratusan kali rakyat selalu dikalahkan oleh kekerasan negara, ratusan bahkan ribuan korban berjatuhan bukan hanya korban luka, korban meninggal dunia-pun menjadi dampak kekerasan brutalitas negara.

Reformasi Dikorupsi, MayDay 2019, Tolak Omnibus Law, Peringatan Darurat adalah beberapa rangkaian gelombang protes rakyat yang berakhir dengan jatuhnya ratusan korban akibat kekerasan yang dilakukan oleh negara.

Kekerasan yang dilakukan negara juga tidak hanya terjadi ketika menghadapi gelombang protes masyarakat tapi jua dilakukan dalam ranah hidup sehari-hari, kita akan dengan mudah melihat berita setiap harinya tentang bagaimana pengekangan terhadap masyarakat dengan kebijakan yang membuat rakyat sulit untuk menentukan jalan hidupnya. Kita telah dipenjara sejak bangun dari tempat tidur.

Dalam beberapa minggu ke depan presiden beserta wakilnya akan segera dilantik untuk menjadi pemimpin baru. Terduga pelaku pelanggaran HAM masa lalu harus kita telan sebagai seorang presiden yang akan memimpin kita ditemani seorang wakil yang dibantu oleh bantuan sang paman dan bapaknya, mungkin saja pantas disebut anak haram demokrasi.

Obati luka, tarik nafas yang panjang, perkuatan solidaritas antar rakyat hingga akhirnya rakyat kembali menjadi penguasa seutuhnya.

*Tulisan kolom PAYUNG HITAM merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Aksi Kamisan Bandung

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//