CERITA ORANG BANDUNG #78: Pengalaman Budi Kecil di Jalan, Membangun Rumah Singgah di Usia Dewasa
Anak-anak jalanan di Kota Bandung memiliki hak mengakses pendidikan. Budi tidak ingin mereka terus-menerus ada di jalan.
Penulis Noviana Rahmadani27 September 2024
BandungBergerak.id – Lampu merah bagi sebagian orang menjengkelkan. Detik-detik terasa begitu lama dan menguji kesabaran. Namun, bagi Budi dan anak-anak jalanan, lampu merah justru menjadi peluang. Anak-anak memanfaatkan waktu itu untuk memperoleh pundi recehan demi menyambung hidup. Seiring dengan pergantian lampu hijau, Budi menciptakan ruang belajar. Ia mendidik anak-anak jalanan untuk mengakses pendidikan formal.
“Mereka mengamen saat lampu merah, dan anak-anak belajar ketika lampu hijau. Ini berlangsung sekitar 6-7 tahun,” ucap Budi, saat ditemui BandungBergerak di Fresh Kids Care, sebuah rumah singgah di kawasan Citepus, Kota Bandung, 4 September 2024.
Titik awal Budi menapaki persimpangan Sudirman untuk memberikan akses pembelajaran bagi anak-anak terpinggirkan seperti anak jalanan, pemulung, dan orang kurang mampu berangkat dari pengalaman pribadinya. Budi adalah salah satu dari anak-anak yang berjuang keras mendapatkan ilmu pengetahuan. Terlahir dari keluarga sederhana, ia merasakan langsung betapa sulitnya mengakses pendidikan.
“Saya terlahir dari keluarga yang enggak jauh beda dari anak-anak yang saat ini saya layani, saya didik, dan saya ajar karena saya sempat pernah ke jalan juga,” kata Budi.
Pengalaman pahit itu kini menjadi motivasi terbesarnya. Dengan tulus, Budi ingin berbagi kesempatan belajar kepada anak-anak lain yang memiliki nasib serupa. Baginya, membangun sekolah mewah atau perusahaan besar bukanlah tujuan utama, yang terpenting adalah memberikan kontribusi nyata bagi mereka yang membutuhkan.
Di balik semangat pria berusia 41 tahun ini memberikan pendidikan bagi anak jalanan, tersimpan sebuah tantangan yang lebih besar yakni pola pikir orang tua. Meski banyak anak mendambakan bangku sekolah, keinginan mereka sering kali terbentur oleh kebutuhan ekonomi keluarga. Banyak orang tua lebih memilih anak-anak mereka bekerja di jalanan daripada bersekolah, karena mereka membutuhkan tambahan penghasilan. Budi menyadari bahwa mengubah pola pikir orang tua ini adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan dan membuka peluang bagi anak-anak untuk meraih masa depan yang lebih baik.
“Anak-anak jalanan ini mau kok sekolah, yang jadi masalah itu orang tuanya yang melarang,” ungkap Budi.
Waktu 16 tahun tidaklah singkat. Selama kurun waktu itu, Budi telah membuktikan bahwa cinta bukan hanya sekadar kata-kata. Ia telah mencurahkan seluruh kasih sayangnya untuk mendidik anak-anak jalanan. "Aku melakukannya dengan cinta," ujarnya, sambil tersenyum hangat.
Cinta adalah kompas yang senantiasa menuntun Budi. Bahkan dalam hal sekecil memberikan segelas air putih, ia selalu berusaha memberikan yang terbaik karena baginya cinta adalah fondasi dari segala tindakan.
Menolak Pergi ke Jerman
Budi memiliki salah satu momen hidup yang selalu membekas dalam benaknya. Ia memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan di luar negeri. “Siapa sih yang enggak mau pergi ke Jerman?” kata Budi.
Malam sebelum keberangkatannya ke Jerman, Hedy, seorang anak didik Budi, tengah menyantap nasi goreng sembari menonton film Stand By Me Doraemon. Sebuah percakapan sederhana tentang film ini mengubah segalanya. Air mata Hedy terjatuh saat menyaksikan perpisahan Nobita dan Doraemon.
Hingga kini, Budi masih ingat betul saat Hedy dengan polosnya berkata: “Kak Budi, kasian Nobita mau ditinggalin sama Doraemon”. Kalimat sederhana ini bagi Budi amat menyentuh.
Momen tersebut membuat Budi merenungkan kembali prioritas hidupnya. Ia menghadapi dilema mengejar mimpi pribadi atau mengabdikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak jalanan melalui pendidikan. Bayangan dirinya meninggalkan anak-anak didiknya membuatnya tak kuasa menahan haru.
“Aku langsung terdiam dalam relung hatiku bilang aku besok ninggalin kalian juga,” suara lirihnya seakan menggema di ruangan rumah singgah yang ia dirikan.
Budi terjepit di antara harapan orang tua yang mengharapkan anaknya mengenyam pendidikan tinggi dan panggilan hatinya untuk membantu anak-anak jalanan. Ia menyadari bahwa ada mimpi yang lebih besar daripada sekadar mengejar gelar di luar negeri. Keputusan untuk tetap di tanah air dan mendidik anak-anak kurang beruntung demi memberikan akses pembelajaran merupakan pilihan yang membawa dampak besar.
“Aku bilang sama orang tua angkat, aku besok enggak jadi pergi. Hari itu mereka marah besar karena kan semua tinggal berangkat. Aku bilang aku tahu aku salah tapi ini panggilan hati, aku enggak bisa untuk ninggalin anak-anak ini,” cerita Budi, sembari menahan isak tangis, mengingat keputusan terberat dalam hidupnya.
Budi tak pernah menyesal mengorbankan mimpinya demi mendidik anak-anak jalanan. Senyuman merekah di wajah anak-anak didiknya saat meraih prestasi adalah balasan terindah yang tak ternilai. Setiap keberhasilan mereka sebagai bukti nyata bahwa dedikasinya telah membuka pintu masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak jalanan.
“Keputusan yang aku ambil ternyata sangat tepat. Melihat mereka berhasil membuatku yakin bahwa aku telah memilih jalan yang benar. Sangat tidak menyesal,” ujar Budi, penuh syukur.
Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #75: Dede Mahmud Setia dengan Mesin Tik
CERITA ORANG BANDUNG #76: Rachmen Meramu Asa Masa Depan Melalui Kuliner Kulit Ayam
CERITA ORANG BANDUNG #77: Megawati Claudia, dari Panggung Dangdut ke Lahan Parkir
Awal Mula Rumah Singgah Fresh Kids Care
Komitmen Budi untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak jalanan tidak hanya sebatas wacana. Ia mendirikan Fresh Kids Care. Setiap langkah kaki Budi di lorong-lorong jalan menuju rumah singgah meninggalkan jejak harapan.
Rumah singgah itu berdiri di lingkungan padat Citepus. Budi melalui dedikasinya telah menyulut semangat belajar anak-anak jalanan dan mengubah hidup mereka satu per satu. Setiap keberhasilan anak didiknya menjadi sebuah bukti bahwa setiap anak tanpa terkecuali berhak mendapatkan kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih baik, meskipun mereka berasal dari jalanan.
Perjalanan mendirikan rumah singgah Fresh Kids Care bukanlah tanpa rintangan. Di awal, penolakan dan keraguan sempat menghampiri. Warga sekitar masih skeptis dan terdapat sentimen keagamaan. Namun, seiring berjalannya waktu, ketika mereka menyaksikan langsung dampak positif dari keberadaan rumah singgah ini, keraguan masyarakat perlahan sirna. Terlebih ada anak-anak yang bisa meraih prestasi. Budi mampu menembus dinding-dinding ketidakpercayaan itu.
Budi memiliki visi yang jelas dalam memberikan pendidikan komprehensif bagi anak-anak kalangan rentan. Mengadopsi kurikulum secara fleksibel, ia menggabungkan materi akademik dengan keterampilan praktis yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Inspirasi dari berbagai sumber termasuk model pendidikan Jepang diintegrasikan untuk memastikan bahwa anak-anak tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki keterampilan hidup yang memadai.
"Banyak orang pintar, tetapi tidak bisa bekerja atau mengurus dirinya sendiri,” ungkap Budi.
Budi teringat bagaimana ia berusaha menarik minat anak-anak agar mau belajar. Suatu hari ia memberikan dua buah jeruk kepada mereka. Dari pemberian sederhana itu, Budi menjalin ikatan dengan anak-anak jalanan. Lambat laun, jumlah anak didiknya terus bertambah, dari belasan menjadi puluhan bahkan ratusan. Kisahnya membuktikan bahwa tindakan kecil dapat membawa perubahan besar.
Melihat begitu banyak anak jalanan yang hidup dalam kesulitan, Budi tergerak untuk memberikan bantuan. Ia menyimpan mimpi besar untuk membangun rumah singgah permanen yang menjadi rumah kedua bagi mereka. Di sana, anak-anak akan mendapatkan pendidikan berkualitas.
Budi ingin memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Selain itu, ia berencana membuka sekolah dasar yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan jiwa kewirausahaan sejak dini. Melalui pelatihan berdagang dan keterampilan praktis lainnya, Budi berharap anak-anak didiknya dapat menjadi generasi penerus yang sukses.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan lain Noviana Ramadhani, atau artikel-artikela lain tentang Cerita Orang Bandung