• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG #75: Dede Mahmud Setia dengan Mesin Tik

CERITA ORANG BANDUNG #75: Dede Mahmud Setia dengan Mesin Tik

Dede Mahmud mengalami masa-masa keemasan era mesin tik, teknologi paling canggih di zamannya, sebelum tergilas komputer. Sampai sekarang Dede tetap bertahan.

Dede Mahmud (62 tahun) memeriksa mesin tik di pasar elektronik Cikapundung, Bandung, 13 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Prima Mulia26 Agustus 2024


BandungBergerak.id - Dede Mahmud (62 tahun) memeriksa bilah-bilah besi yang berderet rapi dan rapat, logam tipis dengan cetakan huruf dan tanda baca itu terhubung dengan tuts. Ia menekan salah satu tuts huruf mesin tik manual tua merek Olivetti itu.

"Kelihatannya loncat gigi-giginya ini. Penyakit memang seperti itu aus karena usia pakai, harus diperiksa lagi nanti di rumah sambil dicuci bersih semua bagiannya," kata Dede, di kios servis miliknya di pasar elektronik Cikapundung, Bandung, 13 Agustus 2024.

Dede menempati kios seluas 3 X 4 meter. Di pojokan kiosnya bertumpuk mesin tik manual berbagai merek, seperti Brother, Olympia, Royal, dan Olivetti. Ada yang manual ada yang listrik.

"Sekarang pelanggan mesin tik ini kan khusus, paling kolektor atau orang-orang yang menyimpan mesin tik tua peninggalan orang tuanya atau mereka yang memang punya kenangan dengan mesin tik kuno," kata Dede.

Kios ini jadi satu-satunya bengkel servis mesin tik manual di Cikapundung. Tarif servisnya 150.000 rupiah belum termasuk penggantian suku cadang. Pelanggannya terbatas pada kolektor atau penggemar barang-barang antik. Untuk menyiasati pasar yang sepi, Dede juga membuka layanan jual beli tape mobil dan servis tape mobil, mesin cuci, sampai kulkas untuk menutup seretnya jasa servis mesin tik manual.

Menurut Dede, dulu di Cikapundung ada sekitar 15 kios jasa servis mesin tik sampai awal tahun 2000, setelah komputer menggantikan fungsi mesin tik dari skala pengguna di rumah-rumah sampai kantoran. Dede mengalami masa keemasan jadi montir servis mesin tik sejak tahun 1973 sampai awal pergantian milenium.

"Lulus SD bapak langsung kerja jadi tukang servis mesin tik, kiosnya belum di sini, masih di seberang sana," katanya, menunjuk ke arah gedung pertokoan kosong di bekas lahan penjara Banceuy.

Di masa keemasan jasa servis mesin tik, Dede bisa mengumpulkan uang sampai 500.000 rupiah sehari. Uang 500.000 rupiah di kurun tersebut memiliki nilai yang sangat berarti, jauh berbeda dengan ukuran sekarang.

"Pelanggan banyak. Dulu kan anak-anak SMP dan SMA ada pelajaran mengetik. Mahasiswa pakai mesin tik, wartawan seperti Anda pakai mesin tik, dan dari kantor-kantor kalau servis pasti ke sini," cerita Dede.

Uang tersebut berhasil Dede kumpulkan dalam tempo setengah hari saja sampai jam 12 siang. Kondisinya jungkir balik dengan sekarang. “Bandingkan dengan saat ini paling hanya satu mesin tik seminggu. Makanya saya buka jasa servis tape mobil, kulkas, dan mesin cuci. Juga ada tape-tape mobil baru," katanya.

Dari jasa servis ini Dede bisa membeli rumah, menyekolahkan anak-anak sampai lulus kuliah, dan selalu ganti-ganti mobil.

Selain jasa servis, ia juga menjual mesin tik mulus merk Royal dan Brother untuk kolektor dengan harga penawaran sekitar 1,5 jutaan rupiah. Di rumahnya, bangkai-bangkai mesin tik menumpuk sampai memakan dua ruangan.

Istrinya sering mengomel dengan kondisi rumah yang penuh rongsokan mesin tik. Sang istri meminta mesin rongsokan tersebut agar dikilo saja ke tukang loak. Tetapi Dede punya alasan lain, bahwa mesin-mesin bangkai tersebut justru harta karunnya.

“Tapi bapak bilang itu tabungan kita. Karena kan sudah tidak ada suku cadang lagi sekarang, jadi harus kanibal dari mesin yang lain. Dari satu mesin tik rusak pasti ada suku cadang yang bisa kita gunakan. Harus pintar bersiasat, contohnya sekarang kan nggak ada lagi pita mesin tik, bapak bisa siasati dengan mengambil pita dari printer komputer jadul rusak,” beber Dede.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #72: Irama Peluit Aji
CERITA ORANG BANDUNG #73: Ambu Rita Mengajarkan Ilmu dari Pinggiran Ciumbuleuit
CERITA ORANG BANDUNG #74: Hidayat Menyulam Warisan Desa Melalui Kedai Kopi Mekarwangi

Dede Mahmud (62 tahun) memeriksa mesin tik di pasar elektronik Cikapundung, Bandung, 13 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Dede Mahmud (62 tahun) memeriksa mesin tik di pasar elektronik Cikapundung, Bandung, 13 Agustus 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Hidup dari Mesin Tik

Dede Mahmud tidak ingin melupakan profesi lamanya sebagai tukang servis mesin tik walau saat ini hampir tidak mungkin mengandalkan keahlian tersebut sebagai mata pencaharian utama. Warga asli asal Kalipah Apo ini menyiasatinya dengan berjualan barang elektronik dan servis elektronik yang juga dia kuasai.

Dede tidak mungkin melupakan melupakan jasa mesin tik. Tanpa mesin tik, sulit membayangkan bagaimana jalan hidupnya. Terlebih sekolahnya tidak tinggi, hanya lulusan SD.

"Dari mesin tik itu bapak bisa punya sesuatu yang mungkin dulu bapak tidak bisa kebayanglah mampu mewujudkannya. Cuma lulusan SD bapak mah, bisa naon atuh. Sekarang mah dijalani saja, kan masih ada satu dua dalam seminggu mah yang servis,” katanya.

Kios mesin tik Dede cukup punya nama. Bahkan pada musim liburan kiosnya sering dikunjungi wisatawan asing. Mereka biasanya senang mengabadikan momen dengan latar belakang mesin tik. Di negera mereka, tidak ada lagi mesin tik manual yang pada zamannya adalah teknologi canggih warisan revolusi industri.  

Dede juga turut menyaksikan bagaimana kawasan Cikapundung bersalin rupa dari kawasan perdagangan yang cukup ramai dengan suasana lalu lintas kendaraan yang masih teratur dan tak padat saat siang hari di masa lalu. Kini Cikapundung semakin padat dengan lalu lintas yang semerawut.

Dulu suasana warung tenda kuliner malam Cikapundung hanya ada di ruas Cikapundung Barat sampai batas jembatan sungai saja. Sekarang di sepanjang Cikapundung Barat, Cikapundung Timur (Jalan Sukarno) sampai Naripan Braga penuh dengan tenda-tenda kuliner yang hidup nyaris sepanjang malam.

Sama seperti pasar Cikapundung yang dulunya hanya sebagian saja yang jualan dan servis barang elektronik dan jualan barang-barang mekanik, kini hampir semua kios jualan barang dan servis barang-barang elektronik digital.

*Kawan-kawan yang baik bisa mengunjungi karya-karya lain Prima Mulia atau artikel-artikel lain tentang Cerita Orang Bandung 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//