• Kampus
  • Unpad Dinakhodai Rektor Baru, Tantangan Perguruan Tinggi Semakin Rumit di Era Teknologi Digital

Unpad Dinakhodai Rektor Baru, Tantangan Perguruan Tinggi Semakin Rumit di Era Teknologi Digital

Majelis Wali Amanat Universitas Padjadjaran (Unpad) menetapkan Arief Sjamsulaksan Kartasasmita sebagai rektor periode 2024-2029. Teknologi digital jadi tantangan.

Pelantikan Arief S Kartasasmita sebagai Rektor Unpad periode 2024-2029 di Graha Sanusi Hardjadinata Kampus Iwa Koesoemasoemantri Unpad, Bandung, Senin, 7 Oktober 2024. (Foto: Humas Unpad)

Penulis Iman Herdiana9 Oktober 2024


BandungBergerak.idUniversitas Padjadjaran (Unpad) kini dipimpin rektor baru, Arief S Kartasasmita. Ia dilantik Majelis Wali Amanat Unpad sebagai Rektor Unpad periode 2024-2029. Tantangan Unpad ke depan tidak mudah, salah satunya bersaing di era disrupsi teknologi. Pelantikan Arief S Kartasasmita dilakukan melalui Rapat Pleno Terbuka Majelis Wali Amanat Unpad di Graha Sanusi Hardjadinata Kampus Iwa Koesoemasoemantri Unpad, Bandung, Senin, 7 Oktober 2024.

Arief Yahya, selaku Ketua Wali Amanat Unpad mengatakan, rektor dipilih berdasarkan dua aspek, yaitu academic leader dan business leader. Dalam aspek academic leader, diukur melalui pemeringkatan universitas, sedangkan dalam business leader melalui Dana Abadi Unpad, investasi, dan remunerasi. 

MWA menetapkan tiga target untuk Rektor Unpad, yaitu mencapai peringkat 300 dunia, memiliki pendapatan 3 triliun rupiah, serta mewujudkan remunerasi yang setara dengan industri sepadan. “Bawalah Unpad menuju 300 World Class University, bermanfaat dan mendunia. Itu sudah mencakup semua,” pesan Arief Yahya. 

Sementara Rektor Unpad periode 2019-2024 Rina Indiasturi berpesan kepada rektor baru untuk bisa menangani semua tantangan yang dihadapi oleh Unpad dengan baik. Selain itu, melanjutkan proyek-proyek besar yang masih berjalan seperti Rumah Sakit Unpad, Rumah Sakit Kanker, dan PLTS. 

“Lanjutkan terus, dengan cara kerja sama. Itu yang sifatnya ke depan,” pesan Rina, diakses dari laman resmi, Rabu, 9 Oktober 2024.

Arief S. Kartasasmita pun menyatakan komitmennya untuk mempertahankan posisi Unpad sebagai institusi pendidikan tinggi terkemuka di Indonesia. Ia akan berupaya meningkatkan reputasi Unpad sebagai World Class University. 

“Ini tidak semata-semata untuk mencari pe-ranking-an, lebih dari itu, untuk menciptakan kemaslahatan bangsa, membantu pemerintah mewujudkan Indonesia Emas 2045, sekaligus memberikan kesejahteraan bagi warga Unpad,” ujar Arief S. Kartasasmita. 

Arief S. Kartasasmita merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad. Lahir di Bandung, 27 Juli 1970, Arief menyelesaikan studi Sarjana Kedokteran di Unpad pada 1996, dilanjutkan Spesialis Ilmu Kesehatan Mata di Unpad pada 2004, Fellowship Klinis di Vitreoretina, Nijmegen Eye Institute, Nijmegen (Rumah Sakit Akademis Nijmegen/Radboud University, Belanda pada 2004-2005, Magister Sains dalam Ilmu Kesehatan di Unpad pada 2007, dan Doktor Oftalmologi Genetik di Juntendo University School of Medicine, Jepang pada 2011. 

Arief pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran 2015-2016, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sistem Informasi Unpad pada 2015-2020, serta Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unpad 2020-2024. Saat ini, Arief juga seorang dokter spesialis mata bagian sub-spesialis vitreoretina di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung. 

Baca Juga: Kesenian Tradisional Menghadapi Tantangan Berat Karena Arus Globalisasi
Membincangkan Dinamika Hukum Indonesia dan Langkah Terjal Hukum Perdata Internasional
Menghapus Stigma Negatif Stunting: Tantangan dan Solusi Masyarakat

Tantangan di Era Disrupsi Digital

Perguruan tinggi juga sebagai gudangnya orang-orang terdidik dan terampil. Institusi ini menghadapi tantangan di bidang serapan lulusannya dalam mengakses lapangan pekerjaan. Di era disrupsi teknologi digital ini, tantangan perguruan tinggi semakin meningkat karena ada banyak jenis-jenis pekerjaan yang diambil alih robot atau teknologi. 

Fajar Harry Akbar, Indra Aditya, dan Rachmat Ramdani dari Universitas Singaperbangsa Karawang, mengkaji masalah tantangan perguruan tinggi di era teknologi digital dalam jurnal ilmiah berjudul “Tantangan dan Peran Perguruan Tinggi di Indonesia dalam Menghadapi Era Disrupsi Kompetensi Tenaga Kerja”. 

Para peneliti membeberkan data Badan   Pusat   Statistik (BPS) terkait pengangguran di Indonesia dari tahun 2015 – 2018 yang tidak pernah kurang dari tujuh juta orang. Permasalahan pengangguran sudah mengakar dan menjadi hal yang kompleks dengan segala penyebabnya. 

Sementara sektor industri bergerak begitu cepat, era baru telah berkembang yang dikenal dengan era revolusi industri 4.0. Digitalisasi berbagai sektor menjadi ciri era industri baru ini. 

“Transformasi pekerjaan mulai bermunculan beberapa jenis pekerjaan sudah tergantikan dengan beberapa teknologi, yang didominasi oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence,” ungkap para peneliti. 

Penelitian ini menyatakan, keberlangsungan sumber daya manusia terancam oleh kemunculan artificial intelligence. Teknologi artificial intelligence dapat melakukan banyak pekerjaan yang selama ini dilakukan manusia. 

“Jika sebelumnya tanpa dominasi artificial intelligence saja pengangguran masih belum teratasi, lantas hal ini menambah permasalahan penyerapan tenaga kerja,” paparnya. 

Dominasi artificial intelligence semakin mengancam dengan telah mengambil alih beberapa pekerjaan yang bisa diotomatisasi. Pada negara-negara maju di dunia lebih dari 25 persen diperkirakan artificial intelligence akan mengambil alih pekerjaan yang biasa dilakukan manusia. Hal tersebut tertera pada laporan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Berdasarkan temuan survei terdapat pekerjaan yang dapat dengan mudah diotomatisasi mencapai 27 persen angkatan kerja. 

Di sisi lain, para peneliti mencatat Kemendikbud Ristek mengakui ketertinggalan lulusan perguruan tinggi dari kebutuhan dunia kerja saat ini. Perkembangan teknologi industri yang begitu pesat membuat Kemendikbud Ristek kesulitan dalam mengembangkan kurikulum dan beradaptasi. 

“Ketertinggalan inilah yang menjadi sebab selama ini lulusan perguruan tinggi masih menganggur dan menyebabkan terciptanya pengangguran terdidik,” tulis para peneliti. 

*Kawan-kawan yang baik silakan menengok artikel-artikel lainnya tentang seni tradisional dalam tautan ini

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//