PKBI Jabar Setia di Jalan Pemenuhan Hak-hak Kesehatan Reproduksi Kelompok Rentan
PKBI Bandung bertahun-tahun memberikan edukasi dan pelayanan kesehatan reproduksi. Erat terkait dengan pencegahan HIV, kehamilan remaja, dan kekerasan seksual.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah12 Oktober 2024
BandungBergerak.id – Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Barat sejak lama konsisten memberikan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi secara komprehensif. Lembaga kesehatan nonpemerintah ini memberdayakan kelompok rentan, antara lain Orang yang Hidup dengan Human Immunodeficiency Virus (OHHIV).
Terbaru, PKBI Jabar bekerja sama dengan Tim Dosen Pengabdian Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) untuk menggembangkan logoterapi, terapi nonmedis menggunakan unsur kesehatan mental bagi OHHIV. Logoterapi bertujuan meningkatan motivasi para penyintas HIV agar mereka tabah dalam melanjutkan kehidupan.
Logoterapi memusatkan pada penggalian makna kehidupan sekaligus memaknai penderitaan. Viktor Emil Frankl neurolog dan psikiater asal Austria yang pertama menemukan logoterapi.
Dosen Tim Pengabdian Masyarakat Unpar Ester mengatakan, logoterapi dikembangkan dalam beberapa tahap, antara lain relaksasi. Relaksasi penting bagi penyintas supaya tidak larut dalam penderitaan. Penyintas diharapkan nyaman dengan dirinya sendiri.
Logoterapi bisa diterapkan pada berbagai subjek OHHIV, mulai dari remaja hingga kalangan ibu rumah tangga. Di Kota Bandung jumlah kasus HIV dari tahun 1991 sampai 2021 sebanyak 5.843 subjek. Dari data tersebut, tidak sedikit kalangan ibu rumah tangga yang harus hidup dengan HIV.
Titeu Herawati dari PKBI Jabar mengatakan, logoterapi bisa dilakukan pada berbagai kalangan termasuk remaja. Terlebih remaja saat ini lebih peduli terhadap isu kesehatan mental.
Titeu menyebut program logoterapi juga akan mondorong OHHIV untuk menjalani hidup secara mandiri dan berdaya. Salah satu dampaknya, mereka akan patuh terhadap obat HIV, antiretroviral (ARV) yang mesti diminum seumur hidup.
“Mereka sehat secara mental mereka punya semangat, harus punya motivasi untuk hidup dan otomatis patuh pada obat,” kata Titeu, saat ditemui di PKBI Jabar, Bandung, Jumat, 11 Oktober 2024.
Baca Juga: Memahami Hak Kesehatan Seksualitas dan Reproduksi sebagai Jalan Mengurangi Kasus Kekerasan Seksual
Rendahnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi di Indonesia Mendorong Tingginya Kasus Pernikahan Anak
Pendidikan Seks Terganjal Tabu, Berpengaruh terhadap Kesehatan Reproduksi
PKBI Bandung dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Organisasi masyarakat sipil di bidang kesehatan ini berdiri sejak 1957 dimotori oleh dokter dan tenaga kesehatan yang peduli isu kependudukan. Titue mengatakan, setelah isu kependudukan terakomodir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Indonesia, PKBI kemudian berkembang pada isu hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi.
Di Jawa Barat PKBI dirintis tahun 1961, dilansir dari Impact Plus, kegiatan utama PKBI di awal berdirinya adalah penyuluhan tentang perkawinan, kehamilan, dan persalinan. PKBI di Jabar menjalankan beberapa program, antara lain KB, kesehatan reproduksi, penanggulangan HIV dan AIDS, dan pengembangan masyarakat.
PKBI Jabar dibentuk dengan wilayah kerja di Kota Bandung dan sekitarnya. Melayani kegiatan pendampingan, konseling, pelayanan medis HIV, ARV, dan IMS melalui Klinik Mawar. Saat ini, Klinik Mawar kurang lebih telah melayani terapi ARV pada tiga ratus pasien OHHIV.
“PKBI ini komprehensif mulai pencegahan sampai pelayanan. Pokoknya siklus hidup dari lahir sampai lansia. Kita punya klinik yang besarnya di kesehatan reproduksi,” ujar Titeu.
PKBI Bandung juga memiliki fokus pada kesehatan reproduksi remaja melalui program kemitraan. “Jadi kita melibatkan remaja secara berarti meaningfull movement. Dari mulai desain dan lainnya, tapi tetap berkolaborasi dengan orang dewasa,” beber Titeu.
Titeu menegaskan, setiap remaja berhak mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi yang terkait erat dengan kehamilan tidak diinginkan, serta kekerasan dan pelecehan seksual.
“Jangan sampai remaja kita tereduksi masa depannya, hanya karena tidak memahami kesehatan reproduksi dengan baik. Kita pengin menepis itu,” terang Titeu.
*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Kesehatan Reproduksi