Orang-orang Muda Menggali Masalah yang Menghantui Kota Bandung
Kota Bandung menghadapi hajatan politik Pilwalkot Bandung 2024. Kota ini memiliki segudang masalah yang belum tergarap.
Penulis Pahmi Novaris 16 Oktober 2024
BandungBergerak.id - Kota Bandung yang dikenal sebagai pusat pendidikan dan ekonomi kreatif di Indonesia, kini dihadapkan dengan berbagai tantangan serius yang mengancam keberlanjutan dan kualitas hidup warganya. Bahkan ada julukan satire untuk kota berpenduduk 2,5 juta jiwa ini, yaitu Gotham City—sebuah kota kusut dan suram di film Batman.
“Satu kata untuk Kota Bandung adalah Gotham. Kota ini mengalami maraknya aksi kriminalitas, kemiskinan, dan kurangnya lapangan pekerjaan,” kata Tama Mahardika, pengelola komunitas Bangun Bandung, di acara Dialog Publik tentang permasalahan Kota Bandung di Universitas Islam Bandung (Unisba), 15 Oktober 2024.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, ada 116 ribu warga Kota Bandung yang menganggur, 40 persen di antaranya adalah gen Z. Kota Bandung berada di urutan keenam dalam hal pengangguran se-Jawa Barat.
“Bandung juga mencatatkan rekor tertinggi dalam hutang pinjaman online,” tambah Tama Mahardika.
Berbagai masalah sosial ini disertai dengan upah yang dianggap belum layak, ketimpangan kesejahteraan, dan penggusuran yang terus berlanjut. “Angka kriminalitas di Bandung tidak pernah kurang dari 2.000 kasus per tahun,” jelas alumnus Unpad ini. Hal ini menciptakan rasa ketidakamanan di kalangan warga, terutama orang-orang muda yang seharusnya menjadi aset utama kota.
Korupsi
Korupsi di kalangan pejabat Kota Bandung semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap pemerintah. Belum lama di ingatan warga, kasus suap terkait proyek Bandung Smart City menjerat Wali Kota Bandung Yana Mulyana; ia divonis empat tahun penjara. Berikutnya masih dalam kasus yang sama, Sekda Kota Bandung Ema Sumarna pun ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
“Ema diduga menerima aliran dana dari suap pengadaan CCTV dan ISP,” ungkap Tama Mahardika.
Korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga berdampak pada kualitas layanan publik. Warga merasa frustasi ketika dana yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat justru disalahgunakan.
“Kita harus berani menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah,” kata Tama Mahardika, menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi penggunaan anggaran.
Isu Lingkungan dan Tata Ruang
Kondisi lingkungan di Bandung juga mengkhawatirkan. TPA Sarimukti Bandung mengalami kelebihan kapasitas hingga delapan kali lipat, dan Sungai Cikapundung dipenuhi sampah dengan satu ton limbah terdeteksi setiap harinya.
“Kita perlu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah dan menjaga kebersihan lingkungan,” ujar Tama Mahardika.
Sungai Cikapundung, yang dulunya menjadi ikon keindahan alam Bandung, kini berubah menjadi tempat pembuangan sampah. Menurut Tama, perlu ada program kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat untuk membersihkan dan menjaga kebersihan sungai.
Masalah tata ruang kota Bandung juga menjadi sorotan. Data dari Dinas Perhubungan Kota Bandung menunjukkan bahwa 90 persen warga terpaksa menggunakan kendaraan pribadi, menjadikan Bandung sebagai kota termacet di Indonesia. Survei Indeks Liveable City 2023 menunjukkan bahwa infrastruktur jalan belum memadai, penggunaan kendaraan pribadi yang tinggi, dan ketidakteraturan di ruas jalan adalah beberapa faktor penyebab kemacetan.
Kondisi ini berlanjut dengan infrastruktur kota yang belum memadai, seperti fasilitas halte dan trotoar yang tidak berfungsi semestinya. “Pembangunan TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) belum berjalan, dan ruang resapan air serta kolam retensi yang belum optimal menyebabkan banjir,” tambahnya.
Banjir menjadi masalah yang terus berulang terutama di musim hujan. Menurutnya, Bandung membutuhkan sistem drainase yang lebih baik dan berkelanjutan.
Peran Orang Muda dalam Perubahan
Tama juga menyoroti peran orang-orang muda Bandung dalam menciptakan perubahan. Ia mengajak orang-orang muda untuk aktif terlibat dalam proses politik. “Kita harus menjadi pemilih rasional. Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepada kita, tapi tanyakan apa yang bisa kita berikan untuk negara,” kutipnya, dari John F. Kennedy.
Bandung saat ini menyongsong Pilwalkot. Untuk itu diperlukan partisipasi aktif warga dalam menentukan pemimpin Bandung. “Jangan golput, karena suara kita sangat menentukan kualitas pemimpin yang akan memimpin Bandung,” tegasnya. Dalam hal ini, orang-orang muda harus menyuarakan aspirasi mereka, terutama terkait masalah yang langsung mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Suara Difabel, Kesenian Lokal, dan Pendidikan
Narasumber lainnya di diskusi publik adalah Awla Rajul, jurnalis BandungBergerak. Ia menilai Kota Bandung telah mengalami perubahan besar dalam hal pembangunan. Dampaknya, kota ini menjadi semakin panas dan dirundung banyak masalah.
“Satu kata untuk Bandung adalah panas. Kota ini identik dengan romantisme, tetapi sekarang banyak masalah yang mengganggu,” ujarnya.
Kota Bandung bahkan jauh dari kata inklusif, setara bagi semua golongan. Contoh, suara-suara dari kaum difabel belum terkelola dengan baik. “Akses fasilitas umum untuk kawan difabel masih sangat minim,” ujar Awla Rajul.
Kota ini pun belum melayani kelompok-kelompok terpinggirkan lainnya, misalnya kesenian daerah atau tradisional yang kian memudar. “Kita harus memperhatikan ruang hidup yang semakin terpinggirkan, banyak titik api yang masih berkonflik dan beberapa terlupakan,” tambahnya.
Menurutnya, kesenian seharusnya menjadi bagian dari identitas kota, tetapi kini justru banyak seniman lokal yang kesulitan menunjukkan karya mereka karena kurangnya dukungan dan wadah untuk berekspresi.
Belum lagi dengan masalah pendidikan. Kualitas pendidikan di Kota Bandung tidak merata, bahkan masih ada sekolah yang harus numpang di gedung sekolah lain. Ditambah dengan penataan kawasan yang belum memadai, banyak kasus penggusuran yang terjadi, sementara pengemis, pengamen, dan eksploitasi anak terlihat di berbagai sudut kota.
Awla menekankan bahwa pemerintah harus memberikan porsi pembangunan kepada orang-orang ahli di bidangnya, bukan pada pihak yang tidak memiliki kompetensi. Dia pun berharap orang-orang muda untuk lebih aktif dalam advokasi isu-isu pendidikan dan sosial di Kota Bandung.
Baca Juga: Menanti Langkah Elite-elite Politik untuk tidak Menggunakan Politik Identitas di Pemilu 2024
Masa Depan Politik Indonesia dalam Bayangan Politik Dinasti, Mahasiswa Menjadi Oposisi
Politik Baperan: Personalisasi Politik dan Warisan Feodalisme
Menatap Masa Depan Bandung
Kota Bandung kini berada di persimpangan. Dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi, semua pihak, terutama generasi muda, diharapkan dapat berkontribusi dalam menciptakan solusi.
“Siapa pun yang memimpin Bandung harus bisa merangkul semua lapisan masyarakat,” tegas Tama Mahrdika. Dalam konteks ini, pemilih cerdas diharapkan untuk mempertimbangkan rekam jejak calon pemimpin secara mendetail. “Kita tidak bisa hanya melihat satu paslon, tetapi harus menilai semua calon dan wakil mereka,” tegasnya.
Masyarakat juga diharapkan terus bersuara dan berpartisipasi aktif dalam membangun kota yang lebih baik. “Kita harus bersatu dan berkolaborasi untuk menciptakan Bandung yang lebih baik,” tambah Awla Rajul.
Dialog publik ini menunjukkan bahwa harapan akan perubahan dan perbaikan di Kota Bandung semakin menguat. Masyarakat diharapkan untuk terus bersuara dan berpartisipasi aktif dalam membangun kota yang lebih baik, mengingat masa depan Bandung ada di tangan generasi muda yang akan datang. Dengan kesadaran dan tindakan kolektif, Bandung dapat bertransformasi menjadi kota yang lebih baik, lebih aman, dan lebih sejahtera bagi semua warganya.
*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Pilkada 2024