Lenggak-lenggok Model dari ISBI Bandung, Sebuah Fashion Show di Pasar Kosambi untuk Mengenalkan Seni Batik
Mahasiswsi dari ISBI Bandung memamerkan busana batik cirebonan di antara los-los Pasar Kosambi. Mengenalkan filosofi pemakaian busana batik.
Penulis Prima Mulia27 Oktober 2024
BandungBergerak.id - Empat orang mahasiswi jadi model dadakan untuk memperagakan busana hijab karya dosen dan mahasiswi Program Studi Tata Rias & Busana Fakultas Seni Rupa & Desain ISBI Bandung di Pasar Kosambi, 23 Oktober 2024. Peragaan busana dengan tajuk Perpustakaan ISBI Literacy Fair ini turut menghibur para pedagang pasar.
Mereka bergantian berpose dan melenggok di lorong-lorong The Hallway Pasar Kosambi. Turun satu lantai ke area pasar tradisional. Berjalan di antara buah dan sayuran, lalu diam bergaya dekat los bumbu dapur dan produk basahan.
Beberapa kali rekan sesama mahasiswi membantu menghapus keringat dan memperbaiki tata rias wajah kawan mereka yang jadi model. Suhu udara di pasar yang ada di lantai dasar itu panas dan lembap. Lorong pasar yang sumpek dengan aroma khas yang cukup menyengat jadi catwalk pameran busana hijab chic buah karya sang pendidik dan anak-anak didiknya.
Sejumlah pedagang pasar senyum-senyum sambil melihat dua orang model bergaya di antara lapak-lapak dagangan mereka. "Eta teh artis kitu? Meuni diriung bari dipotoan (Itu artis gitu? Sampai dikerumuni sambil difoto-foto)," kata seorang pedagang.
Wanita pedagang yang lapaknya sempat dipakai untuk lokasi berfoto bertanya pada seorang dosen yang mendampingi. "Bu itu harga pakainnya berapa? Di kisaran 400 ribuan (rupiah)?”
"Belum dapat bu, jika dijual itu bisa diatas satu juta Rupiah, hanya busananya saja," jawab Djuni, dosen Prodi Tata Rias & Busana FSRD ISBI Bandung.
Busana hijab dengan paduan warna-warna coklat dan putih. Busana di bagian lengan dan tubuh penuh dengan motif flat design Singabarong di atas batik kain berwarna ungu. Motif batik Singabarong ini muncul dengan warna-warna berani khas batik pesisir utara Jawa, padanan warna merah, kuning, dan putih, hasil teknik printing, pewarnaan, dan pemilinan kain batik berkali-kali yang cukup rumit. Untuk beberapa busana dilengkapi dengan vest di mana motif batik Singabarong hadir dalam bentuk bordir.
Singabarong sendiri adalah motif batik Cirebonan yang terinspirasi dari kereta kuda Keraton Kasepuhan yang dinamai Singabarong, dibuat pada abad ke-16. Motif batik tradisional ini merupakan jenis motif batik keraton, jadi secara etika hanya boleh digunakan oleh kalangan keraton saja, dulunya. Saat ini banyak kain batik Singabarong dijual di pasar-pasar, toko, atau di platform belanja online.
Jadi warga bebas-bebas saja memakai batik dengan motif tradisional Singabarong tanpa tahu sejarah dan adab penggunaanya. Dengan latar inilah Djuni bersama sejumlah mahasiswi di Prodi Tatar Rias & Busana FSRD ISBI Bandung melakukan riset mendalam tentang motif batik tradisional Singabarong.
Singkat cerita, motif Singabarong mereka reka ulang dalam bentuk flat design berdasarkan riset yang mereka lakukan. Flat design adalah penciptaan desain yang lebih minimalis, simple, dan enak dipandang mata. Salah satu contoh jika batik tradisional yang tadinya rumit dan sarat makna grafiknya, dibuat jadi lebih sederhana dengan pemanfaatan bentuk geometris, warna, dan ruang-ruang kosong.
Baca Juga: Harum Roti dari Lorong Kopo
Ujang Itok di Sepetak Sawah Terakhir Cigondewah
Sidak Panik Sampah Organik Astanaanyar
"Saya itu suka miris ya lihat orang-orang pakai busana dengan motif batik tradisional Singabarong tapi dipakainya sembarangan, malah ada juga yang jadi motif di baju daster, kan etikanya nggak seperti itu ya jika yang dipakai adalah motif tradisional Singabarong," terang Djuni.
Hal itulah yang menjadi dasar acara ISBI Bandung ini, yang diawali dengan riset tentang motif batik keraton asli Cirebon. “Supaya bisa digunakan oleh siapa saja dan dimana saja maka kami membuat motif Singabarong dalam bentuk flat design," jelas Djuni.
Riset dan penciptaan motif flat design Singabrong ini melibatkan 12 orang mahasiswi semester tujuh dan dosen, serta mahasiswi semester lima.
"Banyak yang bisa kami pelajari, semuanya dari nol. Untuk bikin desain dan pola busana kita jadi bisa menentukan alur produksinya, semua tersusun dari mulai bikin desain, membatik, bikin pola, dan jahit. Setelah beberapa desain lalu asistensi dengan dosen, begitu juga untuk bahan busana yang akan dipakai ada asistensi dengan dosen," kata Ghaida Khairunnisa (20 tahun), mahasiswi semester lima Tata Rias & Busana FSRD ISBI Bandung.
Dengan flat design, motif Singabarong tradisional yang semula sakral dan harus digunakan di tempat dan kalangan tertentu saja, kini bisa digunakan masyarakat umum dalam suasana yang lebih informal dan sentuhan lebih modern tanpa harus kehilangan makna dari grafik dasar desain batik itu sendiri.
*Kawan-kawan yang baik bisa mengunjungi karya-karya lain Prima Mulia atau artikel-artikel lain tentang Mahasiswa