• Berita
  • Atap Galeri Pusat Kebudayaan Bandung Runtuh, Peristiwa Ini Pernah Terjadi Sebelumnya

Atap Galeri Pusat Kebudayaan Bandung Runtuh, Peristiwa Ini Pernah Terjadi Sebelumnya

Peristiwa ini terjadi di saat sedang berlangsung pameran. Tiga orang mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Ruang utama gedung Galeri Pusat Kebudayaan (GPK) di Jalan Braga Naripan, Bandung ambruk, Senin, 28 Oktober 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah29 Oktober 2024


BandungBergerak.id – Ruang utama gedung Galeri Pusat Kebudayaan (GPK) di Jalan Braga Naripan, Bandung ambruk, Senin, 28 Oktober 2024. Peristiwa nahas di bangunan cagar budaya ini terjadi sekitar pukul 17.30 WIB. Tiga orang mengalami luka ringan. Mereka adalah pengunjung pameran, penjaga pameran dan rekannya. Korban kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Bungsu Bandung. 

Robohnya bagian atap gedung yang sebelumnya bernama Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK) tersebut bukan kali ini saja terjadi. Tahun 2016 atap bagian belakang gedung yang sama juga pernah ambruk. Peristiwa ini memicu protes para seniman Bandung. 

Pantauan BandungBergerak Senin malam, petugas menutup ruangan GPK dengan tali pembatas. Bagian luar gedung utama GPK memang terlihat masih utuh. Namun ketika melihat dari jendela, di bagian dalam tampak tiang-tiang atap dan genting yang runtuh berserakan memenuhi ruangan. Beberapa ruangan di Gedung Galeri Kebudayaan yang tidak terdampak masih difungsikan.

Saat kejadian, GPK sedang menjalankan agenda rutin pameran, yakni pameran pameran tunggal Ar. Soedarto berjudul Enigma of Life atau teka-teki kehidupan. Pameran karya-karya pelukis bergaya abstrak ini berlangsung sejak tanggal 25 sampai 30 Oktober 2024. 

Kurator Galeri Pusat Kebudayaan Isa Perkasa mengatakan, pihaknya terpaksa menghentikan jalannya pameran karena insiden ini. Menurut Isa, atap gedung roboh secara tiba-tiba. Sebelum roboh, pengelola sering mendapati kebocoran ketika terjadi hujan deras. Padahal atap tersebut telah mengalami renovasi atau pembenahan. 

“Pembenahan, renovasi sudah beberapa kali. Gedung ini sudah ada sejak zaman Belanda, keasliannya masih dijaga,” kata Isa Perkasa.

Insiden ini pun mengganggu agenda GPK yang sudah dijadwalkan. Selain pameran tunggal Ar. Soedarto, ada juga pameran para seniman muda Bandung dan Eropa yang akan digelar 3 November 2024.  

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jabar Benny Bachtiar mengatakan kejadian ini akan segera dibahas dalam rapat pimpinan. “Saya belum bisa berbicara banyak soalnya saya sedang bertugas di Pangandaran masih menunggu laporan lengkap dari UPTD yang menanganinya,” ujar Benny, saat dikonfirmasi BandungBergerak, Selasa, 29 Oktober 2024. 

Sementara itu, dalam keterangan resminya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat menyatakan, pihaknya akan segera mengambil tindakan menyusul tragedi robohnya atap Gedung Pusat Kebudayaan. Tiga korban mengalami luka ringan juga telah menjalani perawatan di rumah sakit terdekat.

Disparbud Jabar menduga, atap gedung yang roboh disebabkan karena bangunan gedung memang berusia cukup tua. Meski demikian, awalnya tidak ada tanda-tanda kerusakan sehingga Gedung Pusat Kebudayaan tetap ramai dipergunakan sebagai lokasi pameran dan pertunjukan seni lainnya.

"Dugaan sementara karena bangunan ini sudah tua usianya," kata Plh Kadisparbud Jabar Yuke Mauliani Septina. 

Menyusul kejadian ini, segala bentuk aktivitas di ruang galeri Gedung Pusat Kebudayaan akan dihentikan untuk sementara waktu. Namun musibah tersebut tidak mempengaruhi jalannya kegiatan di ruang pertunjukan, karena berbeda lokasi bangunan.

Baca Juga: Pameran UP Instant: Membingkai Ingatan dalam Selembar Foto Wajah
Pameran Seni Menolak Genosida Israel di Tanah Palestina
Konsorsium Bandung Menyongsong Pameran Buku Patjar Merah

Ruang utama gedung Galeri Pusat Kebudayaan (GPK) di Jalan Braga Naripan, Bandung ambruk, Senin, 28 Oktober 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)
Ruang utama gedung Galeri Pusat Kebudayaan (GPK) di Jalan Braga Naripan, Bandung ambruk, Senin, 28 Oktober 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Terulang Lagi

Peristiwa serupa pernah terjadi pada 13 Juli 2016 di mana sebagian atap gedung berarsitektur klasik ini juga roboh. Kali ini menimpa bagian belakang gedung. 

Seminggu kemudian para seniman Bandung memprotes, menggelar aksi, dan menggalang petisi agar pemerintah daerah melindungi gedung-gedung seni dan budaya di Kota Bandung. Mereka juga menuntut segera perbaikan terhadap bangunan-bangunan cagar budaya yang terbengkalai.  

Diketahui dalam fasad gedung cagar budaya GPK tertulis bahwa Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan ini dibangun pada 1930 oleh G.J Bel, sesuai dengan perda No 19 tahun 2009. Disebutkan pula bahwa Tahun 1930an gedung ini sering dipakai rapat oleh tokoh-tokoh pergerakan seperti Bung Karno. 

Agam Gumelar, dkk dalam artikel ilmiah Seminar Nasional Senada berjudul Pendekatan Metode Adaptive Re Use sebagai Upaya Keberlanjutan Bangunan Kolonial Studi Kasus: Bangunan Yayasan Pusat Kebudayaan (2013), mengatakan gedung tersebut memiliki peran penting perjuangan kemerdekaan dan perkembangan kebudayan Indonesia. 

Gedung ini sempat dipakai oleh tokoh pers nasional Raden Mas Tirto Adhi Soerjo menjadi kantor redaksi Medan Prijaji pada tahun 1907 dan menjadi ruang aspirasi bumiputera di masa Hindia Belanda. 

“Setelah enam tahun berdiri, surat kabar ini mengalami penurunan setelah Tirto dipenjara karena tulisan-tulisannya yang dianggap merugikan pemerintah kolonial,” demikian kata Akademisi jurusan Arsitektur Itenas Bandung, sebagaimana diakses BandungBergerak Selasa, 29 Oktober 2024. 

Pada masa Hindia Belanda, gedung ini milik Mr. Busye, pengusaha sarana pertunjukan seperti bioskop di Kota Bandung. Nama gedung dikenal sebagai Ons Gencogen atau Stitching Cultureel Centrum.

Agam Gumelar menyebut selama pendudukan Jepang, gedung ini dimanfaatkan sebagai pusat penerangan dan propaganda. Di zaman revolusi, bangunan ini kemudian dimanfaatkan kembali oleh Belanda sebagai tempat pertemuan reaksi dan hiburan. 

Setelah proklamasi kemerdekaan, Ons Gencogen atau Stiching Cultureel Centrum dinasionalisasi dan namanya menjadi Yayasan Pusat Kebudayaan di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Gedung ini ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan Keppres no.32 tahun 1979 pada tanggal 29 Oktober 1994.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Pameran Seni

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//