SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #44: Oto Iskandar di Nata sebagai Ketua PERSIB tahun 1938-1939
Oto Iskandar di Nata memimpin Persib selama 13 bulan (25 Februari 1938-18 Maret 1939). Ia menjadi sasaran kritik Persibman akibat perseteruan Parindra dengan Persib.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
29 Oktober 2024
BandungBergerak.id – Fakta-fakta lain yang saya temukan dari sepak terjang Sipatahoenan adalah keterlibatan pengurus pusat Paguyuban Pasundan sekaligus direksi dan redaksi Sipatahoenan menjadi pengurus Persib. Oto Iskandar di Nata yang notabene Ketua Pengurus Pusat Paguyuban Pasundan merangkap direktur Sipatahoenan antara 1938 hingga awal 1939 dipercaya menjadi Ketua Umum Persib. Sementara Mohamad Koerdie, pemimpin redaksi Sipatahoenan, dan Bakrie Soeraatmadja, mantan pemimpin redaksi Sipatahoenan, sebagai komisaris Persib.
Berita pertama yang menunjukkan hal itu, saya temukan dalam Sipatahoenan edisi 26 Februari 1938. Di situ ada berita singkat bertajuk “Persib Ngadaoen Ngora” (Persib memperbaharui diri). Di paragraf pertama tertulis, “Peuting tadi Persib ngajakeun koempoelan taoenan, tempatna di Gedong Himpoenan Soedara. Di antara poetoesan-poetoesanana anoe penting nja eta robahan pangoeroes” (Tadi malam Persib mengadakan rapat tahunan, tempatnya di Gedung Himpoenan Soedara. Di antara keputusan-keputusan penting [yang diambil] adalah perubahan pengurus).
Tadi malam berarti Jumat malam, 25 Februari 1938, mengingat 26 Februari 1938 jatuh pada hari Sabtu. Adapun nama-nama pengurus baru Persib dituliskan sebagai berikut: “Noe kapilih kana Voorzitter djrg. Oto Iskandar di Nata; Vice Voorzitter djrg. Anwar Soetan Pamoentjak; Secretaris djrg. Soeprodjo; Penningmeester kosong keneh; Commissarissen para djoeragan: Mohamad Koerdie, Bakrie Soeraatmadja, A. Moenadi djeung Enoeng” (Yang terpilih menjadi ketua Oto Iskandar di Nata; Wakil Ketua Anwar Soetan Pamoentjak; Sekretaris Soeprodjo; bendahara masih kosong; para komisaris yaitu Mohamad Koerdie, Bakrie Soeraatmadja, A. Moenadi dan Enoeng).
Menurut berita, hampir semua pengurus itu baru, kecuali Soeprodjo. Selain perubahan kepengurusan, badan-badan komisi juga mengalami perubahan. Bedanya sekarang yang ada di komisi itu tidak zitting nemen dalam kepengurusan. Namun, jenis komisinya dan orang-orang yang terpilih dalam komisi-komisinya, konon, belum bisa disebutkan.
Namun, yang tidak atau belum terang dari berita itu adalah alasan dipilihnya Oto Iskandar di Nata, Mohamad Koerdie, dan Bakrie Soeraatmadja sebagai pengurus Persib. Lalu, bagaimana perkembangan Persib di bawah kepengurusan para aktivis Paguyuban Pasundan sekaligus direksi-redaksi Sipatahoenan?
Salah satu jawabannya bisa disimak dari berita “JOP Wedstrijden” (Berita Priangan, 19 April 1938). Dalam berita yang dikaitkan “dengan Congres JOP jang dilangsoengkan di Bandoeng, maka diadakannja djoega Voetbal-wedstrijd oleh JOP dan bermain dilapang Sportpark Tegallega”.
JOP atau Jasana Obor Pasoendan dalah organisasi pemuda yang bernaung di bawah Paguyuban Pasundan. Nah, untuk kegiatan hari ketiganya acara pertandingan sepak bola itu adalah pertandingan “Bond JOP contra Persib”. Di dalam berita dikatakan, “Kemarin dilangsoengkan pertandingan Bond JOP contra Persib. Kelihatan pertandingan tidak begitoe memoeaskan, sampai rust 0-1 oentoek kemenangan Persib. Tapi sampai habis waktoenjapoen tidak ada perobahan stand, tetap 0-1 djoega”.
Paragraf ini saya pikir menunjukkan eratnya hubungan antara Paguyuban Pasundan dengan Persib, sebabnya bukan saja karena para pengurus Persib dipegang pengurus Paguyuban Pasundan, melainkan memang sejak lama Sipatahoenan menjadi corong Pasundan merangkap corong Persib. Saya dapat memberikan contohnya yang paling nyata di balik “kelahiran nama Persib” dalam fusi PSIB dengan NVB baru pada 18 Maret 1934. Bahkan sebelumnya, paling tidak sejak 1932, Persib banyak memberikan ruang bagi pemberitaan klub-klub dan bond-bond sepak bola bumiputra di Bandung.
Selanjutnya di bawah kepengurusan Oto Iskandar di Nata dan kawan-kawan, pada 1938, Persib menyelenggarakan kompetisi seperti biasanya. Hal ini antara lain mengemuka dalam rubrik “Sport & Spel” dengan tajuk “Competitie Persib di Tegallega” (Berita Priangan, 12 Agustus 1938). Di situ tertera jadwal pertandingan kompetisi Persib antara tanggal 13 Agustus 1938 hingga 17 Agustus 1938. Di antaranya Sabtu, 13 Agustus 1938 yang bertanding adalah OPI 2 melawan Molto 3 dengan wasit Ismail dan untuk hari Rabu, 17 Agustus 1938 RAN 2 melawan Singgalang 2 dengan wasit Tarmidi.
Baca Juga: SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #41: Punya Percetakan Sendiri sejak 1 Agustus 1936
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #42: Ulang Tahun ke-15 dan Kunjungan Ketua Volksraad
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #43: Gedong Sipatahoenan Tahun 1939 hingga Tahun 1941
Serangan-serangan Persibman
Memasuki 1939, banyak kabar miring seputar Persib. Seorang pembaca yang mengatasnamakan Persibman dalam rubrik “Soerat Kiriman” secara berturut-turut menyerang para pengurus Persib dalam Berita Priangan edisi 10 hingga 16 Januari 1939.
Dalam serangan pertama, dengan tajuk “Persib-Parindra, Pasoendan dibawa-bawa di Parindra-Pasoendan. Persib djadi korbannja. Mana jang betoel?” (edisi 10 Januari 1939), Persibman mempertanyakan “tidak ikoetnja PERSIB didalam tournooi jang diorganiseer oleh Comite Congres Parindra”. Ia menyebutkan Persib tidak dipersalahkan, melainkan menyalahkan sikap pengurus Persib yang kebanyakannya pentolan Paguyuban Pasundan. Memang ia tidak membenarkan atau mempersalahkan, ia hanya menyertakan daftar pengurus Persib di bagian tulisan selanjutnya.
Persibman menuliskan Voorzitter Persib adalah Oto Iskandar di Nata sebagai Voorzitter Hoofdbestuur Pasoendan, Vice Voorzitter Anwar gelar Soetan Pamoentjak “seorang Indonesier toelen”, Penningmeester Marah Djani “seorang Minangkabau tetapi lebih Pasoendan dari orang Soenda sendiri, Sahabat karib, satoe goeroe dengan voorzitternja”. Sekretaris I A. Moenadi “seorang Indonesier dan tidak mempoenjai pendirian politiek”. Sekretaris II Tarmidi “lebih banjak baoe Pasoendan, istrinja boleh djadi lid PASI”. Para komisaris Mohamad Koerdie “pengemoedi trompet Pasoendan, lebih tegas Hoofdredacteur dagblad Pasoendan”. R. Bakrie Soeraatmadja “officieel anggauta Pasoendan”. Dokter Djoendjoenan Setiakoesoemah “pepentol Pasoendan”.
Persibman menyatakan enam orang pengurus Persib adalah “djagonja Pasoendan” dan dua orang “berdiri diloearnja party”. Lalu ia menduga dua orang tersebut dipengaruhi enam orang pengurus lainnya untuk tidak ikut dalam turnamen yang dihelat oleh Komite Kongres Parindra. Persibman, bahkan, menuduh tidak seia-sekatanya Paguyuban Pasundan dengan Parindra. Dengan nada lebih banyak mempersalahkan Pasundan. Di antaranya ia menyebutkan “Kembali lagi pada Pasoendan. Wektoe Parindra mengadakan receptive Perscommissie Pasoendan mengadakan lezing kasoesastran Soenda”.
Lebih jauh ia menuduh begini, “Lebih njata lagi, verslag receptive Parindra di dagblad-nja Pasoendan (Sipatahoenan) hanja sekedar dimoeatnja dalam kabar kota, tidak lebih dari 2 kolom”, sedangkan “Verslag soearanja Toean M.A. Salmoen, jang hanja dikoendjoengi oleh tidak lebih dari 23 orang, berkolom-kolom dimoeatnja”.
Dalam tulisan kedua, “Doenia Persib: Cabinet R. Oto Iskandar di Nata, - 0 Besar” (edisi 12 Januari 1939), Persibman membuat komentar atas tulisan mengenai perubahan pengurus Persib dalam organ Persib No. 1, Maret 1938. Jadi, tulisan dalam Berita Priangan kali ini memuat ulang dari organ Persib disertai komentar Persibman dan redaksi Berita Priangan. Di antaranya selain yang sudah disebutkan untuk pengurus baru antara lain ada “Elftalcommissie” (majelis susunan pemain) yang terdiri atas H. Alexa, S. Soekmadja, Aloewi, Nonod Wirakoesoemah, Joenoes Djajanegara; Competitieleider Joenoes Djajanegara; Kascommissie A.D. Ismail Sr. Tarmidi dan Amintapoera; Wasitcorps R. Enoeng, Z. Arifin, dan Salikin.
Komentar pedasnya Persibman disampaikan dengan menyatakan, “Commentaar pandjang tidak perloe. Apa jang terjapai? Nol besaar”. Demikian pula yang ditambahkan redaksi Berita Priangan sebagai catatan kaki (“Noot Red”), dengan menyatakan: “H. Alexa berhenti, Soeprodjo berhenti, Loper jang setia berhenti, Mandor lapang berhenti, langganan pada Drukkerij Soekarja berenti, PS Semeroe berhenti”.
Dalam edisi 13 Januari 1939, serangan Persibman tertuju pada artikel dalam Bondsorgaan Persib edisi Mei 1938. Dalam tulisan itu dinyatakan tentang latihan Persib A dan Persib B dan tidak ada yang mau menjadi grensechter (penjaga garis), sehingga ketua Persib Oto Iskandar di Nata menyuruh pemain cadangan Persib untuk menjadi penjaga garis, tetapi yang disuruh tidak mau. Lalu dalam tulisan disebutkan: “Voorzitter Persib lid Volksraad, lid Provincieraad berkata: Djikalau orang Persib merasa maloe oentoek menjadi grensrechter, saja akan kerdjakan pekerdjaan itoe”.
Persibman berkomentar pahit mengenai keengganannya menonton kompetisi Persib. Katanya, “Bagaimana selandjoetnja? Lebih baik adoe angkong di Gang Idjan dari pada mengoendjoengi competitie Persib, dan seperti ketika ada pertandingan PSIT Persitas-VBBO di lapang sendiri”.
Dalam edisi 16 Januari 1939, dengan tajuk “Persib Crisis, tapi masih ada harapan”, Persibman menyebutkan yang rusak di Persib adalah para pengurusnya saja, sementara para anggota dan pemain perserikatannya masih sehat. Katanya, “Mereka menoenggoe-noenggoe datangja pemimpin jg sehat dan actief. Pemimpin jang toelen sanggoep membawa Persib pada tjita-tjitanja jang loehoer dan soetji. Pada ini waktoe mereka djemoe melihat pemimpin jang hanja toelak pinggang”.
Meski demikian Persibman menaruh harapan, “Selamanja beloem kalah, selamanja ada harapan, dan kita tidak oesah poetoes asa. Toean2 Moh. Koerdie dan Bakrie berkewadjiban mengobar-ngobarkan semangatnja Persib dalam soerat chabarnja”. Atas tulisan tersebut redaksi menyatakan bahwa rangkaian tulisan dari Persibman sudah cukup, dan katanya, “Sekarang kita persilahkan Bestuur Persib mempertahankan diri djika hendak menggoenakan kesempatannja”.
Namun, sepanjang yang saya telusuri, ternyata serangan-serangan Persibman itu sama sekali tidak ditanggapi oleh para pengurus Persib. Namun, ada satu tulisan dari Tan Twan Asi (“Penjakit Lama [dalam politiek dan sport]”, Berita Priangan, 18 Januari 1939) yang mengomentari seri serangan Persibman tersebut. Ia menyatakan bahwa dia “boekan dari fihak Pasoendan, Parindra ataupoen Persib, saja ta’ akan dapat oentoeng, bila sala soeatoe dari perhimpoenan diatas mati atau moendoer keadaannja. Djoeha djanganlah diartikan bahwa toelisan ini bermaksoed mmembetoelkan sikap atau membela orang Pasoendna, baik jang ada dalam Persib maoepoen jang ada partainja sendiri”. Karena katanya baik orang Parindra maupun Oto Iskandar cs tidak terhindar dari kesalahan dalam urusan Persib.
Tan Twan Asi justru memberikan contoh keterkaitan antara olahraga, khususnya sepak bola, dengan politik. Ia memberi analogi dengan kasus yang terjadi pada Persebaya, saat Askaboel yang merupakan wethouder Gemeenteraad Surabaya dan ketua Persebaya dipecat oleh partainya (PBI). Atas pemecatan tersebut, kata Tan, “Maka PBI-ers soedah memasoekkan oeroesan partai dalam kalangan sport, dengan daja oepajanja agar t. Askaboel dikeloearkan dari Persibaja. Dan, berhasil djoega hadjatnja, sehingga di Soerabaja berdiri doea voetbalbond dari bangsa kita”.
Oleh karena itu, dalam kasus Pasoendan dan Parindra, Tan Twan Asi menyatakan “Tetapi Pasoendan poen tidak berdiri. Dan, kalau Pasoendan dipersalahkan, Parindra poen haroes dipersalahkan djoega”. Ia menyarankan agar “Kesalahan itoe haroes ditjari pada Persibman sendiri, dalam badan Persib sendiri, jah malahan kesalahan itoe haroes diselidiki dalam badan kita sendiri kita bangsa jang ingin madjoe dalam segala-galanja. Sebab kesalahan itoe hanja ekor daripada penjakit lama, penjakit jang soedah chronisch belaka”.
Masih dalam konteks tersebut, di dalam rubrik pojok “Tadi Malam” berjudul “Politiek en Sport” (Berita Priangan, 7 Februari 1939), sang penjaga rubrik, Si Ronda, memulai tulisannya sebagai berikut: “Tadi malem sesoedahnja si Ronda tjape keloejoeran ke sana en ke sini, teroes mampir disatoe restaurant, disitoe bisa denger orang jang ngobrol perkara nasib Persib”.
Si Ronda mendapati pada pertandingan Persib kontra Cirebon yang menjadi bahan gunjingan tersebut, semua pihak dari Parindra tidak hadir. Di antaranya R.M. Wezar, Ali Tirto, Rachim, tidak hadir. Kata si Ronda, “Persib tidak bersalah, apa lagi pemainnja, sama sekali tida tahoe itoe oeroesan Parindra of Pasoendan, kenapa djadi Persib jang kedjepit?” Dan katanya bila disebut boikot tidak baik. Namun, katanya lagi, “Voorzitter Persib sendiri, Mijnheer Oto Iskanar, itoe waktoe tida dateng, sebab dalam verlof, en bole djadi sampe pilihan Bestuur, tidak beroeroesan dengan Persib lagi”.
Oto Iskandar di Nata Mengundurkan Diri
Tanggal 26 Maret 1939, di Gedung Himpoenan Soedara terjadi rapat tahunan Persib. Dalam perhelatan itu, sekretaris Persib Moenadi membacakan laporan tahunan sekaligus pemilihan para pengurus Persib yang baru. Dalam kesempatan tersebut, ketua Persib yang terpilih adalah Anwar, Sekretaris I Moenadi, Sekretaris II Tarmidi, bendahara masih kosong, komisaris terdiri atas Bakrie Soeraatmadja, Joenoes Dajajanegara, Aloewi, dan Moh. Koerdie (“Persib”, Berita Priangan, 27 Maret 1939).
Pidato sekretaris Persib Moenadi pada 26 Maret 1939 dimuat dalam Berita Priangan edisi 28 Maret 1939 dengan tajuk “Verslag Tahoenan Persib”. Mengenai para pengurus, Moenadi antara lain menyampaikan “Selama tahoen 1938 Persib dibawah pimpinannja toean Oto Iskandar di Nata sebagai Ketoea …” Peristiwa lainnya disebutkan pada 1 September 1938, Soeprodjo dan H. Alexa mengundurkan diri dari Persib, dan penggantinya sementara Moenadi sebagai sekretaris dan Aloewi sebagai ketua Elftalcommissie. Tarmidi dipilih menjadi sekretaris dan Nonod serta Amintapoera berhenti. Penggantinya Arifin dan Moekrie. Posisi yang menggantikan Nonod masih kosong. Sebagai tambahan, pada Januari 1939, Soewardjo terpilih menjadi komisaris.
Adapun klub-klub yang tergabung dalam Persib antara lain ada MOLTO, SIAP, SINGGALANG, SOENDA, MERAPI, DIANA, OPI, RAN, REA, dan SEMEROE. Namun, pada November 1938, klub SEMEROE menyatakan keluar dari Persib. Ditambah klub JOP pada 7 Oktober 1938 dan Persika Lembang mengajukan permohonan untuk menjadi anggota Persib. Kemudian, antara 1 September 1938 hingga 26 Maret 1939 Persib sudah melakukan rapat sebanyak enam kali.
Moenadi juga menjelaskan asal-usul serangan-serangan terhadap Oto Iskandar di Nata. Ia menjelaskan bahwa pada 28 November 1938, Persib menerima undangan dari Comite Parindra afdeeling Persepakragaan untuk meramaikan kongres Parindra di Bandung, yang akan menyelenggarakan pertandingan pada 24 dan 25 Desember 1938, antara Persitas dan PSIT. Namun, karena adanya pertandingan PSSI Jawa Barat tanggal 15 Januari 1939 dan hubungan Persib-Persitas yang buruk, maka permintaan Parindra tidak dikabulkan Persib. Meski demikian, Persib berusaha meramaikan kongres Parindra dengan usul mengadakan bliksem-tournooi di antara klub-klub Persib atau 1-2 klub Persib dengan VBBO. Jadi kata Moenadi, penolakan Persib tidak dilandasi kebencian terhadap Parindra. Di sisi lain, usul-usul Persib pun tidak diterima oleh Parindra.
Kemudian kata Moenadi, “Selang beberapa hari sesoedah pertandingan terseboet maka moentjoellah kritikan kritikan di soerat kabar ditanda tangani oleh Persibman jang maksoednja mendjelekan nama Ketoea Persib choesoesnja dan Pengoeroes Persib oemoemnja”.
Moenadi menyambung tulisannya dengan menyatakan, “Kritiek kritiek jang sematjam ini sangatlah mengherankan: oleh karena semendjak berdirinja Persib sampai boelan Aug ’38 walaupoen banjak hal-hal jang haroes dikritiek beloem pernah terdjadi. Terlebih lebih poela jang sangat mengherankan, jaitoe doenia loear banjak jang mengatakan dan berkejakinan, bahwa sepeninggal toean-toean Soeprodjo, dan H. Alexa, Persib akan hantjoer”. Lebih lanjut, ia menulis, “Kritiek-kritiek jg sebanjak itoe oleh pengoeroes Persib tidak didjawab dengan sepatah kata djoegapoen oleh karena pengoeroes berpendirian, bahwa lebih baik diam diam akan tetapi bekerdja dengan soenggoeh soenggoeh oentoek kemadjoean Persib dari pada membalas kritiek kritek jg semata mata keloear dari kedengkian hati itoe”.
Satu hal penting lagi, ternyata Persib di bawah kepemimpinan Oto Iskandar di Nata menjadi juara PSSI Jawa Barat. Kata Moenadi, “Dengan djalan begini dan poela dengan pertolongan Toehan dan saudara jang menjinta kepada Persib, maka berhasillah Persib mendjadi kampioen PSSI Dawa Barat. Dengan tertjapainja kampioen terseboet, maka pada tg. 18-2-’39 telah diadakan sedikit perdjamoean oentoek kesebelasan Persib dan reservenja, begitoe poela pengoeroesnja di waroeng Banjoemas”.
Namun, berita yang mengejutkan dari Moenadi adalah pengunduran diri Oto Iskandar di Nata sebagai ketua Persib pada 18 Maret 1939. Kata Moenadi, “Keloearnja t Oto Iskandar di Nata sebagai Ketoea Persib. Berhoeboeng dengan banjaknja pekerdjaan jg menjebabkan beliay tidak dapat mengamat-amati dengan sepenoeh penoehnja, maka pada tg 18 Maart ’39 soedah meletakkan djabatannja sebagai ketoea dari Persib”.
Selain pidato sekretaris Persib, Berita Priangan masih memuat reportase “Rapat Tahoenan Persib” dalam edisi 3 dan 4 April 1939. Dari edisi 3 April 1939, kita tahu rapat tahunan Persib itu dibuka dan dipimpin wakil ketua Persib Anwar St. Pamoentjak. Saat pembukaan, Anwar menyatakan merasa kehilangan Oto Iskandar yang mengundurkan diri sebagai ketua Persib. Di dalam reportase disebutkan, “Setjara pemboekaan toean Ketoea memberi selamat datang pada semoea jg berhadlir, beliau membilang bahwa pada waktoe ini keilangan satoe Bapa jang berdjasa oentoek Persib, disebabkan oleh keloearnja t. Otto Iskandardinata dari kalangan Pengoeroes Persib berhoeboeng pekerdjaannja”.
Dengan demikian, dapat disimpulkan Oto Iskandar di Nata menjadi ketua Persib pada rentang 25 Februari 1938 hingga 18 Maret 1939 atau selama 13 bulan. Di masa kepemimpinannya, terjadi permasalahan antara Parindra dengan Persib, terutama berkaitan dengan kongres Parindra di Bandung. Disusul serangan-serangan kepada pengurus Persib, terutama kepada Oto pada Januari 1939. Meski demikian, di bawah kepemimpinan Oto, Persib meraih juara pada kompetisi PSSI Jawa Barat pada 5 Februari 1939, saat melawan PSIT Cirebon, sehingga dalam rubrik “Tadi Malam” berjudul “West Java Kampioen” (Berita Priangan, 6 Februari 1939) dikatakan, “Belon lama Persib dapat tjelaan dari sana sini malah banjak djoega jang pait, sekarang orang Bandoeng poedji begitoe tinggi”.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Atep Kurnia, atau artikel-artikel lainnya tentang sejarah