• Kolom
  • CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #72: Tantangan Edukasi Politik di Cicalengka

CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #72: Tantangan Edukasi Politik di Cicalengka

Edukasi politik yang terbatas membuat masyarakat sulit melihat gambaran besar tentang bagaimana kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari.

Andrian Maldini Yudha

Pegiat Literasi di RBM Kali Atas

Penyuluhan akan bahayanya politik uang di Cicalengka menjelang Pilgub. (Foto: Andrian Maldini Yudha)

18 November 2024


BandungBergerak.id – Pemilihan Gubernur (Pilgub) yang akan datang menjadi momen yang sangat penting bagi masyarakat Cicalengka. Sebagai salah satu daerah dengan tingkat populasi yang terus berkembang, Cicalengka memiliki peran yang tidak kalah strategis dalam menentukan masa depan politik dan pembangunan wilayah. Namun, menjelang Pilgub, terdapat tantangan besar yang harus dihadapi terkait dengan rendahnya tingkat edukasi politik masyarakat di Cicalengka.

Salah satu masalah utama yang menjadi tantangan terbesar adalah rendahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya proses politik. Banyak warga Cicalengka yang masih tidak tahu betul bagaimana sistem pemilihan gubernur bekerja, dan apa peran mereka sebagai pemilih. Dalam banyak kasus, warga cenderung memilih calon gubernur berdasarkan pengaruh dari lingkungan terdekat mereka, bukan karena pemahaman yang mendalam tentang visi, misi, atau rekam jejak calon yang bersangkutan.

Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya literasi politik yang memadai. Proses pemilu sering kali dianggap sebagai urusan yang terlalu rumit atau terlalu jauh dari kehidupan sehari-hari warga. Akibatnya, pemilih yang tidak memahami sepenuhnya siapa calon pemimpin yang akan dipilih, atau apa yang menjadi janji mereka, cenderung memilih dengan pertimbangan yang sangat sederhana. Tidak jarang, pilihan mereka didasarkan pada faktor emosional, seperti pengaruh dari keluarga atau teman dekat, atau bahkan iming-iming amplop.

Edukasi politik yang terbatas membuat masyarakat Cicalengka sulit untuk melihat gambaran besar tentang bagaimana kebijakan pemerintah provinsi dapat mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini sangat berbahaya, mengingat Pilgub adalah ajang untuk menentukan siapa yang akan memimpin provinsi dan membawa perubahan dalam pembangunan sosial-ekonomi, pendidikan, infrastruktur, dan sektor lainnya yang mempengaruhi kehidupan masyarakat secara langsung.

Meski ada upaya dari pemerintah untuk memberikan edukasi politik melalui berbagai kegiatan sosial dan kampanye, namun sering kali program-program ini kurang efektif dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sosialisasi politik yang diadakan terkadang hanya diikuti oleh kelompok tertentu saja, seperti mereka yang sudah memiliki kesadaran politik lebih tinggi atau mereka yang sudah mengerti tentang bagaimana politik bekerja.

Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #69: Cicalengka dan Dewi Sartika
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #70: Pasar Sehat Sabilulungan Cicalengka, Penjaga Identitas Lokal di Tengah Modernisasi
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #71: Stasiun Cicalengka, Ketika Sejarah Luruh di antara Pilar-pilar Modern

Maraknya Politik Uang Menjelang Pilgub di Cicalengka

Politik uang sudah menjadi masalah yang sulit dihindari dalam setiap pesta demokrasi, termasuk di Cicalengka. Praktik ini biasanya terjadi menjelang pemilu atau pilkada, di mana calon pemimpin atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan proses pemilu memberikan sejumlah uang atau barang kepada pemilih dengan tujuan agar mereka memilih calon tertentu. Di Cicalengka, praktik ini sering terjadi dalam skala yang lebih besar di desa-desa dan daerah pedesaan, tempat di mana tingkat ekonomi masyarakat masih relatif rendah.

Masyarakat yang terlibat dalam politik uang sering kali tidak memandang hal ini sebagai suatu bentuk pelanggaran. Sebaliknya, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar, bahkan sebagai cara untuk mendapatkan bantuan atau keuntungan materiil. Bagi mereka, politik uang adalah solusi dari masalah keseharian, terutama masalah ekonomi yang sering kali mendesak. Di sisi lain, calon yang terlibat dalam politik uang melihat ini sebagai cara yang efektif untuk menarik perhatian pemilih dan memastikan kemenangan, meskipun dengan cara yang tidak jujur.

Namun, politik uang berdampak buruk pada kualitas demokrasi itu sendiri. Pemilih yang terpengaruh oleh uang tidak memilih berdasarkan visi atau program kerja calon, melainkan berdasarkan iming-iming materiil yang diberikan. Hal ini menyebabkan sistem politik lebih banyak didominasi oleh mereka yang memiliki kekuatan finansial, bukan oleh mereka yang memiliki kapasitas dan kualitas kepemimpinan yang baik. Pada akhirnya, masyarakat akan terperangkap dalam sistem politik yang tidak berorientasi pada kemajuan, melainkan pada kepentingan sesaat.

Praktik politik uang di Cicalengka tidak hanya mengurangi integritas pemilihan, tetapi juga dapat mengarah pada ketidakadilan dalam proses demokrasi. Mereka yang memiliki lebih banyak uang cenderung memperoleh lebih banyak suara, bukan karena mereka menawarkan solusi yang tepat untuk masalah masyarakat, tetapi karena mereka mampu membeli dukungan. Hal ini merugikan calon yang berkompeten dan lebih mengutamakan visi dan misinya, namun tidak memiliki sumber daya finansial yang cukup untuk bersaing dalam hal politik uang.

Selain itu, politik uang dapat memperburuk polarisasi di masyarakat. Pemilih yang hanya memilih berdasarkan pemberian materi cenderung tidak memperhatikan masalah yang lebih besar dan lebih penting, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Ketika pemilih lebih tertarik pada uang yang ditawarkan daripada kebijakan yang akan dijalankan calon pemimpin, maka pembangunan daerah tidak akan berjalan sesuai harapan. Ini berarti bahwa pemilihan tidak akan menghasilkan pemimpin yang benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat.

Tak hanya itu, praktik politik uang juga menciptakan siklus buruk yang sulit dihentikan. Setelah pemilihan, mereka yang terpilih melalui praktik ini cenderung merasa berkewajiban untuk membayar kembali para pendukung yang telah mendukungnya dengan uang. Hal ini menciptakan ketergantungan pada uang dalam setiap proses pemilu selanjutnya, dan mempersulit masyarakat untuk memilih secara objektif dan rasional.

Walaupun politik uang merupakan pelanggaran hukum yang diatur dalam undang-undang, penegakan hukum terhadap praktik ini sering kali lemah di tingkat lokal. Di Cicalengka, seperti banyak daerah lainnya, adanya ketidakmampuan atau ketidaktegasan aparat hukum untuk menangani masalah ini membuat praktik politik uang terus berlangsung tanpa kendali. Saksi yang melihat adanya politik uang sering kali tidak berani melaporkan kejadian tersebut karena takut akan pembalasan atau tekanan dari pihak yang terlibat.

Selain itu, lembaga-lembaga yang bertugas untuk mengawasi jalannya pemilu, seperti Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu), juga sering kali kurang efektif dalam memantau dan menindak praktik politik uang yang terjadi di lapangan. Banyak kasus politik uang yang tidak sampai ke meja hijau karena kurangnya bukti yang kuat, serta ketidakmampuan aparat untuk mengungkapnya.

Hal ini diperburuk dengan kondisi sosial yang cenderung lebih menekankan pada hubungan personal dan kekeluargaan. Di Cicalengka, di mana masyarakat lebih sering berinteraksi dalam lingkungan yang sangat dekat, politik uang menjadi lebih sulit untuk dideteksi. Di beberapa desa, hubungan antarpemilih dan calon sangat erat, dan terkadang bantuan yang diberikan dianggap sebagai bentuk kasih sayang atau bantuan sosial, bukan sebagai transaksi politik yang tidak sah.

Bimbingan teknis dan edukasi politik di Cicalengka. (Foto: Andrian Maldini Yudha)
Bimbingan teknis dan edukasi politik di Cicalengka. (Foto: Andrian Maldini Yudha)

Dari Solusi ke Tindakan, Mengatasi Politik Uang

Menjelang Pilgub di Cicalengka, tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana menciptakan proses pemilihan yang benar-benar demokratis dan bebas dari praktik politik uang. Masyarakat sering kali terjebak dalam godaan uang yang ditawarkan oleh beberapa calon sebagai alat untuk memenangkan hati pemilih. Namun, untuk mewujudkan Pilgub yang adil, transparan, dan berkualitas, kita perlu bersama-sama bergerak untuk melawan praktik-praktik yang merusak tersebut.

Salah satu solusi paling fundamental untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memperkuat pendidikan politik bagi masyarakat Cicalengka. Pendidikan politik bukan hanya soal memberi tahu siapa calon-calon yang ada, tetapi juga tentang menyadarkan masyarakat akan pentingnya memilih berdasarkan visi, misi, dan rekam jejak calon, bukan berdasarkan uang yang ditawarkan. Pemerintah daerah, bersama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat, perlu bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran ini.

Melalui edukasi yang berkelanjutan, masyarakat Cicalengka akan lebih memahami hak dan kewajibannya sebagai pemilih. Mereka juga akan lebih kritis terhadap janji-janji kosong yang sering kali dibungkus dengan uang, dan bisa menilai secara objektif siapa yang layak memimpin. Dengan pendidikan politik yang baik, pemilih akan lebih cenderung memilih calon yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka, bukan karena adanya iming-iming materi.

Selanjutnya, untuk meminimalisir praktik politik uang, pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang tegas menjadi langkah yang tak kalah penting. Pengawasan terhadap seluruh jalannya pemilihan, baik oleh aparat penegak hukum, Komisi Pemilihan Umum (KPU), maupun masyarakat itu sendiri, harus diperkuat. Setiap indikasi praktik politik uang perlu segera dilaporkan dan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Selain itu, aparat penegak hukum harus bertindak cepat dan tegas terhadap pelaku politik uang, tanpa memberi ruang untuk kompromi. Penegakan hukum yang transparan dan akuntabel akan memberi pesan yang jelas bahwa politik uang tidak akan ditoleransi. Diperlukan juga transparansi dalam proses pemilu, sehingga masyarakat bisa melihat bahwa proses pemilihan benar-benar berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Pilgub di Cicalengka dapat berjalan dengan lebih demokratis, transparan, dan bebas dari praktik politik uang. Masyarakat yang teredukasi dengan baik, didukung oleh penegakan hukum yang kuat dan pemerataan ekonomi yang merata, akan mampu memilih pemimpin yang benar-benar mewakili kepentingan mereka. Sebagai pemilih yang cerdas, masyarakat Cicalengka dapat menunjukkan bahwa kualitas demokrasi tidak ditentukan oleh uang, tetapi oleh komitmen untuk memilih pemimpin yang mampu membawa daerah ini menuju kemajuan yang berkelanjutan.

* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka. Simak tulisan-tulisan lain Andrian Maldini Yudha atau artikel-artikel lain tentang Cicalengka.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//