Optimisme Panen Padi Jawa Barat Ketika Para Petani Sulit Mendapatkan Pupuk Murah
Permasalahan pupuk sudah lama dan sering dikeluhkan para petani. Kebijakan pemerintah sendiri terkadang memicu gejolak ketersediaan pupuk.
Penulis Iman Herdiana20 November 2024
BandungBergerak.id - Pemerintah Provinsi Jawa Barat optimis bisa mencapai target produksi gabah kering giling 11.084.635 ton sampai akhir 2024 sesuai yang diinginkan pemerintah pusat. Raihan hasil panen padi ini ditargetkan di tengah benang kusut ketersediaan pupuk yang sudah lama menjadi keluhan para petani.
Di balik target optimistis tersebut, para petani kerap menghadapi kelangkaan pupuk subsidi dan melambungnya harga pupuk nonsubsidi. Persoalan ini pun dialami para petani di Kabupaten Bandung, salah satu lumbung padi di Jawa Barat.
Target produksi gabah kering giling itu disampaikan Penjabat Gubernur Bey Machmudin saat meninjau panen raya di Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Senin, 18 November 2024.
Namun Bey juga menyinggung masih banyak kendala pertanian yang masih harus dijawab. Seperti saat ini petani masih mengeluh harga pupuk mahal dan stok yang kadang langka. Namun, ia mengklaim Pemda Provinsi Jabar berupaya agar nilai tukar petani terus membaik.
"Dikeluhkan petani pupuk masih sulit didapat. Kami inginkan nilai tukar petani semakin baik," kata Bey, dalam keterangan resmi.
Bey mengungkap, salah satu penyebab pupuk langka di antaranya juga disebabkan saat ini sedang transisi pemerintahan, yang mana banyak nomenklatur kementerian berubah begitu pun pemegang jabatannya. Otomatis perubahan ini berdampak pada birokrasi. Saat ini kuota pupuk nasional sebanyak 9,55 juta ton tapi baru disalurkan sekitar 5 juta ton. Selain perubahan birokrasi, persoalan lain adalah irigasi pertanian.
Masalah Pupuk di Kabupaten Bandung dan Indonesia
Permasalahan pupuk sudah lama dialami para petani, antara lain di Kabupaten Bandung. Sering kali kebijakan-kebijakan yang diterbitkan pemerintah memicu kelangkaan pupuk. Tahun 2023, para petani di Kabupaten Bandung mengalami kelangkaan pupuk karena pemberlakuan regulasi Permentan No 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan HET (Harga Eceran Tertinggi) pupuk bersubsidi di sektor pertanian dengan kebijakan-kebijakan baru yang membatasi akses petani untuk mendapatkan pupuk subsidi.
"Sebelum pemberlakuan Permentan, pada komoditi tidak dibatasi, namun sesudah ada Permentan dibatasi hanya padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, kopi, kakao dan tebu," kata Ningning Hendasah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, mengenai kelangkaan pupuk yang terjadi 2023, diakses dari laman resmi
Ningning menyebutkan, jumlah sasaran petani penerima penyaluran pupuk di Kabupaten Bandung 95.840 orang sebelum ada Permentan. Sesudah ada Permentan, sebanyak 90.055 orang atau berkurang 6,04 persen.
Baca Juga: Sektor Pertanian Jawa Barat Dianaktirikan Pembangunan, semakin Terpuruk karena Kekeringan
Sistem Pangan dan Pertanian Indonesia Semakin Rentan, Akses Warga Kian Menciut
Mengkhawatirkan Nasib Produksi Padi Indramayu di Tengah Rencana Industri Kawasan Rebana
Tahun 2023 tersebut kelangkaan pupuk terjadi secara nasional. Tria Maulia, Rifki Fathurrahman, Putri Cindy Claudia, Tumiar Sidauruk, M Taufik Rahmadi menelitinya dan mempublikasikannya dalam jurnal ilmiah Journal of Laguna Geography.
Para peneliti dari Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan ini mengidentifikasi bahwa penyebab dari kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi disebabkan oleh karena terjadinya ketidaksesuaian antara permintaan/usulan dari para petani terhadap pupuk bersubsidi dan realisasi yang dilakukan atau diberikan oleh pihak pemerintah.
“Selain itu, penyebab dari kelangkaan pupuk bersubsidi adalah mengenai kebijakan pola distribusi yaitu keterlambatan dari pendistribusian pupuk bersubsidi hingga ke tangan petani sehingga masih banyak ditemukan petani yang membeli pupuk bersubsidi tidak pada pengecer resmi,” papar Tria Maulia, diakses dari jurnal, Rabu, 20 November 2024.
Para peneliti menyatakan, kelangkaan pupuk bersubsidi di petani padi memberikan dampak pada turunnya keuntungan atau pendapatan yang akan diperoleh petani. Ketika terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi, maka para petani akan beralih pada pupuk nonsubsidi yang sangat mahal, sehingga para petani akan memperoleh modal yang cukup banyak untuk biaya pupuk. Diketahui, pupuk subsidi 150 ribu rupiah per kantong, dan pupuk nonsubsidi bisa mencapai 500 ribu rupiah per kantongnya.
Penelitian lain terkait pupuk menyoroti masalah pengawasan terhadap pengadaan dan distribusi pupuk subsidi. Aida Ratna Zulaiha, Rita Nurmalina, dan Bunasor Sanim dalam Jurnal Aplikasi Manajemen dan Bisnis, Vol. 4 No. 2, Mei 2018 (KINERJA SUBSIDI PUPUK DI INDONESIA) menjelaskan, subsidi pupuk merupakan salah satu jenis subsidi pemerintah yang masih dipertahankan dalam rangka peningkatan kedaulatan pangan nasional yang nilainya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Jika pada tahun 1992 anggaran negara untuk membiayai subsidi pupuk hanya sekitar 175 miliar rupiah maka pada APBNP tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi 39,48 triliun rupiah. Nota Keuangan dan RAPBN 2016 melaporkan subsidi pupuk yang disalurkan melalui BUMN produsen pupuk pada periode 2010–2014 mengalami kenaikan rata-rata 3,4 persen.
“Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan subsidi pupuk yang sudah berjalan lebih dari 50 tahun terakhir masih banyak masalah. Rachman (2009) menyoroti permasalahan utama kinerja subsidi pupuk pada sisi perencanaan, distribusi dan pengawasan, termasuk keterbatasan anggaran belanja pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan meliputi aspek teknis, manajemen dan regulasi supaya efektivitas pelaksanaan subsidi pupuk dapat tercapai,” tulis Aida Ratna Zulaiha, dkk.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain tentang pertanian dalam tautan ini