• Berita
  • Sektor Pertanian Jawa Barat Dianaktirikan Pembangunan, semakin Terpuruk karena Kekeringan

Sektor Pertanian Jawa Barat Dianaktirikan Pembangunan, semakin Terpuruk karena Kekeringan

Sejumlah daerah di Jawa Barat melaporkan krisis air bersih. Dampak paling parah terjadi di sektor pertanian yang selama ini kurang dilirik pembangunan.

Ladang mengering di sekitar Sungai Citarum di Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, 10 September 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana4 Oktober 2023


BandungBergerak.idKekeringan yang disebabkan musim kemarau berkepanjangan telah berdampak buruk pada sejumlah kawasan di Jawa Barat, terutama daerah pertanian. Pembangunan yang lebih menomorsatukan industri manufaktur membuat buruh tani semakin terpuruk dan sengsara.

Kasus kekeringan dilaporkan terjadi di sejumlah kantong-kantong pertanian di Jawa Barat, seperti Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bekasi. Laporan ini masih bersifat sementara karena setiap daerah memiliki potensi kekeringan, termasuk kawasan Bandung Raya.

Kesulitan air dialami warga Desa Cinangsi, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur. Desa ini termasuk bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Sebagian besar air permukaan di Desa Cinangsi merupakan limpasan sisa pengairan irigasi sawah. Keberadaannya berfluktuasi seiring dengan kegiatan musim tanam padi.

Air permukaan di Desa Cinangsi cukup melimpah ketika musim tanam padi, namun saat musim kemarau yang tidak bertepatan dengan musim tanam padi, ketersediaan air permukaan menurun. Dengan kondisi tersebut, masyarakat terpaksa menggunakan air sungai.

Kabar kesulitan air tersebut didapat dari tim Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melakukan pendampingan di desa tersebut. Untuk mengatasi minimnya ketersediaan air, tim LPPM ITB membuat sumur bor di sana. Dalam tim ini, dilibatkan tiga mahasiswa Rekayasa Infrastruktur Lingkungan dan seorang mahasiswa Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air untuk melakukan pengujian sampel air tanah.

“Berdasarkan hasil interpretasi geolistrik yang dilakukan pada pertengahan Juli lalu, menunjukkan potensi air tanah di desa ini hingga kedalaman sekitar 75 meter. Namun, pada saat pengeboran, sudah didapatkan air dalam jumlah yang cukup di kedalaman sekitar 50 meter, sehingga pengeboran pun dihentikan hingga kedalaman 56 meter. Proses pengeborannya dilakukan selama bulan Agustus 2023,” ujar ketua tim pengabdian Arno Adi Kuntoro yang juga dosen dari Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air ITB, dikutip dari laman ITB, Rabu, 4 Oktober 2023.

Kekeringan juga melanda lebih 620 hektare lahan pertanian padi di Kabupaten Garut. Menurut Bupati Garut Rudy Gunawan, total lahan pertanian di wilayahnya kurang lebih 22 ribu hektare. Bupati berharap musin hujan segera tiba sehingga lahan-lahan pertanian padi tidak dilanda puso atau gagal panen.

Rudy mengatakan, bulan ini merupakan masa transisi. Musim hujan diperkirakan baru akan muncul akhir Oktober nanti. Rudy menjanjikan selama masa transisi ini pihaknya memiliki program prioritas untuk memastikan lahan pertanian di Kabupaten Garut mendapatkan pasokan air yang memadai.

"Kita fokus ke arah bagaimana menyelamatkan (agar) tidak jadi puso, saya kira saya mohon informasi yang seluas-luasnya mengenai hal yang berhubungan dengan kekeringan terutama tanaman-tanaman padi," tambah Rudy, dikutip dari laman resmi, Senin, 2 Oktober 2023. 

Krisis air bersih juga melanda Kabupaten Bekasi yang sempat menjadi sorotan media nasional. Kesulitan air bersih dirasakan warga maupun lahan-lahan pertanian di kabupaten yang banyak berdiri pabrik industri itu.

Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Bekasi telah menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan sejak 14 September 2023. Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan mengatakan, pihaknya akan terus memberikan bantuan terhadap warga yang mengalami krisis air bersih dan mengatasi lahan pertanian yang terdampak kekeringan.

"Kita akan tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat. Terutama akan lebih difokuskan untuk air bersih domestik untuk kebutuhan rumah tangga," kata Dani Ramdan, dikutip dari laman resmi

Bupati menyampaikan hal tersebut usai memimpin rapat Evaluasi Tanggap Darurat Bencana Kekeringan di Gedung BPBD Kabupaten Bekasi, Cikarang Pusat, Rabu, 27 September 2023. Untuk penanganan kekeringan lahan pertanian, kata Dani, Pemkab Bekasi akan terus melakukan upaya pompanisasi, penambahan debit air, dan pembersihan saluran air.

Selain memicu krisis air bersih dan kekeringan pada lahan pertanian, musim kemarau ini juga menyebabkan kebakaran hutan di Kawasan Taman Nasional Gunung Salak, Kabupaten Sukabumi. Walaupun api berhasil dipadampan Senin, 2 Oktober 2023 lalu, kebakaran hutan ini merusak satu hektare.

Lokasi hutan yang terbakar berada di Blok Pasir Karamat, Desa Girijaya, Kecamatan Cidahu. Tidak ada korban dalam kebakaran hutan tersebut. Adapun jenis kayu yang terbakar di antaranya puspa, kisirem, cangkuang, dan andam.

Kekeringan Merugikan Kawasan Pertanian

Kekeringan berdampak besar pada kawasan pertanian. Berdasarkan data statistik, sekitar 75 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah perdesaan. Lebih dari 54 persen di antaranya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, dengan pendapatan yang relatif rendah (penelitian Siti Hapsah, Program Studi Pendidikan Geografi STKIP Bale Bandung, diakses 2023).

Salah satu daerah pertanian yang kerap dilanda bencana kekeringan di Bandung Raya adalah Kabupaten Bandung Barat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melakukan pengkajian bahaya kekeringan di Kabupaten Bandung Barat berdasarkan parameter utama meteorologi menggunakan data curah hujan bulanan (TRMM periode 1998–2014) dari sumber data NOAA tahun 1998-2015. Dari parameter bahaya kekeringan tersebut, ditentukan luas terpapar bahaya kekeringan per kecamatan di Kabupaten Bandung Barat pada 2016 seluas 120.957 hektare.

Dari data tersebut, total potensi kerugian bencana kekeringan di Kabupaten Bandung Barat adalah 1,203 triliun rupiah, jumlah penduduk yang terdampak 1.608.600 jiwa, dampak paling parah dirasakan penduduk miskin yakni 362.789 jiwa (Dokumen BNPB, diakses 2023).

Baca Juga: Jawa Barat Menghadapi Kelangkaan Petani Pangan
Empat Petani Gurem dari Garut Dituntut 6 Bulan Penjara karena Menggarap Lahan Telantar Milik PTPN VIII
Petani Kopi Gagal Panen karena Terdampak Perubahan Iklim

Pertanian masih Dianaktirikan

Pembangunan di Indonesia lebih menomorsatukan industri manufaktur ketimbang pertanian. Begitu pun di Jawa Barat yang kini memiliki kereta cepat Jakarta Bandung, bandara baru di Majalengka, dan berpindahnya pabrik-pabrik manufaktur ke kawasan Pantura yang sebenarnya lumbung padi.

Bahkan sebagian kawasan Pantura sudah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional untuk pembangunan metropolitan Rebana. Kawasan Rebana sendiri merupakan daerah penghasil utama padi. Lantas, bagaimana dengan kondisi pertanian? Selain merana karena kekeringan, sudah lama pertanian di Jawa Barat didominasi generasi tua.

Siti Hapsah dalam tulisan ilmiah berjudul "Industri Pertanian Sebagai Leading Sektor Perekonomian Nasional" mengatakan, berdasarkan pada pengalaman sejarah, telah dibuktikan bahwa empat abad yang lalu bangsa/negara kita diperebutkan dan dijajah oleh negara lain karena hasil pertanian: Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah yang tidak ada duanya, ditambah lagi dengan budaya bertani yang telah mengakar di masyarakat, membuat sektor pertanian pada saat itu menjadi andalan (leading sector) dalam perekonomian nasional. Sektor pertanian merupakan tulang punggung pembangunan nasional.

“Jika kita telaah, Indonesia mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan prioritas pada pembangunan sektor pertanian. Alasannya adalah, bahwa Indonesia yang diberi kelimpahan potensi lahan, laut dan perairan yang sangat besar. Dengan dasar bahwa manusia akan selalu mempunyai kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat,” tulis dosen Program Studi Pendidikan Geografi STKIP Bale Bandung tersebut, diakses Rabu, 4 Oktober 2023.

Namun kondisi saat ini, sektor pertanian di Indonesia terus tertinggal. Indonesia sebagai negeri agraris mulai bergeser ke sektor industri.

“Harusnya Indonesia dapat mengisi pasar global untuk produk-produk pertanian. Produk-produk yang dibutuhkan oleh negara lain, sebagian besar merupakan produk unggulan Indonesia. Misalnya saja kelapa sawit, karet, teh, unggas, susu, dll. Tetapi untuk menjadikan sektor pertanian sebagai suatu leading sector dalam proses pembangunan bukanlah hal yang mudah,” kata Siti Hapsah.

Siti menyatakan Indonesia sebagai negeri agraris telah terbawa arus modernisasi dan globalisasi. Negara lebih memprioritaskan bidang industri yang sebenarnya belum pada tahap “siap”. Upaya menuju negara industri maju tidak dibarengi dengan keadaan Indonesia. Sehingga industri yang dipaksakan berjalan “terseok-seok”.

“Boleh saja kita ikut berlomba untuk menjadikan negara kita sebagai negara industri, tapi industri yang dapat mengoptimalkan sumber daya yang telah ada, yaitu sumber daya pertanian,” ungkapnya.

* Simak tulisan-tulisan lain Iman Herdiana, atau artikel tentang Sektor Pertanian 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//