• Opini
  • 149.132 Kata untuk Bandung dan Jawa Barat, Membaca Pemetaan Pilkada dari Akun Instagram para Calon Pemimpin Daerah

149.132 Kata untuk Bandung dan Jawa Barat, Membaca Pemetaan Pilkada dari Akun Instagram para Calon Pemimpin Daerah

Analisis data gagasan para calon pemimpin daerah di pemilihan wali kota (pilwalkot) Bandung dan pemilihan gubernur (pilgub) Jabar.

Ananda Bintang Purwaramdhona

Alumnus Magister Kajian Budaya Unpad, kini sedang aktif sebagai pengajar honorer di BIPA Unpad

Gambar 1 Awan kata Pilgub Jabar dan Pilwalkot Bandung 2024. (Foto: Ananda Bintang Purwaramdhona)

25 November 2024


BandungBergerak.id – Wargi Kota Bandung beberapa hari lagi akan dihadapkan dua kali Pemilihan Umum Kepala Daerah: Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat. Pada 2024 ini, dua Pilkada itu sama-sama memberikan Wargi Bandung 4 opsi gambar untuk dicoblos pada 27 November 2024 nanti, yakni Gubernur (Paslon 1: Acep Adang Ruhiat–Gitalis Dwi Natarina, Paslon 2: Jeje Wiradinata–Ronal Surapradja, Paslon 3: Ahmad Syaikhu–Ilham Akbar Habibie, Paslon 4: Dedi Mulyadi–Erwan Setiawan) dan Wali Kota (Paslon 1: Dandan Riza Wardana–Arif Wijaya, Paslon 2: Haru Suandharu–Dhani Wirianata, Paslon 3: Farhan–Erwin, Paslon 4: Arfi Rafnialdi–Yena Iskandar Ma'soem).

Sejak penetapan pasangan calon (paslon) pada 22 September dan kampanye yang baru dimulai pada 25 September 2024, 4 Paslon Kepala Daerah Jawa Barat dan Kota Bandung mulai bergeliat memasarkan ribuan baliho di jalan-jalan. Selain di jalan-jalan, mereka juga mulai menjajakan diri di platform media sosial, khususnya di Instagram. Hal itu memberikan peluang bagi calon pemilih untuk stalking atau mengulik lebih dalam gagasan sampai program kerja apa yang hendak diberikan.

Namun masalahnya ada dua.

Pertama, apa-apa yang ditampilkan dari akun Instagram para paslon cenderung mengarah kepada hal-hal gimik alih-alih menampilkan gagasan yang sebenarnya dibutuhkan oleh para calon pemilih. Mereka kerap hanya “memoles citra” dengan beragam gimik atau guyonan yang sedang viral untuk menarik simpati para pemilihnya sesaat (baca: sebagaimana arti pesta demokrasi versi Orde Baru yang dimaknai sebagai “pesta yang memunculkan hiburan atau opium sesaat untuk masyarakat”).

Identitas yang ditampilkan para politikus tersebut menurut John Street (2004) disebut sebagai identitas politikus selebritas yang merupakan cara politikus masa kini dalam menggunakan budaya populer untuk meraup suara, atau dalam arti kata lain “politikus ngartis”. Di Indonesia, gejala tersebut dapat dilacak ketika Ridwan Kamil mencalonkan diri sebagai Wali Kota Bandung. Cara-cara itu kemudian direproduksi sampai hari ini, ketika media sosial semakin menjadi kebutuhan utama informasi meskipun di sisi lain juga jadi penyebab utama misinformasi.

Masalah kedua, calon pemilih yang disibukkan dengan pekerjaan tidak memiliki waktu untuk melihat konten atau unggahan dari para paslon karena paciweuh-nya informasi di media sosial. Belum lagi kembali ke poin pertama (ketika bukan gagasan yang diunggah para pasangan calon), hal itu akan semakin melelahkan bagi para calon pemilih untuk mengkurasi konten mana yang gimik atau gagasan dan kemudian menentukan pilihan di tengah derasnya kepalsuan yang dijual alih-alih gagasan.

Untuk itu, saya yang juga menjadi salah satu calon pemilih melakukan penarikan, pengumpulan, dan melakukan analisis data untuk melihat bagaimana para calon pemimpin daerah mengajukan gagasan –jika tidak ingin disebut sebagai janji– melalui akun Instagramnya masing-masing.

Baca Juga: Rutinitas Bus Date Kami di Bandung: Cinta Urang Beurat di Akses Transportasi PublikPelatihan UMKM oleh Tim ITB di Pangkep, Pentingnya Identitas Visual dalam Kemasan untuk Penjualan Produk

Ilusi Banyaknya Pilihan Pasangan Calon, Berbeda atau Sama Saja?

Martin Suryajaya dalam artikel yang berjudul Seni sebagai Pelarian ke dalam Kepribadian Lain: Sebuah Eksperimen Pembacaan Jauh atas Dua Marga melakukan penelitian untuk membandingkan kesamaan dan perbedaan suara dari dua heteronim dalam buku puisi Nirwan Dewanto berjudul Dua Marga. Hal yang sama coba saya lakukan kepada paslon Walikota Bandung dan Gubernur Jawa Barat dengan tahapan yang sedikit berbeda.

Untuk mendapatkan data, saya menggunakan situs scraping atau pengambilan data media sosial bernama Apify. Melalui Apify, saya dapat melakukan penarikan data dari akun-akun Instagram para paslon dari mulai caption (takarir), jumlah suka, komentar, tautan postingan, sampai lagu-lagu yang digunakan dalam video sejak penetapannya pada 22 September 2024. Data-data tersebut berbentuk Exceel yang kemudian saya pilah kembali data mana saja yang sekiranya penting untuk diketahui dan dianalisis.

Salah satu data yang akan saya bahas dalam artikel ini adalah data korpus atau kumpulan kata berjumlah besar berupa takarir dari masing-masing paslon. Takarir dipilih terlebih dahulu karena teks-teks dalam takarir dapat mengimplikasikan gagasan yang hendak dilaksanakan. Meskipun teks bisa berada pada gambar atau video, takarir masih memegang peranan penting dari mulai menarik engagment, memudahkan pencarian, sampai yang paling penting: memberikan konteks yang lebih detail dari konten yang dimuat. Untuk itu, takarir dapat menjadi gerbang awal untuk melihat gagasan atau bahkan dapat merepresentasikan gagasan berbalut konten-konten yang diunggah oleh para paslon.

Setelah memindahkan data takarir menjadi satu file teks (txt) saya kemudian mengolah data tersebut melalui dua aplikasi analisis korpus. Aplikasi pertama dilakukan melalui aplikasi Orange. Sebuah aplikasi drag and drop yang memberikan berbagai fitur analisis sampai visualisasi data digital. Aplikasi ini digunakan untuk melihat peta perbedaan dan persamaan suara gagasan yang dapat diimplikasikan melalui takarir konten masing-masing akun Instagram paslon. Sebelum melakukan analisis, saya memilah kata henti (stop words) untuk dihilangkan dalam data korpus sehingga kata-kata yang akan dianalisis merupakan kata-kata yang unik dari setiap takarir para paslon bukan kata-kata yang sering digunakan seperti kata konjungsi, preposisi, dan seterusnya (termasuk nama-nama diri dari paslon).

Gambar 2. Peta panas antara keempat Paslon Kepala Daerah Bandung dan Jabar. (Foto: Ananda Bintang Purwaramdhona)
Gambar 2. Peta panas antara keempat Paslon Kepala Daerah Bandung dan Jabar. (Foto: Ananda Bintang Purwaramdhona)

Hasilnya, tidak begitu mengejutkan. Dapat dilihat dari gambar 2, masing-masing paslon secara umum tidak menawarkan gagasan atau pesan yang benar-benar berbeda antara satu sama lain. Hal itu ditunjukkan melalui kotak yang saling dihadapkan satu sama lain –termasuk dengan dirinya sendiri– yang kemudian menghasilkan suatu gradasi warna tertentu. Semakin gelap (biru) suatu kotak berarti paslon tersebut memiliki kesamaan gagasan satu sama lain, sementara semakin terang (hijau-kuning) berarti sebaliknya.

Sementara itu, kotak besar berwarna merah di atas menunjukkan dua Pilkada yang berbeda, di pojok kiri atas merupakan Pilkada Jabar sementara di pojok kanan bawah merupakan Pilkada Bandung. Itulah yang membuat kotak-kotak di luar kotak besar berwarna merah cenderung berwarna cerah (bahkan putih) karena gagasan, fokus isu, sampai permasalahan yang jadi fokus paslon di Jabar berbeda dengan paslon di Bandung.

Menariknya, Paslon 1 Jabar menampilkan gradasi warna yang cerah meskipun masih berwarna hijau bukan putih antara paslon jabar lainnya. Kendati dapat dianggap “berbeda dengan yang lainnya”, jika dilihat lebih dekat, takarir yang ditulis Paslon 1 Jabar didominasi oleh tagar dan deskripsi yang umum dibandingkan paslon lainnya. Hal itulah yang membuat Paslon 1 Jabar “terlihat berbeda” dari paslon lainnya karena takarir yang ditulis tidak benar-benar menjelaskan konten yang diunggah melainkan hanya tagar dan seruan untuk memilih.

Selain itu, tentu saja: sekadar berbeda dan beragam bukan berarti lebih baik. Untuk itu, mari kita telaah lebih jauh. Penelaahan yang saya lakukan selanjutnya adalah melalui kata pancingan yang merujuk pada isu-isu utama yang menjadi perhatian masyarakat di Kota Bandung dan Jawa Barat. Ini penting untuk melihat seberapa sering para paslon memperbincangkan isu utama yang jadi perhatian publik. Soal janjinya ditepati atau tidak itu soal lain, tapi setidaknya kita jadi mengetahui mana paslon yang mengartikulasikan gagasannya melalui konten-konten di Instagram, sekalipun hanya konten atau gimik. Setidaknya, paling tidak, kita bisa menagih gagasan atau janji itu. Daripada paslon yang sama sekali tidak menyinggung isu-isu yang menjadi perhatian publik Bandung dan Jawa Barat.

Membaca Isu-isu Utama Kepala Daerah Kota Bandung dan Jabar lewat Korpus

Menurut data BPS yang juga sudah dijadikan artikel oleh Bandung Bergerak, setidaknya terdapat 15 permasalahan utama sejak 2019 yang menjadi penyakit akut di Kota Bandung. Ke-15 isu tersebut setidaknya dapat lebih dikerucutkan lagi ke dalam lima isu, yakni kemacetan, ekonomi, infrastruktur, lingkungan, dan birokrasi. Lima isu besar itu kemudian diberikan kata-kata yang merujuk isu tersebut sebagai kata pantik. Misalnya kemacetan: [macet, kemacetan, *transportasi*], ekonomi: [*miskin*, kerja, pekerja, buruh, pabrik, harga, beli, ekonomi,pengangguran], infrastruktur: [aman, keamanan, *pendidikan*, gratis, PKL, sehat, kesehatan, begal, infrastruktur, jalan,akses], lingkungan: [air, bersih, sampah, banjir, *banjir*, lingkungan], dan birokrasi [birokrasi, *mudah*, administratif, pungli, korupsi,transparansi,akuntabilitas]. Kata pantikan tersebut kemudian digunakan untuk mendeteksi gagasan melalaui AntConc mengenai isu utama dari keempat paslon. Hal yang sama juga saya lakukan untuk melihat permasalahan yang terjadi di Jawa Barat. Dalam artikel HUT Jawa Barat, dari Masalah Pengangguran hingga Lingkungan Menjadi Sorotan, terdapat lima isu yang menjadi masalah utama di Jawa Barat. Lima isu tersebut juga sudah tercakup ke dalam isu-isu utama yang ada di Kota Bandung sehingga kata pantik yang digunakan untuk dideteksi juga sama. Kedua pendeteksian tersebut hasilnya dapat dilihat dalam diagram 3 dan 4.

Gambar 3. Isu-isu utama paslon Bandung. Diagram dapat digunakan secara interaktif melalui tautan berikut. (Grafik oleh Ananda Bintang Purwaramdhona)

Sebelum melakukan analisis, saya hendak menjelaskan terlebih dahulu mengenai tampilan visual dari diagram di atas. Semakin kecil ukuran kata dalam diagram di atas, berarti kemunculannya semakin sedikit. Hal yang sama berlaku juga pada besaran lingkaran masing-masing kandidat. Paslon 4 memiliki diagram lingkaran yang lebih besar karena memiliki total frekuensi kata (526 kata) yang lebih besar sementara Paslon 1 lebih kecil karena total frekuensi (101 kata) yang ditulis mengenai isu-isu utama di Kota Bandung lebih sedikit dibandingkan yang lainnya.

Jika dilihat secara sekilas dan dari ukuran huruf, nampak setiap paslon memiliki beberapa fokus isu yang sama, misalnya mengenai jalan, sampah, isu kesehatan, dan ekonomi. Namun, jika dilihat secara konteks kalimat dan kedekatan makna atau kolokasi, kata “jalan” lebih sering merujuk pada arti “jalan-jalan” dibandingkan infrastruktur jalan. Keterkaitan infrastruktur jalan hanya ditulis oleh Paslon 4 Bandung yang merujuk ke penerangan jalan di Kota Bandung.

Di lain pihak, konteks kata sampah, kesehatan, dan kata-kata yang merujuk dengan wacana permasalahan ekonomi sesuai dengan harapan. Kata-kata tersebut diperbincangkan oleh para kandidat dengan menawarkan beberapa solusi. Paslon 1 Bandung misalnya mencanangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah untuk mengatasi masalah sampah, Paslon 2 Bandung lebih memfokuskan diri kepada tata kelola pemerintahan Good Governence untuk menanggulangi masalah sampah, Paslon 3 Bandung menawarkan solusi mengolah sampah dengan memberlakukan pengangkutan sampah teratur melalui KANGPISMAN, dan Paslon 4 Bandung lebih memfokuskan penanganan sampah di “hulu” dengan meningkatkan PIPPK di setiap RW.

Kendati memiliki fokus yang sama ke masalah krusial di Kota Bandung seperti sampah, kesehatan, dan ekonomi. Ada beberapa permasalahan di Kota Bandung yang di antara keempatnya luput. Semisal mengenai isu kemacetan yang meskipun di beberapa paslon muncul, jumlahnya sedikit sehingga urgensi dan komitmen para kandidat dalam memecahkan masalah kemacetan masih patut dipertanyakan kembali. Selian itu permasalahan seperti pungli sama sekali tidak disinggung oleh keempat paslon.  

Hasil yang tidak jauh berbeda juga ditunjukkan pada isu-isu utama yang diwacanakan keempat Paslon Jabar. Paslon 3 menjadi kandidat yang paling banyak menuliskan kata-kata mengenai isu-isu di Jawa Barat sebanyak 267 kemunculan kata, sementara Paslon 4 menjadi yang paling sedikit menuliskan takarir di Instagramnya dengan hanya 84 kemunculan kata.

Gambar 4. Isu-isu Utama Paslon Jabar. Diagram dapat digunakan secara interaktif melalui tautan berikut. (Grafik oleh Ananda Bintang Purwaramdhona)

Dapat dilihat dari ukuran kata, keempat paslon tersebut memiliki kesamaan frekuensi pada kata kesehatan. Jika dilihat konteksnya, kata kesehatan banyak merujuk pada gagasan yang hendak ditawarkan oleh para masing-masing kandidat. Paslon 1 Jabar misalnya memfokuskan isu masalah kesehatan dengan pemecahan masalah kesehatan mental di kalangan anak muda, Paslon 2 Jabar lebih berfokus pada pemerataan fasilitas kesehatan bagi setiap warga Jabar, sementara itu Paslon 3 Jabar memberikan rekam jejak penanganan masalah kesehatan di Depok yang akan dikembangkan di beberapa daerah di Jawa Barat, dan Paslon 4 Jabar menawarkan program Jabar Sehat Digital untuk mengatasi masalah pemerataan akses kesehatan. Jika dilihat sekilas, gambar peta panas yang menunjukkan Paslon 1 berbeda dengan yang lainnya memang dapat dilihat juga lewat gagasan yang ditawarkan. Ketiga kandidat lainnya menawarkan soal pemerataan fasilitas dan akses kesehatan, sementara Paslon 1 hanya berfokus pada kesehatan mental.

Di lain pihak, beberapa isu-isu penting seperti pengangguran, birokrasi, sampai isu korupsi tidak menjadi kata yang sering disebut oleh keempat paslon. Selain itu, isu-isu seperti begal, pungli, transparansi sampai akuntabilitas sama sekali tidak disebut oleh keempat paslon di dalam postingan Instagramnya.

Jejaring Tanda Para Paslon, Dekat dengan Siapa Saja?

Analisis terakhir yang tidak kalah penting adalah Social Network Analyisis (SNA) atau Analisis Jejaring Sosial. Analisis ini melihat kedekatan para paslon dengan instansi, media, selebritas, partai politik atau bahkan politikus lain. Hal ini penting untuk melihat kesamaan ideologi atau gagasan dengan orang-orang yang ditandai dari berbagai postingan para kandidat. Berikut hasil analisis jejaring melalui aplikasi Gephi.

Gambar 5 Jejaring Sosial Paslon Jabar. Dapat dilihat secara interaktif melalui tautan berikut. (Grafik oleh Ananda Bintang Purwaramdhona)

Dapat dilihat dari jejaring di atas, nampak adanya empat kubu berwarna beda yang merepresentasikan empat pasangan calon. Meskipun nampak berbeda, terdapat jarak yang lebih jauh di antara jejaring berwarna merah (Paslon 2 Jabar) dengan biru (Paslon 3 Jabar), hijau (Paslon 1 Jabar), dan kuning (Paslon 4 Jabar). Ini menandakan bahwa Paslon 2 Jabar kerap melakukan penandaan atau tagging yang tidak dilakukan oleh pasangan lainnya. Dengan kata lain, jejaring Paslon 2 Jabar lebih berdiri sendiri.

Selain itu, terdapat garis yang lebih tebal dibandingkan yang lainnya itu menandakan bahwa kedua akun sering melakukan penandaan satu sama lain. Di jejaring berwarna merah, akun wiradinatajeje kerap melakukan penandaan dengan jejeronalofficial_, pdiperjuangan, dan rocknal. Di jejaring berwarna biru, akun syaikhu_ahmad kerap melakukan penandaan dengan ilham.a.habibie, jabarasih.id, dan pk_sejahtera. Kemudian di jejaring berwarna hijau nampak akun acepadangruhiat kerap menandai akun milaribahagia, gita_kdi, serta gita_forjabar. Lalu di jejaring berwarna kuning, akun dedimulyadi sering menandai akun erwansetiawan54. Penandaan yang tebal selain menunjukkan kekerapan melakukan penandaan juga merupakan pusat jejaring yang mengimplikasikan akun-akun tersebut sebagai akun partai pendukung, calon gubernur, serta calon wakil gubernur.

Sementara itu beberapa nama yang tidak asing disebut dalam jejaring di atas, seperti Susi Pudjiastuti sampai Ganjar Pranowo di Paslon 2 Jabar, lalu ada nama mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan di Paslon 3 Jabar, kemudian ada nama Cak Imin di Paslon 1 Jabar, dan di Paslon 4 Jabar terdapat nama Bahlil, AHY, sampai Prabowo. Penyebutan nama-nama politikus dan pesohor itu ditampilkan untuk menunjukkan kesamaan ideologi, di-endorse, atau bahkan sekadar melakukan penandaan karena tokoh tersebut memiliki basis suara tertentu. Nah, menariknya, mantan Gubernur Jabar periode sebelumnya Ridwan Kamil berada di jejaring warna biru atau berada di Paslon 3 Jabar bukan di Paslon 4 Jabar. Padahal, Ridwan Kamil sendiri sebelumnya digadang-gadang awalnya maju menjadi calon gubernur Jabar dengan diusung Partai Golkar, partai yang kini mengusung Paslon 4.   

Gambar 6 Jejaring Sosial Paslon Bandung. Dapat dilihat secara interaktif melalui tautan berikut. (Grafik oleh Ananda Bintang Purwaramdhona) 

Beranjak ke jejaring sosial Pilwalkot Bandung, nampak terlihat tidak adanya rentang jarak yang signifikan berjauhan sebagaimana yang ditampilkan di jejaring sosial Pilgub Jabar. Ini menunjukkan para kandidat Pilwalkot Bandung kerap melakukan penandaan ke beberapa akun yang sama sehingga terlihat lebih “guyub” atau menyatu.

Sama halnya dengan jejaring di Pilgub Jabar, ketebalan garis menunjukkan kekerapan penyebutan di akun Instagram masing-masing kandidat. Di jejaring berwarna biru, akun hmfarhanbdg kerap bersinggungan dengan kangerwin_bdg sebagai pasangan calon yang ditandai dengan tebalnya garis. Hal yang sama juga berlaku di jejaring merah antara akun arifwijaya_official dan dandanrizawardana Wardana, di jejaring kuning yakni akun arfirafnialdi dengan yenaiskandar, dan terakhir di jejaring jingga memiliki ketebalan garis antara akun harusuandharu dan dhaniwirianata.

Hal yang menarik dari jejaring di atas adalah terdapat beberapa nama beken. Di jejaring warna jingga (Paslon 2 Bandung) akun dhaniwirianata sebagai calon wakil walikota kerap melakukan penyematan nama akun prabowo, di sisi lain calon walikotanya harusuandharu kerap menyebut nama dedimulyadi71. Sementara itu, di jejaring warna merah (Paslon 1 Bandung) dandanrizawardna sebagai titik jejaring kerap menyebut nama beken seperti riekediahp, andritany, rocknal, sampai marselinoferdinan10. Kemudian di jejaring warna biru (Paslon 3 Bandung) hmfarhanbdg dan kangerwin_bdg kerap menyebut nama evieefendie, ilham.a.habibie, sampai bernadyaribka. Lalu jejaring warna kuning (Paslon 4 Bandung) arifrafnialdi sebagai titik jejaring dan yenaiskandar kerap menyebut akun ridwankamil sampai jokowi.  

Penutup

Saya akan menutup tulisan ini dengan memaparkan rangkuman data unggahan, jumlah suka, jumlah komentar, jumlah pengikut, sampai rata-rata postingan dari akun Instagram para kandidat dari 22 September 2024 sampai 20 November 2024. Data-data tersebut termasuk data-data yang saya paparkan di tulisan ini diharapkan dapat sedikit memudahkan para calon pemilih untuk memilih, meskipun agaknya saya merasa data-data yang hendak saya paparkan ini justru akan membuat para calon pemilih termasuk saya menjadi semakin yakin untuk tidak memilih siapapun.

Tabel rangkuman data unggahan, jumlah suka, jumlah komentar, jumlah pengikut, sampai rata-rata postingan dari akun Instagram para kandidat dari 22 September 2024 sampai 20 November 2024. (Foto: Ananda Bintang Purwaramdhona)
Tabel rangkuman data unggahan, jumlah suka, jumlah komentar, jumlah pengikut, sampai rata-rata postingan dari akun Instagram para kandidat dari 22 September 2024 sampai 20 November 2024. (Foto: Ananda Bintang Purwaramdhona)

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain dari Ananda Bintang Purwaramdhona dan tulisan-tulisan lain mengenai pilkada

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//