BANDUNG HARI INI: Karel Albert Rudolf Bosscha Meninggal, Peninggalannya Tinggal Kerangka
Karel Albert Rudolf Bosscha banyak meninggalkan jejak berupa bangunan-bangunan cagar budaya. Satu peningalan di Malabar terbengkalai dan hancur.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah26 November 2024
BandungBergerak.id - Hari ini, bertepatan dengan tanggal meninggalnya Karel Albert Rudolf Bosscha, 26 November 1928. Kepergian juragan teh Priangan yang banyak memberikan sumbangan pada ilmu pengetahuan khususnya astronomi itu diiringi duka warga Bandung, Hindia Belanda.
Sejumlah cagar budaya peninggalan Bosscha masih bisa dijumpai kini, antara lain, dan yang paling terkenal, adalah Observatorium Bosscha di Lembang, Kabupaten Bandung Barat yang sekarang menjadi laboratorium astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun nasib Observatorium Bosscha tak semujur peninggalan Bosscha lainnya, yaitu Vervoolog Malabar, sekolah dasar yang didirikannya di Malabar, Kabupaten Bandung. Sekolah rakyat untuk bumiputra atau anak-anak buruh teh itu kini hancur tak terawat.
Berbagai surat kabar dan radio di Hindia Belanda mengabarkan berita duka meninggalnya K.A.R Bosscha, salah satunya Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie? edisi 26 November 1928 yang menyebutkan Bosscha meninggal karena menderita stroke. “Tuan Bosscha meninggal pada Minggu sore. Pemakaman akan dilakukan siang ini,” tulis Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie?.
Keesokan harinya, 27 November 1928, surat kabar yang sama di rubrik ‘In Memoriam’ mengabarkan kepergian Bosscha membuat keresahan teramat besar. Hindia Belanda banyak berhutang budi kepada Bosscha yang meninggal saat berjalan-jalan di kebun tehnya.
“Ia ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri dan dibawa pulang, namun tak lama kemudian ia sadar kembali dan meninggal pada Minggu sore. Wajar jika seluruh warga Bandung, seluruh Hindia Belanda berduka atas wafatnya beliau,” demikian laporan Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie?.
Dalam catatan lain disebutkan, Bosscha meninggal dalam keadaan luka disebabkan infeksi tetanus sebagaimana dikatakan Hawe Setiawan, Hafidz Azhar, dan Atep Kurnia di buku Dari Bosscha ke Junghuhn: Bentang Alam dan Budaya di Kabupaten Bandung (2017). Kabar meninggalnya Bosscha disiarkan juga oleh Radio Nirom yang berpusat di Gunung Puntang. Sewaktu prosesi pemakaman Bosscha seluruh masyarakat mengantarnya dengan iring-iringan mengular sepanjang 2 kilometer.
Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Banjir Sungai Cikapundung dan Perlawanan Rakyat di Awal Revolusi 1945
BANDUNG HARI INI: 4 Peristiwa Kebakaran dalam Sehari
BANDUNG HARI INI: Lahirnya Program Omaba yang Sempat Mendapatkan Perhatian Internasional, Kini Tak Terdengar Lagi
Mengenal K.A.R Bosscha
Surat kabar Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie? mengatakan Bosscha merupakan tokoh yang pertama kali mengangkat nama perkebunan teh Pangalengan menjadi terkenal di masanya.
“Dia (Bosscha) adalah orang pertama yang mengarahkan perhatiannya pada Hindia Belanda, yang memiliki lokasi yang sangat indah untuk budaya teh, yang di bawah kepemimpinannya diubah dari hutan purba menjadi perkebunan teh terbaik yang dikenal di Jawa,” ujarnya.
Bosscha lahir dari pasangan Johannes Bosscha dan Paulina Emila Kerkhoven pada 15 Mei 1865 di Den Haag, Belanda. Hawe Setiawan dkk menuturkan, ayahnya Johannes merupakan profesor di bidang sejarah dan sastra, juga fisikawan yang mengajar di Direktur Sekolah Politeknik Delft serta Guru Besar Akademi Militer di Brede.
Dalam garis keturunan dari ibu Bosscha merupakan keturunan dari keluarga jurangan teh di Priangan, Keluarga Kerkhoven. Karel Albert Bosscha disebut Ru Bosscha menderita cacat pada satu kakinya, ia harus menggunakan tongkat ketika berjalan. Bosscha juga disebut tidak lulus sebagai mahasiswa sipil.
Hawe Setiawan dalam buku Dari Bosscha ke Junghuhn: Bentang Alam dan Budaya di Kabupaten Bandung menyebut, pada 1887 Bosscha memilih berkelana ke Hindia Belanda menetap dan menghabiskan masa hidupnya.
Hawe mengutip penjelasan Robert P.G.A Voskuil dalam Bandung: Citra Sebuah Kota (2007), bahwa pertama kali Bosscha tertarik pada dunia teh yaitu saat menggarap perkebunan yang dikelola oleh pamannya, Eduard Julius Kerkhoven di Sinagar.
Setelah itu, pada tahun 1888 ia mengikuti kakaknya Jan Bosscha berjelajah ke penambangan emas di Bin Pan San, Sambas Kecil, Kalimantan. Beberapa tahun mereka menetap di Kalimantan serta kembali lagi ke Sinagar. Bosscha pada tahun 1896 mengikuti saudara sepupunya, Rudolf Eduard Kerkhoven untuk mengelola perkebunan teh di Gambung.
Bosscha kemudian menetap di Pangalengan dan tinggal di rumah yang berdekatan dengan perkebunan teh yang akan dikelolanya. Semenjak tahun 1891 ia menetap di sana, kemudian sepupunya R.E Kerkhoven memberikan kepercayaan pada Bosscha pada 1896 untuk mengelola perkebunan teh Malabar.
Selama 32 tahun mengelola perkebunan teh di Pangalengan ia berhasil membangun Pabrik Teh Malabar dan Pabrik Tahara. Bosscha juga pernah menjadi anggota beberapa perkebunan teh lainnya seperti Perkebunan Teh Wanasuka, Talun, Sitaraja, Rajamandala, Arjuna, Papandayan, Bukit Lawang, dan Perkebunan Teh di Sindangwangi.
“Pabrik Teh Malabar kini dikenal Gedung Olahraga Dinamika dan Pabrik Teh Tanara dikenal Pabrik Teh Malabar,” tulis Hawe, dkk.
Bosscha kemudian dipercaya sebagai Ketua Perhimpunan Pengusaha Perkebunan Teh di Hindia Belanda, terlibat juga mendirikan Balai Penyelidikan Tanaman Teh di Pangalengan, dan mendirikan Balai Penyelidikan Teh di Gambung.
Tak hanya di bidang usaha, Bosscha berkiprah di bidang telekomunikasi. Tahun 1895 ia merintis Preanger Telefoon Maatschappij (Perusahaan Telepon Priangan) di Bandung, kemudian perusahaan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Di bidang pendidikan, si juragan teh juga turut mendirikan Technische Hogeschool Bandung (kini ITB).
Hawe Setiawan dkk menuturkan, Booscha menggandeng saudara ipar R.E. Kerkhoven untuk menjadi sponsor utama atas pembangunan Peneropongan Bintang di Bandung Utara pada tahun 1922 yang diresmikan dengan nama Bosscha-Sterrenwacht (Peneropongan Bintang Bosscha), penghargaan atas jasa besar Bosscha dalam pengembangan ilmu astronomi.
Jauh sebelum itu, pada tahun 1901 ia mendirikan Vervoolog Malabar, sekolah dasar gratis untuk kaum bumiputra dan buruh perkebunan teh Malabar. Bangunan sekolah yang dulu didirikan oleh Bosscha sekarang hanya tinggal sebuah gedung tua di tangan perkebunan teh. Vervoolog Malabar atau kini SDN 4 Malatiar sudah tidak digunakan lagi sejak beberapa tahun silam. Di dalam gedung sekolah, masih tersimpan berbagai dokumentasi zaman dahulu, seperti foto-foto sosok Bosscha, Pabrik Teh Malabar, dan siswa-siswi Vervoolog Malabar ketika masih digunakan.
Vervoolog Bosscha di Ambang Kehancuran
Kondisi Sekolah Rakyat Malabar peninggalan Bosscha dari masa ke masa semakin mengkhawatirkan. Hawe Setiawan, Hafidz Azhar, dan Atep Kurnia mengatakan, beberapa dokumentasi seperti foto sosok Bosscha dan Pabrik Teh Malabar bahkan raib dicuri.
“Penuturan Pak Upir, seorang pengurus patilasan Bosscha, bekas gedung sekolah tersebut sangat minim perhatian dari berbagai pihak yang terkait. Beberapa barang seperti kursi dan meja sekolah ini, banyak yang hilang dicuri oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” kata Hawe dkk.
Sebelumnya, BandungBergerak dalam reportase ‘Sekolah Rakyat Peninggalan Bosscha Riwayatmu Kini’ menelusuri Vervoolog itu. Waktu itu di pintu masuk bekas Vervoolog tertulis ‘Dilarang Merusak’. Namun faktanya, bangunan ini sudah rusak parah, hanya tersisa konstruksi kayu dan beberapa bingkai jendela dan pintu.
Tak perlu membuka pintu untuk melihat jelas isi rumah ini karena sebagian besar dinding rumah sudah tidak ada lagi.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang Bandung Hari Ini