BANDUNG HARI INI: Budi Brahmantyo, Geologis Sejati yang tak Mau Tinggal di Menara Gading
Budi Brahmantyo lahir 19 Desember 1962. Pakar geologi ini meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas 28 April 2018. Jasanya tetap dikenang.
Penulis Salma Nur Fauziyah19 Desember 2024
BandungBergerak.id - Hari ini, bertepatan dengan 19 Desember 1962, lahir seorang geologiwan Budi Brahmantyo, sosok yang berjasa besar dalam perkembangan ilmu bumi dan geowisata di Indonesia. Ia seorang pengajar, interpreter, dan ilmuwan berpengaruh dalam lingkup geologi.
Namun, Budi Bramantyo meninggal dalam kecelakaan di Tol Padaleunyi, Bandung, 28 April 2018. Kepergiannya yang mendadak ini tentu menyisakan kesedihan mendalam bagi keluarga, sahabat, kolega, serta mahasiswanya. Tetapi, kesedihan mendalam ini bukan berarti sesuatu yang harus dilupakan. Semua jasa dan memori terkait almarhum mesti dikenang.
Untuk mengenang mendiang, para orang-orang dekat yang ditinngalkan kemudian mengabadikanya dalam buku berjudul “Budi Brahmantyo: Sang Geologiwan Sejati Dalam Catatan Para Sahabat”.
Buku ini merupakan catatan dan testimoni dari orang-orang terdekat Budi Brahmantyo, sebuah upaya mengenang sosok beliau dan jasa-jasanya yang luar biasa. Santun, mengayomi, humoris, dan dekat dengan banyak orang. Karakter itulah yang melekat pada Budi Brahmantyo sebagai pengajar di Teknik Geologi ITB.
Mirzam Abdurrachman (pengajar Geologi ITB), Reza MW, Nabila NS, Ismar R., serta Ardiansyah P.(empat orang ini Mahasiswa Bimbingan Budi tahun 2014) menceritakan, selama masa jabatan Budi sebagai ketua prodi Geologi Lingkungan ITB, banyak sekali perubahan yang positif dan bewarna. Pembawaanya yang tegas tapi santai merupakan ciri khasnya.
“Ketika di kelas dan di lapangan menghadapi mahasiswa, pembawaan Pak Budi selalu apa adanya, yaitu santai tapi serius dalam menyampaikan materi dan diskusi membuat para mahasiswa menikmati proses belajar mengajar yang begitu mengalir,” tulis Mirzam, dkk.
Maka tak heran jika mata kuliah yang diajarkan Budi menjadi salah satu yang diminati. Bukan hanya dari kalangan geologi, tetapi juga nongeologi. Setiap mahasiswa yang dibimbing oleh Budi pasti akan mempunyai momen berkesan. Sikap Budi yang terbuka dan tidak menggurui membuat setiap mahasiswa merasa nyaman untuk menyampaikan permasalahan terkait penelitiannya atau apa pun.
Bahkan, ketika ada mahasiswanya yang mengalami masa-masa sulit, ia akan memberikan masukan yang inspiratif. Mendorong mereka untuk kembali semangat melanjutkan penelitian tugas akhir mereka.
“Kami semua pun terinspirasi dari pembawaan keseharian Pak Budi bahwa suatu pekerjaan jika ditekuni dan dijalani dengan senang hati akan menjadi profesi yang menyenangkan,” katanya.
Pengisi Gap antara Dunia Akademis dan Awam
Budi Brahmantyo tidak tinggal diam di menara gading sebagaimana ilmuwan umumnya. Ia berusaha menjembatani ruang akademik dengan masyarakat awam. Hal ini dijelaskan T. Bachtiar yang memandang warisan Budi yang paling besar adalah kesukarelawanannya dalam berbagi ilmu bumi.
Banyak kajian ilmiah atau hasil penelitian Budi yang terbit dalam skala jurnal penelitian. Namun, di sisi lain, ia juga rajin mengirimkan hasil penelitian itu ke media massa. Mengubahnya menjadi artikel populer yang dapat dibaca oleh semua orang.
“Sampai saat ini masih terdapat jurang keilmuan yang menganga antara kampus dan masyarakat,” tulis T. Bachtiar, dalam catatannya mengenai mendiang sahabatnya itu.
Jurang itu disebabkan oleh para ilmuwan yang masih jarang menulis terkait keilmuwanannya secara populer di media massa. Jika dibiarkan, akan ada yang memanfaatkan celah ini untuk menyebarkan informasi keliru. Hal ini tentu berbahaya. Di tambah jika masyarakat mengira-mengira jawaban atas fenomena kebumian yang terjadi.
Keberadaan Budi sebagai seorang peneliti yang aktif menulis artikel populer ini bisa menjadi jembatan untuk menutup jarak jurang tersebut. Bagai sebuah pencerahan di tengah-tengah masifnya informasi yang datang.
“Dalam situasi penuh ketidakjelasan jawaban, Budi Brahmantyo berani menulis di koran tentang Atlantis, tentang Gunung Padang misalnya, yang pada saat itu pendapatnya melawan arus deras asumsi tentang dua topik itu di masyarakat,” tulis T Bachtiar.
Budi juga aktif di majalah Geomagz, sebuah majalah geologi populer yang dikeluarkan oleh Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). Kiprahnya di media cetak ini membuat majalah yang terbit setiap tiga bulan sekali nampak begitu bewarna, dengan rubrik yang menarik hingga dilengkapi oleh foto dan ilustrasi yang sebagian foto dan ilustrasinya adalah sumbangan darinya.
Baca Juga: BANDUNG HARI INI: 14 Tahun Sabtu Kelabu atau Tragedi AACC, Luka Besar Jagat Musik Bandung
BANDUNG HARI INI: 138 Tahun Stasiun Bandung
BANDUNG HARI INI: Berdirinya Perkebunan Kina Friesland, Masihkah Bandung Menjadi Ibu Kota Kina?
Tidak Lebih dari Sekadar Pemandu
Keaktifannya di dalam komunitas menjadi salah satu hal yang banyak dikenang oleh para sahabatnya. Kepiawaiannya sebagai seorang pemandu di dalam perjalanan geowisata membuat setiap geotrek yang dilaksanakan sangat berkesan.
Budi Brahmantyo lebih dari sekadar pemandu wisata yang menjelaskan fenomena geologi yang terjadi. Ia seorang intrepreter sejati. Keilmuwan yang mumpuni dalam bidang geologi bukanlah salah satu kunci dalam mengintrepetasi sesuatu.
Butuh sebuah pemahaman yang mendalam saat menguak makna dari sebuah tempat dan menyesuaikannya dengan kebutuhan audiens yang akan menciptakan keterhubungan emosional dan intelektual. Hal yang dikatakan oleh Budi sebagai ruh dari geowisata.
“... tetapi tanpa interpretasi, keseluruhannya memang hanya suatu wisata alam, pasif, dan kering tak bermakna,” kata Budi, tahun 2009, yang dikutip oleh Yani Adriani, peneliti di Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan ITB.
Yani mengenang, selain menjadi seorang intrepreter luar biasa, Budi sangat mengabdikan diri pada bidang geowisata. Dan sangat berjasa untuk membuat beberapa Geopark berstandar UNESCO di Indonesia.
*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Salma Nur Fauziyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Bandung Hari Ini