BANDUNG HARI INI: Berdirinya Observatorium Bosscha, Peneropongan Bintang di Bandung Utara yang Menjadi Rujukan Internasional
Di usia yang ke 102 tahun, Observatorium Bosscha menghadapi polusi cahaya yang semakin parah karena laju pembangunan Bandung utara tak terkendali.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah1 Januari 2025
BandungBergerak.id - Hari ini, bertepatan dengan berdirinya Observatorium Bosscha, 1 Januari 1923. Usai lembaga riset astronomi di Bandung utara ini sudah 102 tahun. Kendala terberat bangunan kuno yang dilengkapi peralatan pengamatan bintang-bintang di angkasa ini adalah polusi cahaya seiring meningkatnya pembangunan di Bandung Raya.
Bahkan pembangunan di Lembang, Kawasan Bandung Utara (KBU) tak terkendali. Jumlah permukiman semakin padat, tempat-tempat wisata semakin pesat, dan hal ini mengakibatkan meningkatnya polusi cahaya lampu ke langit. Langit tidak lagi gelap pada malam hari. Sementara pengamatan benda-benda langit memerlukan suasana langit gelap.
Pada Juli 2024 lalu, selama satu bulan polusi cahaya yang diakibatkan oleh lampu sorot dari arah Kota Bandung dan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat menghambat pengamatan bintang dari Bosscha. Pihak Bosscha sudah mengingatkan untuk menjaga kelestarian Observatorium Bosscha sedari dulu. Bahkan seorang siswa sekolah dasara menuliskannya dalam buku Selamatkan Bosscha (2007).
Tulisan mereka dihimpun oleh Rahmat Jabarril dan diterbitkan Resist Books. Mereka menyerukan agar observatorium bisa dirawat dan dijaga.
“Karena Bosscha berguna untuk meneropong planet-planet yang ada di angkasa di antaranya: Planet Mars, Planet Merkurius, Planet Venus, Planet Pluto, dan lain-lain. Bahkan turis mancanegara pun sering berkunjung ke tempat ini untuk melihat-lihat di lingkungan sekitar Bosscha,” demikian tulis Intianti asal SDN Lengkong Kecil dalam buku tersebut.
Bocah yang saat itu duduk di bangku kelas lima menjelaskan bagaimana berat kondisi tempat penelitian yang didirikan Karel Albert Rudolf Bosscha. Intanti menjelaskan, di dalam observatorium terdapat teleskop-teleskop untuk mengamati benda-benda di angkasa. Menurutnya, Observatorium Bosscha perlu dijaga karena membeli teleskop tidaklah murah.
“Karena untuk membeli alat-alat yang baru, memerlukan banyak biaya dan belum tentu sebagus yang kita miliki sekarang ini. Kita sangat bangga sebagai orang Bandung. Karena yang dari luar kota Bandung banyak yang sengaja datang untuk melihat peneropong bintang tersebut,” imbuhnya.
Ada banyak teleskop di Observatorium Bosscha yang paling terkenal adalah teleskop Zeiss. Teleskop ini merupakan teleskop optik canggih dan terbesar ketiga di belahan bumi selatan, merujuk dalam buku Seabad Observatorium Bosscha 1923-2023: Pengembangan Astronomi Modern di Indonesia (2023) disusun oleh Premana W Permadi, dkk. Teleskop refraktor ganda Zeiss pertama kali diserahkan oleh K.A.R Bosscha pada 7 Juni 1928 kepada Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda atau Nederlandsch Idische Strrenkundige Vereeniging.
Teleskop Zeiss memiliki diameter 60 centimeter dan menjadi penyumbang data orbit bintang ganda visual di bagian bumi selatan. Bangunan teleskop sendiri dirancang oleh Wolf Schoemaker. Pada tahun 1980-an, teleskop ini dipakai untuk meneliti perubahan luas kutub es di Mars dan penelitian tersebut terhenti pada 90-an karena pelat fotografi tidak berfungsi.
Bentuknya yang khas teleskop Zeiss ini menjadi landmark di Bandung utara. Hingga saat ini Zeiss masih berfungsi untuk astrometri dan spektroskopi (untuk meneliti objek-objek terang).
Selain teleskop Zeiss ada juga teleskop Bamberg yang dipasang pada awal tahun 1929. Teleskop berukuran 37 centimeter ini digunakan untuk fotometri bintang variabel, mempelajari gerhana bintang, pengamatan citra matahari, dan permukaan bulan.
Baca Juga:BANDUNG HARI INI: 14 Tahun Sabtu Kelabu atau Tragedi AACC, Luka Besar Jagat Musik Bandung
BANDUNG HARI INI: 138 Tahun Stasiun Bandung
BANDUNG HARI INI: Berdirinya Perkebunan Kina Friesland, Masihkah Bandung Menjadi Ibu Kota Kina?
Kontribusi Observatorium Bosscha terhadap Ilmu Pengetahuan
Observatorium Bosscha berkontribusi besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang astronomi. Yang paling terasa, Observatorium Bosscha selalu menjadi rujukan dalam pengamatan hilal setiap Ramadan atau lebaran. Misalnya, tahun 2007 diadakan sosialisasi sains hilal bagi masyarakat dengan cara memperkenalkan teknik pengamatan astronomi dengan data digital.
Di lingkup internasional, lima orang mantan kepala observatorium Bosscha pada tahun 2010 dihargai oleh International Astronomical Union (IAU) berupa penamaan lima buah asteroid yaitu, asteroid 50048 The, 12176 Hidayat, 12177 Raharto, 12178 Dhani, dan 12179 Taufiq.
Premana W Premadi, dalam Observatorium Bosscha Melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi (2023) mengatakan sebagai pilar ilmu pengetahuan di Indonesia, Observatorium Bosscha melakukan upaya serius dalam astronomi baik untuk umum atau sekolah. Ilmu astronomi menjadi ilmu populer di Indonesia karena kerja keras dan pengembangan metodologinya. Sampai saat ini, masyarakat terus merujuk pada ilmu astronomi untuk penanggalan ataupun pengamatan bulan baru.
Awalnya, Bosscha dibangun pada 1 Januari 1923 yang dikelola oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundinge Vereeninging. Komunitas ini dipimpin oleh Karel Rudolf Bosscha. Pada 18 Oktober 1951, Observatorium Bosscha dikelola Institut Teknologi Bandung.
Premana mengatakan, Observatorium Bosscha dibangun ketika ilmu pengetahuan sedang membutuh bukti-bukti observasional. Bukti-bukti ini misalnya diperlukan Albert Einstein dan Arthur Eddington.
“Untuk teori relativitas umum, tes paling ‘sederhana’ adalah efek pembelokan lintasan cahaya oleh Matahari, yang dapat diuji saat gerhana matahari total. Observatorium Bosscha muda membangun jaringan kolaborator awalnya ketika para ilmuwan dari seluruh dunia datang ke Sumatera untuk mengamati gerhana matahari total pada 1926,” tulis Premana W Premadi.
Premana menyebutkan, untuk memahami laju proses nukleosintesis bintang dan produksi partikel cahaya di dalam bintang-bintang, pengetahuan tentang massa bintang diperlukan. Saat itu, mengamati bintang ganda menjadi salah satu prioritas tertinggi untuk teleskop seukuran refraktor Zeiss agar dapat mengekstrak informasi tentang massa bintang, jika bintang itu kebetulan berada dalam sistem ganda.
Observatorium Bosscha hingga saat ini menyimpan koleksi kaya berupa data astronomi sejak awal abad ke-20. Sejak berdirinya, Bosscha menjadi sumber dari berbagai penjuru dunia.
Saat ini, Observatorium Bosscha telah menjadi Cagar Budaya Nasional sejak 2004 dan menjadi Objek Vital Nasional sejak tahun 2008. Lalu, pada tahun 2021 ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kabupaten Bandung Barat.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang Bandung Hari Ini