• Lingkungan Hidup
  • Walhi Jabar Tidak Melihat Keseriusan Pemerintah dalam Menghentikan PLTU Batu Bara

Walhi Jabar Tidak Melihat Keseriusan Pemerintah dalam Menghentikan PLTU Batu Bara

PLTU batu bara menyumbang pemanasan global melalui pelepasan emisinya. Walhi Jabar menilai target pemerintah memensiunkan PLTU batu bara tidak jelas.

Warga menggarap sawah dan kebun di area PLTU Indramayu 1, Kampung Pulomanuk, Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Indramayu, Jawa Barat, 23 Desember 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Iman Herdiana7 Januari 2025


BandungBergerak.idPemanasan global yang memicu perubahan iklim telah dirasakan masyarakat. Salah satu naiknya suhu bumi adalah penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara. Kesepakatan negara-negara dunia telah mendorong pengurangan penggunaan batu bara dalam program kebijakan Net Zero Emission (NZE). Salah satu syarat NZE adalah menghentikan operasional Pembangkit Listirik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Langkah menghentikan penggunaan batu bara di PLTU juga mesti diambil pemerintah Indonesia. Akan tetapi, sampai permerintahan berganti, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat tidak melihat upaya serius penerapan kebijakan Net Zero Emission (NZE) di Indonesia.

“Terkait upaya penghentian penggunaan bahan bakar batu bara, Prabowo – Gibran tidak menjelaskan secara rinci visi misi mereka, selain narasi normatif “melanjutkan dan setuju dengan upaya berjalan (existing) untuk memensiunkan PLTU”, karenanya, program kebijakan tampaknya tidak akan jauh berbeda dengan upaya pemerintahan saat ini (BAU; business as usual),” demikian pernyataan resmi Walhi Jabar, dalam dokumen Catatan Akhir Tahun 2024, diakses Selasa, 7 Januari 2025.

Menurut Walhi Jabar, BAU ini terlihat dari tidak adanya target yang ditetapkan pemerintah untuk pemensiunan dini PLTU batu bara. Pemerintah tidak merinci berbagai kendala yang dihadapi dalam proses pensiun dini PLTU. Salah satunya dalam konteks ini juga terkait dengan konflik kepentingan dalam pemensiunan dini PLTU.

Sebab, menurut Walhi Jabar, berdasarkan data Transparency International Indonesia (2023), 40 dari 90 perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan PLTU memiliki petinggi perusahaan yang dikategorikan sebagai politically exposed person (Transparency International Indonesia, 2023). Dengan kata lain, ada konflik kepentingan di tubuh personal pemerintah yang memiliki bisnis di bidang tambang batu bara. Sehingga memensiunkan PLTU otomatis berpengaruh pada keberlangsungan bisnis batu bara (Aprinino, 2017).

Baca Juga: Catatan Kritis PLTU Sukabumi, Menuai Petaka dari Batubara
Mudarat PLTU Batu Bara Kita!
Nestapa Nelayan Akibat Kasus Korupsi PLTU 2 Cirebon

Wacana Pensiun Dini

Pensiun dini proyek strategis nasional (PSN) PLTU batu bara di Indonesia sejauh ini baru wacana dari pemerintah. Keterangan terkait wacana ini misalnya tampak dari siaran pers 9 September 2024, di masa pemerintahan Jokowi. Waktu itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia merilis bahwa posisi pemerintah Indonesia dalam pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi harus tetap sejalan dengan komitmen kebijakan Net Zero Emission (NZE). Langkah konkrit yang akan diambil terkait pemanfaatan batu bara dalam pembangkit listrik meliputi pengurangan secara bertahap dan penerapan Clean Coal Technology (CCT) pada pembangkit yang masih beroperasi.

"Seiring dengan upaya Indonesia menuju net zero, kami berkomitmen untuk memastikan keamanan pasokan energi dalam negeri tetap terjaga. Batubara akan tetap memiliki perannya sesuai dengan bauran energi kita. Namun menuju net zero akan didukung oleh kebijakan, investasi, dan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ramah lingkungan," kata Bahlil di Acara Coaltrans Asia 2024 di Bali. 

Terkait dengan kebijakan PLTU, pemerintah saat ini sedang menyusun peta jalan pemensiunan dini PLTU berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Sebanyak 13 PLTU direncanakan akan dipensiunkan secara dini secara bertahap dengan mempertimbangkan keekonomian serta tidak menimbulkan gejolak kekurangan pasokan dan kenaikan harga listrik. Sedangkan untuk PLTU yang beroperasi akan diterapkan teknologi CCT, antara lain dengan mengimplementasikan teknologi supercritical dan ultra-supercritical.

Pemerintah menyebut, terdapat 7 tujuh PLTU batubara yang telah beroperasi menggunakan teknologi supercritical dan ultra supercritical dengan total kapasitas 5.455 MW, yaitu PLTU Cirebon (660 MW), PLTU Paiton 3 (815 MW), PLTU Cilacap 3 (660 MW), PLTU Adipala (660 MW), PLTU Banten/LBE 1 (660MW), PLTU Jawa 7 Unit 1 (1.000 MW) dan PLTU Jawa 8 (1.000 MW).

Pemerintah juga merencanakan untuk mengembangkan PLTU batu bara dengan menggunakan teknologi boiler ultra-supercritical pada sembilan lokasi di Pulau Jawa dengan total kapasitas sebesar 10.130 MW sampai dengan tahun 2028 atau sebesar 37,43 persen dari total perencanaan PLTU batu bara.

Selain mendorong PLTU menggunakan teknologi ramah lingkungan seperti CCT, Kementerian ESDM mendorong pula pelaksanaan cofiring (pencampuran bahan bakar) PLTU batu bara dengan biomassa. Apalagi Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan sumber energi tersebut lantaran memiliki perkebunan sawit yang dapat diolah menjadi biomassa. Strategi ini terbukti dapat mengurangi emisi yang dihasilkan oleh PLTU.

Saat ini hampir 60 persen atau sekitar 91 GW pembangkit listrik Indonesia berasal dari batu bara. Oleh karena itu, pemerintah menyadari bahwa pengurangan penggunaan batubara sebagai sumber energi utama di Indonesia perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian.  

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan tentang Proyek Strategis Nasional dalam tautan berikut ini

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//