Kawah Sastra Ciwidey Mengupas Makna Menulis Bersama Sastrawan Yanusa Nugroho
Yanusa Nugroho mengajak orang-orang muda untuk menuliskan pengalaman pribadinya. Karena tidak semua pengalaman bisa masuk buku sejarah kecuali melalui sastra.
Penulis Fauzan Rafles 20 Januari 2025
BandungBergerak.id - Komunitas Kawah Sastra Ciwidey punya agenda baru untuk orang-orang muda. Namanya Ngawacitra, kepanjangan dari Ngawangkongkeun Ciwidey jeung Sastra. Acara Ngawacitra menghadirkan Yanusa Nugroho, penulis senior yang cerpen-cerpennya banyak dimuat Kompas. Yanusa berbagi tips bahwa manusia memiliki empati atau rasa yang tidak bisa ditulis di buku sejarah. Dia bisa menuliskannya sendiri dalam bentuk sastra.
Walau sudah menyandang titel ‘penulis senior’, Yanusa dengan senang hati berdiskusi dan memberi arahan untuk orang-orang muda agar semangat menulis. Ia tak pelit membagikan ilmu kepenulisan yang telah ia kuasai selama 40 tahun. Ia membuka diskusi dengan langsung memberikan pertanyaan kepada audiens “kenapa kamu menulis cerita?”
Masing-masing individu tentu memiliki jawaban berbeda-beda dalam menghadapi pertanyaan tersebut. Yanusa menegaskan, buku-buku sejarah hampir mustahil menuliskan empati dan rasa masing-masing individu manusia. Namun, manusia dapat menuliskannya dalam bentuk karya sastra, baik puisi atau prosa. Menurutnya, sastra bisa menampung hal-hal besar. Bahkan lebih besar dari apa yang sejarah bisa tampung.
”Sastra itu mewadahi manusia sedalam-dalamnya. Ide-ide nakalnya, ide-ide baiknya, isi hatinya. Dan di sastra juga kita bisa mengenali diri kita sendiri,” jelasnya, di Ngawacitra: Proses Kreatif Menulis Cerpen yang berlangsung di Rose Garden Coffee and Kitchen, Pasir Pogo, Panyocokan, Ciwidey, 18 Januari 2025.
Penulis yang sudah menghiasi media massa Indonesia sejak tahun 1981 ini menjelaskan, menulis erat kaitannya dengan manusia. Dan bila berbicara tentang manusia, Yanusa memiliki pandangan bahwa manusia diikuti oleh kepekaan dan hatinya. Namun ironisnya, sekarang, sudah banyak manusia yang mulai kehilangan itu.
Padahal, sastra memiliki pengaruh besar bagi kehidupan manusia. Yanusa mengacu pada zaman Dinasti Tang di Tiongkok ketika karya sastra sering dianggap sebagai cerminan peradaban suatu bangsa. Bahkan, kemampuan menulis puisi menjadi salah satu syarat penting dalam ujian kenegaraan untuk menjadi pejabat pemerintahan (PNS).
Mengapa Manusia Masih Ragu untuk Mulai Menulis?
Kendala bagi kebanyakan orang saat ini adalah sering bingung dalam menemukan ide dan mengumpulkan kata-kata yang kemudian dijahit menjadi kalimat yang sempurna. Padahal, kalau disadari, jumlah kata yang sehari-hari manusia ucapkan itu jumlahnya banyak dan sederhana. Jika ditulis dan dikumpulkan, tentunya akan menghasilkan banyak tulisan.
Yanusa menekankan bahwa modal awal untuk menulis adalah membaca. Tidak mau membaca maka tidak akan lahir tulisan. “Bila kamu ingin jadi penulis, maka kawinlah dengan kamus,” tegasnya.
Untuk menciptakan tulisan yang bagus, ia memotivasi agar orang-orang muda tidak takut membuat tulisan jelek. Yang penting dari suatu karya adlaah orisinalitas. “Setiap orang memiliki kepekaannya masing-masing, maka menulislah sesuai dengan apa yang kamu rasakan,” ucap peraih penghargaan Anugerah Kebudayaan tahun 2006 dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Bukan hanya proses kreatif dalam membuat tulisan, Yanusa turut membagikan pandangannya terhadap kondisi pembaca zaman sekarang. Akibat pengaruh internet dan hiburan instan melalui ponsel pintar, remaja zaman sekarang banyak yang lemah daya bacanya. Meskipun begitu, bukan berarti kecerdasan manusia modern atau Gen Z itu rendah. Namun, faktanya ketekunan membaca itu dapat membuat bangsa menjadi kuat. Jika Indonesia masih kesulitan dalam mengejar itu, maka seterusnya Indonesia akan susah untuk maju.
“Saya takut bila kita tidak memiliki ketekunan dalam membaca, selamanya kita tidak akan bisa beradaptasi dengan kemajuan dunia ini. Makanya, saya akan terus menulis. Tulisan bisa didigitalkan. Dan selamanya saya akan menulis tanpa mengenal kata pensiun,” ujar Yanusa, berusaha menularkan semangatnya yang seakan tidak pernah habis dalam menciptakan karya-karya tulis.
Yanusa sendiri banyak menghasilkan karya sastra. Di masa jayanya, cerpen-cerpen karya Yanusa Nugroho selalu tembus dan terpilih menjadi 1 dari 20 cerpen pilihan Kompas untuk diterbitkan menjadi buku kumpulan cerpen tahunan terbaik Kompas.
Pembaca Yanusa kian bertumbuh seiring perkembangan zaman. Proses kreatif Yanusa berusaha menyerap apa yang ada pada zaman. Olah rasa adalah kunci utama dalam menulis.
Ngawacitra: Proses Kreatif Menulis Cerpen dihadiri audiens dari daerah lokal Ciwidey dan beberapa dari Kota Bandung. Audiens yang hadir didominasi oleh siswa yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Azahra, salah satu peserta diskusi mengatakan, sosok Yanusa menginspirasinya menulis. “Karya-karya beliau bener-bener bikin aku terkesima. Ketika mendengarnya berbicara mengenai cara menulis, aku jadi ngerti kalau sastra itu bukan cuma menulis sesuatu, tapi harus benar-benar dirasa,” kata Azahra.
Sarah, Ayu, dan Bunga juga turut meramaikan acara ini. Mereka menyampaikan terima kasih kepada Kawah Sastra Ciwidey karena sudah menyelenggarakan acara diskusi Ngawacitra ini. Mereka datang untuk berpartisipasi namun pulang membawa motivasi dari diskusi yang berisi.
Baca Juga: Majelis Sastra Bandung 13 Tahun dalam Pusaran Informasi
Satu Dekade Kawah Sastra Ciwidey, Geliat Gairah Sastra di Ciwidey Raya
Perkara Sastra di Ruang Pendidikan Kita
Tentang Komunitas Kawah Sastra Ciwidey
Ngawacitra kali ini merupakan agenda yang kedua dihelat Komunitas Kawah Sastra Ciwidey, komunitas nonprofit yang bergerak di bidang literasi dan sastra. Komunitas ini diketuai Jein Oktaviany yang sudah bergabung dengan komunitas sejak 2015. Dulu, agenda rutin komunitas diselenggarakan seminggu sekali dengan nama Perbincangan. Formatnya bermacam-macam. Bisa membedah buku, membahas sains, politik, atau filsafat. Setelah 100 kali diselenggarakan, Jein membuat acara baru yang lebih mementingkan kualitas dibandingkan kuantitas.
“Setelah mengadakan evaluasi sama temen-temen. Saya bikin kegiatan baru. Namanya Ngawacitra. Jadi acaranya kurang lebih mirip dengan Perbincangan, tapi lebih besar dan berdampak,” ujar Jein.
Tujuan Ngawacitra untuk memperluas relasi dan ilmu tentang kesusastraan. Jein menambahkan, Ngawacitra akan diadakan sebulan sekali setiap pertengahan bulan. Untuk tempatnya akan selalu berpindah dari kafe ke kafe yang tersedia di Ciwidey guna memajukan usaha warga setempat.
Meski acara ini akan diselenggarakan tiap bulan, namun Ngawacitra #3 belum bisa diumumkan temanya karena masih bersifat rahasia. “Belum bisa diumumkan sih temanya untuk bulan depan. Tapi, yang pasti akan selalu membahas tentang Ciwidey, Sunda, atau Sastra,” ujarnya. Info mengenai Ngawacitra akan dibagikan di IG @kawahsastraciwidey.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain dari Fauzan Rafles, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Sastra