CERITA ORANG BANDUNG #86: Zahra Sang Crafter, Bermula dari Jualan Bunga Wisuda
Zahra mengawali bisnis craft di kampus Bandung timur, sambil mengisi senggang kuliah. Ia kini bisa mengepakkan sayap ke kampus-kampus seantero Bandung.
Penulis Awla Rajul21 Januari 2025
BandungBergerak.id - Trotoar depan Kampus Universitas Telkom, Bandung ramai dipenuhi pedagang bunga. Ada yang menjual beragam bunga asli, bunga palsu, buket snack, dan buah tangan wisuda lainnya. Dari puluhan pedagang, Anisa Zahra Salsabila (25 tahun) salah satunya. Memulai bisnis florist dari ujung timur Bandung, Zahra kini mengepakkan sayap ke seluruh penjuru kampus di Kota Kembang.
Wanita asal Garut ini lebih senang menyebut dirinya sebagai seorang crafter, alih-alih seorang florist. Usaha yang ia tekuni tidak hanya terbatas pada kerajinan tangan yang berhubungan dengan bunga-bunga saja, tetapi meliputi jenis lain, seperti hampers, parsel, macam-macam souvenir, hingga penyewaan hantaran untuk pernikahan.
Saat BandungBergerak menemui Zahra di stand depan kampus Telkom awal Desember 2024 lalu, ia tengah sibuk menjajakan bermacam buket bunga, mulai dari buket bunga artifisial, buket bunga artifisial dengan boneka bertoga, dan buket bunga edelweiss. Sementara di keranjang, ia menaruh bermacam warna kuntum bunga-bunga segar.
KotakUnik jenama usaha Zahra. Bukan tanpa alasan ia menaruh nama itu, yang sebenarnya juga tidak ada hubungan dengan bunga-bunga. Ia memulai bisnis pada 2021, waktu gejolak Covid-19 masih tinggi-tingginya. Pada masa itu, penyelenggaraan wisuda maupun sidang perkuliahan dilakukan secara daring. Sementara banyak mahasiswa yang mau merayakan pencapaian teman-temannya yang telah melalui proses perkuliahan. Di sinilah Zahra menemui ide untuk memulai bisnisnya.
“Waktu covid itu yang wisuda kan gak bisa selebrasi atau apa, makanya aku bikin hampers supaya orang-orang tetap bisa kasih gift. Karena pas covid itu kan gampang ya untuk dipaket-paketin, hampers yang kotak itu. Karena itu makanya namanya KotakUnik,” cerita Zahra saat ditemui pada kesempatan lain, Senin, 16 Desember 2024.
Alasan memulai bisnis juga tidak muluk-muluk. Sebagai mahasiswa, ia butuh tambahan ‘uang jajan’. Zahra tanggap menangkap momen dan target pasar, yaitu mahasiswa dan wisuda. Maka bersama seorang teman, keduanya mengumpulkan modal masing-masing 100.000 rupiah. Modal 200.000 rupiah itu dibelanjakan kotak dan berbagai macam snack.
Pascapenjualan pertama, keduanya tidak mengambil keuntungan. Omset yang didapatkan lantas diputar lagi sebagai modal untuk pembuatan dan pemesanan hampers kotak unik berikutnya. Barulah pada perputaran modal yang kedua, Zahra dan temannya mengambil untung pertama kali dari bisnis yang diajalani keduanya dari kos-kosan.
“Modal pertama itu terus diputar, pas udah nyentuh angka 800 mungkin ya, baru kita bagi hasil. 400 dipake modal lagi, 400 kita bagi hasil berdua,” Zahra mengenang masa-masa awalnya memulai bisnis.
Zahra tidak menyangka, empat tahun berjalan, usahanya itu sudah menopang kehidupannya. Bukan lagi sebatas tambahan uang jajan. Bisnis yang ia jalani ini telah menapaki beberapa pencapaian yang sebelumnya tidak pernah ia duga. Dari sebatas membuat kotak yang unik untuk hadiah, kini menjelma menjadi lapak bisnis kerajinan yang memiliki bermacam produk.
Manis Berbisnis di Kalangan Mahasiswa
Zahra adalah lulusan jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Mahasiswa UIN SGD Bandunglah awalnya yang ia targetkan sebagai konsumen. Untuk mengenalkan jenama usahanya ke mahasiswa, Zahra mempromosikan bisnis KotakUniknya melalui sebuah akun terpandang bagi mahasiswa UIN Bandung, yaitu @infouinsgd.
Selain itu, sebelum momen wisuda, ia juga mempromosikan lagi bisnisnya agar semakin ramai orang yang mengenal. Setelah berjalan sekitar tiga bulan, bisnisnya mulai berkembang, banyak mahasiswa yang memesan gift, hingga buket bunga.
Zahra menjelaskan, jika dibandingkan, sebenarnya pemasukan paling banyak bukan dari momen wisuda, melainkan rangkaian sidang pra-wisuda. Mahasiswa UIN Bandung perlu menjalani empat sidang sebelum diwisuda, yaitu sidang proposal skripsi, sidang tahfizh, sidang komprehensif, dan sidang munaqasyah (sidang skripsi).
“Alhamdulillah memang tiap bulan itu ada terus. Malah kalau memang bisa dibandingkan, pendapatan aku itu lebih banyak dari sidang, bukan dari wisuda. Wisuda kan cuma sehari aja. Kalau sidang kan biasanya satu minggu full, tiap jurusan kan beda-beda jadwalnya, cuma di bulan yang sama. Misalkan Desember ini ada munaqasyah, nah itu setiap minggunya beda-beda jurusan. Musimlah,” celoteh Zahra bahagia.
Tanpa terasa, bisnisnya bertahan hingga tahun 2022. Tahun pertama berlalu dengan mulai banyak orang yang mengenal karya kerajinan tangannya, yang sepenuhnya dilakukan tersembunyi dari kos-kosan. Di penghujung tahun itu, ia dan temannya lulus dari kampus. Temannya pun mesti meninggalkan Bandung, mesti menetap di kampung halaman selepas studi. Zahra melanjutkan usahanya seorang diri.
Bulan-bulan berlalu. Pertengahan 2023, dibantu pinjaman modal dari keluarga dan bekerja sama dengan temannya yang lain, Zahra membuka toko di Cipadung, Cibiru. Ia juga merekrut seorang karyawan untuk bekerja di toko. Zahra tak menampik, meski sudah membuka toko, hampir seluruh pemesanan buket masih masuk melalui daring. Namun begitu, toko berhasil menambah kepercayaan konsumen dan membuat beberapa produk keluar tanpa disangka-sangka.
“Jadi bisa dibandingkan, waktu aku di kontrakan aku kan udah punya hantaran yang buat pernikahan, itu belum pernah keluar, belum pernah ada yang sewa. Setelah buka toko, mungkin seminggu setelah buka, langsung ada yang sewa hantaran. Mungkin ini menambah kepercayaan orang-orang. Oh, ini ada loh tempatnya,” ceritanya.
Tak sampai di situ, Zahra begitu senang ketika buket-buket bunganya dipesan oleh panitia wisuda UIN Bandung. Pemesanan itu bahkan datang berkali-kali. “Nah itu repeat order setiap wisuda, udah 5-6 kali. Setelah itu alhamdulillah dipercaya lagi untuk sponsorship di acara duta apa gitu di UIN, terus (mengisi) pelatihan,” jelas Zahra yang sempat menggeluti dunia fotografi.
Pencapaian yang terakhir itu, mengisi workshop, direncanakan sebagai lini bisnis baru. Setelah mengisi pelatihan crafting yang diselenggarakan oleh salah satu jurusan di UIN Bandung, Zahra menyadari, dunia crafter begitu luas, bidang ini sangat digandrungi oleh anak muda, dan berpotensi menjadi sumber cuan baru. Ia pun berencana membuat rangkaian pelatihan crafting sendiri.
Pencapain terbarunya adalah membuka cabang baru di Dipati Ukur (DU). Cabang itu belum berbentuk toko seperti di Cibiru, melainkan masih sebuah studio untuk pembuatan buket dan souvenir. Sama seperti ketika memulai di Cibiru, Zahra juga mempromosikan bisnisnya di kawasan DU.
“Di DU juga masih merintis, untuk brand awareness dulu. Kalau di Cibiru itu enaknya orang-orang udah pada tau, karena udah buka lama meskipun bukanya di kosan. Di DU juga kayaknya mulai begitu, di kosan dulu. Jadi aku masih bolak-balik. Misalnya lagi hectic di DU aku ke sana. Kalau misalnya di Cibiru lagi banyak ya aku di sini,” ungkapnya dengan bangga namun rendah hati.
Berkelana ke Kampus-Kampus
Setelah banyak dikenal di kawasan Cibiru dan membuka toko, barulah Zahra mulai mengepakkan sayapnya. Ia mulai membuka stand buket bunga mula-mula di Unpad. Lalu menjelajaki ke beberapa kampus lain, seperti Unpas, STT Tekstil, Telkom, dan Unpar. Pertama kali mencoba peruntungan di kampus lain ketika menemukan momen banyak kampus-kampus di Bandung yang melaksanakan wisuda pada waktu yang berdekatan.
Membuka lapak di kampus-kampus tidaklah sulit, tetapi tentu ada tantangan tersendiri. Misalnya tantangan membawa barang, sebab ia belum memiliki kendaraan yang memadai. Sehingga ketika memesan ojek daring, beberapa supir menolak, tidak berkenan membawa begitu banyak barang.
Salah satu kesulitan lainnya adalah dipalak preman setempat di salah satu kampus. Beberapa kampus mematok harga lapak dan kebersihan untuk setiap pemilik stand, sedangkan yang lain tidak. Hal ini menjadi incaran pemasukan tambahan preman. Selain itu, posisi stand juga mempengaruhi. Meski, jika dihitung rata-rata, setiap momen wisuda memberikan keuntungan yang menjanjikan.
“Itu pun ngaruh dengan posisi stand kita. Karena pas kita buka stand itu banyak banget kan. Untuk dapat lapak itu susah, kalau misalkan kesiangan aja. Kita itu harus dari subuh buat nandain lapak. Bahkan florist-florist lain sampai nginap H-1 udah buka stand, biar dapat tempat paling depan. Itu sih, kesulitannya kadang ditentukan sama lapak juga,” cerita Zahra.
Pernah suatu waktu ketika mau melakukan evaluasi penjualan, Zahra mendapati bahwa setiap bulan, ada sekitar 1.000 pengunjung yang melihat etalase dagangannya di WA bisnis. Angka itu di luar pengunjung akun Instagram. Di tengah banyaknya potensi konsumen ini, Zahra baru sanggup menerima 20 pesanan per harinya, ketika momen-momen puncak sidang. Sebab ketika momen puncak itu, satu orang bisa memesan lebih dari dua buket.
“Itu pas padat. Kalau lagi longgar ya kadang satu hari aja gak ada yang keluar. Cuma alhamdulillah-nya di UIN itu kayak bergantian gitu, setiap bulan ada terus. Jadi kita nyetok terus. Kecuali hari-hari sidang, kadang kita gak sempat untuk nyetok,” ungkapnya.
Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #85: Suatu Hari dalam Kehidupan Abbe Setelah Positif HIV
CERITA ORANG BANDUNG #81: Ujang Itok di Sepetak Sawah Terakhir Cigondewah
CERITA ORANG BANDUNG #84: Iman, Pedagang Kopi Keliling yang Bertahan di Tengah Ketidakpastian
Mimpi-Mimpi dan Harapan
Salah satu masa sulit yang dialami Zahra ketika menjalani bisnis adalah ketika temannya mesti pulang kampung. Ia harus menjalani bisnis seorang diri. Waktu itu, ia belum begitu fasih merangkai bunga. Tapi tak sampai hati jika usahanya dihentikan, sebab sudah banyak konsumen.
Zahra mengakui, sebenarnya dia tidak memiliki dasar yang cukup sebagai seorang pengrajin. Itulah mengapa sejak awal, ia berpartner dengan temannya. Sejak kecil ia senang berdagang dan melakukan marketing. Bagian inilah yang ia geluti ketika berbisnis, marketing dan admin. Sementara temannya yang melakukan crafting dan florist.
Ia lantas mendalami cara membuat buket bunga, mau tak mau, agar bisnisnya tetap berlanjut. Setelah mafhum benar dengan kerajinan bunga, kini ia senang dan menaruh makna tersendiri ketika membuat buket. Setiap kali membuat kuntum bunga, ia selalu memposisikan diri sebagai pelanggan.
“Jadi kalau misalkan buket itu emang kayak ada yang kurang atau apa, aku juga gak mau kalau misalkan pelanggan aku menerimanya kayak gini, aku agak perfeksionis juga di cara buatnya. Itulah jadi kesenangan tersendiri, apalagi kalau si pelangganku suka dengan hasil karya KotakUnik,” cerita Zahra yang pernah bermimpi bekerja di dunia broadcasting.
Zahra merantau ke Bandung untuk menjalani pendidikan tinggi pada 2018, di jurusan yang ia senangi, meski tak memberinya kepuasan setelah dijalani. Makanya selain kuliah, ia bergabung dengan komunitas perfilman untuk menuangkan hobi dan memperdalamnya.
Ia mengulas jalan hidupnya. Ketika awal-awal membuka toko, ia sempat masih labil, ingin mencari pekerjaan. Namun sejauh ini, hatinya sudah mantap untuk berbisnis dan melebarkan usaha. Sebab, sejak 2023, tanpa ia sadari, usahanya sudah bisa diandalkan: menopang seluruh hidupnya di Bandung.
“Aku juga gak nyangka, kayak yang tadinya iseng gitu ya, cuma buat nyari uang jajan, ternyata bisa bertahan sampai sejauh ini,” katanya bijak.
Mantap untuk berusaha juga tidak datang dari angin kosong. Beberapa orang ada yang menyayangkan keputusannya, seperti “buat apa capek-capek kuliah kalau ujung-ujungnya berdagang juga.” Ia hendak membuktikan kalau S1 gak mesti bekerja, tapi juga bisa membuka usaha dan menyediakan lapangan bekerja. Ia juga meyakini, tidak ada ilmu di perkuliahan yang sia-sia, meskipun memutuskan berdagang.
“Buka usaha juga bisa loh, gak harus berpatok dengan pendidikan. Jangan malu kalau emang ada orang-orang yang buka usaha. Toh kalau misalkan pendidikan tinggi tapi kita tetap usaha, tetap bisnis, gak rugi kok, gak masalah,” katanya. “Gak sia-sialah pokoknya kuliah tu, tetap aja kepake di bisnis. Malah mungkin nilai plusnya, kalau misalkan alhamdulillah kotakunik besar, malah mungkin bisa menyediakan lapangan pekerjaan.”
Zahra cerita, ada yang masih malu-malu, lulus sarjana tapi harus berdagang, sehingga menyimpulkan untuk apa kuliah, padahal biaya kuliahnya bisa dipakai untuk modal bisnis. Menurut Zahra, kuliah sama sekali tak ada ruginya. Dengan berkuliah, Zahra merasa memiliki sudut pandang yang baru, keterbukaan pikiran, hingga beberapa mata kuliah yang bermanfaat untuk bisnisnya, seperti komunikasi bisnis, fotografi, hingga editing.
“Bahkan bisnis ini pun aku gak akan tau mungkin kalau aku gak kuliah. Aku tau bisnis ini ada peluangnya pun waktu kuliah,” kata Zahra.
Ia berharap, bisnis dan karya kerajinannya bisa lebih maju, semakin banyak dikenal, konsisten, dan bisa melampaui pencapaian-pencapaian yang sudah diraih. Ia juga ingin merambah ke pasar-pasar daring. Selain itu, dalam berbisnis ia mendapatkan jejaring dan sistem pendukung dari sesama crafter di Bandung. Melalui jejaring ini, ia mendapatkan pengalaman, masukan, serta manfaat lainnya.
“Jangan khawatir masalah rezeki aja lah pokoknya. Toh kalau kita membuka jejaring kita jadi dapat pelajaran, dapat banyak insight, motivasi ke kitanya. Jadi ya begitulah, oke kita bersaing, tapi kita tetap berjejaring, berteman, dan saling sharing. Jangan khawatir masalah rezeki mah,” katanya mantap.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Awla Rajul, atau artikel-artikel lain tentang tentang Cerita Orang Bandung