Bab IV Naskah Akademik Hari Lahir Persib, Imut sih, Tapi ini Apaan?
Tulisan ini dibuat untuk menanggapi ramainya kembali polemik penetapan hari lahir Persib.
Anton Solihin
Penikmat sepak bola dan Persib, mengelola Perpustakaan Batu Api di Jatinangor
24 Januari 2025
BandungBergerak.id – Pada awal Januari 2024 saya menulis di media ini Mencurigai Naskah Akademik Hari Lahir Persib & Skripsi Fajar Salam yang hingga tulisan berikutnya ini dibuat (terkait polemik Naskah Akademik Hari Lahir Persib), belum juga mendapat tanggapan secara akademis (kecuali yang sifatnya silaturahmi) dari akademisi atau “sejarawan akademis” yang tergabung dalam “Tim Ahli Naskah Akademik” dari Prodi Ilmu Sejarah FIB Universitas Padjadjaran di bawah pimpinan Profesor Kunto Sofianto.
Tulisan ini dibuat untuk menanggapi ramainya kembali polemik penetapan hari lahir Persib belakangan ini. Ada alasan bahwa hal ini masih perlu diulas karena faktanya persoalan belum juga selesai.
Ulasan mengenai lemahnya argumen penentuan “1919” sebagai hari lahir Persib sudah banyak diutarakan oleh banyak kalangan selama setahun terakhir sejak Naskah Akademik itu dirilis (bahkan penolakan) –entah dalam diskusi-diskusi publik yang banyak dilakukan di Bandung dan sekitarnya (yang entah mengapa pula selalu dihindari oleh “Tim Ahli Naskah Akademik” ini meskipun mereka selalu diundang untuk hadir). Termasuk yang terakhir ditulis oleh Bandung Football Writer Syndicate dengan tajuk: “Persib Lahir Pada 1919 Hanyalah PENAFSIRAN, dan bukan FAKTA!”.
Bahwa penentuan Hari lahir Persib bernuansa “pesanan” salah satunya jelas sekali tercermin pada Bab IV Naskah Akademik. Pada halaman 75-76 Naskah Akademik, para “sejarawan akademis” itu membuat simpulan, rekomendasi Hari Jadi Persib menjadi tiga alternatif sebagai berikut: Pertama, 5 Januari 1919 yakni penyelenggaraan vergadering BIVB (Bandoeng Inlandsch Voetball Bond); Kedua, 19 Mei 1923 yakni tanggal pertandingan resmi pertama Bond Bandoeng dalam Stedenwestrijden atau pertandingan antarkota; Ketiga, 22 Oktober 1928 yakni tanggal pembentukan perserikatan sepak bola dengan menggunakan identitas keindonesiaan BIVB (Bandoeng Indonesische Voetball Bond).
Keruan, coba simak pernyataan ini, di halaman 85 (ujug-ujug saja) Tim Ahli Naskah Akademik malah sudah menulis begini: “Sejarah hari lahir Persib pada 5 Januari 1919 akan menjadi bukti betapa kuatnya pengaruh sosial….”. Saya ulangi, halaman 75-76 mereka mengusulkan/membuat rekomendasi, lalu tanpa argumen atau penjelasan apa pun pada halaman 85 “hari lahir” sudah ditetapkan!
Apakah Tim Ahli Naskah Akademik lupa, alpa, keliru menulis atau disengaja?
Baca Juga: Sebetulnya Masa Revolusi Kemerdekaan itu Penting Enggak Sih?
Jejak-jejak Blues di Bandung
Tepatkah Buku G30S Sebelum & Sesudah untuk Guru dan Pelajar SMA?
Bab IV Naskah Akademik yang Banyak Masalah
Jadi yang akan saya urai di sini fokus hanya membahas Bab IV Naskah Akademik, yang selama ini luput dari perhatian.
Sebelum ini saya pernah mengutarakan bahwa dengan tidak mencantumkan skripsi Fajar Salam dalam referensi, Bab IV Naskah Akademik ini sudah tamat riwayatnya. Nilai tulisan Fajar Salam (yang hanya berupa skripsi) jauh lebih berharga nilainya dalam Naskah Akademik ini dibanding deretan pencantuman tokoh-tokoh ilmu sosial kelas kakap pada Bab IV Naskah Akademik.
Sejauh ini kebanyakan kita mempermasalahkan, atau berlangsung pro-kontra mengenai “kapan Persib lahir” gara-gara munculnya Naskah Akademik Hari Lahir Persib itu. Meskipun begitu, (di luar pernyataan konyol halaman 75, 76 & 85 di atas), Bab IV Naskah Akademik itu luput dari pengamatan padahal, sebagaimana nanti saya uraikan di bawah, juga mengandung problem sebagai naskah yang disebut ilmiah. Dengan begitu, tentu, bakal membawa masalah besar sebagai Naskah Akademik.
Bab IV Naskah Akademik dimaksud bila dicermati mengandung banyak kelemahan yang dengan mudah menunjukkan cara penulisan yang dikatakan (seolah-olah) ilmiah tetapi dikerjakan apa adanya, dan bila diamati lebih dalam, menyimpan masalah!
Kok bisa?
Kita periksa saja jalan pikiran “para sejarawan akademis” dalam menyusun & merangkai Bab IV Naskah Akademik. Kita fokus di sana.
Bila diperhatikan dengan cermat, Bab IV-Landasan Filosofis dan Sosiologis “Naskah Akademik Hari Lahir Persib”, mengutip nama-nama besar dalam dunia ilmu sosial untuk memperkuat argumen. Apabila dilihat sekilas tentu saja tidak ada yang aneh. Kita barangkali akan dikesankan (merasa Naskah Akademik ini ilmiah) dengan pernyataan-pernyataan bombastis tentang makna simbolisasi, atau identitas dengan menghubung-hubungkan makna tanggal lahir Persib dengan keberadaannya yang disebut sebagai kebanggaan warga kota Bandung, bahkan lebih jauh lagi, Jawa Barat.
Tunggu dulu. Menarik bahwa nyaris semuanya –kutipan-kutipan “ilmiah” pada Bab IV tersebut "dicomot semena-mena dari jurnal-jurnal terafiliasi kampus-kampus terkait agama”.
Tentu saja sepak bola bisa mengatasnamakan apa saja. Ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan AGAMA!
Berikut nama-nama jurnal dimaksud:
- Kanal - Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial (Universitas Muhammadyah Sidoarjo) Sinta 4
- Panangkaran - Jurnal Penelitian Agama & Masyarakat (IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) Sinta 4
- Tasamuh - Jurnal Komunikasi & Pengembangan Masyarakat Islam (UIN Mataram Lombok NTB)
- Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (Universitas Islam Ar-Raniry Banda Aceh) Sinta 4
- Jurnal Jaffray - Sekolah Tinggi Filsafat Theologia (Kristen) Jaffray, Jakarta & Makassar
- Sophia Darma. Jurnal Filsafat, Agama Hindu dan Masyarakat (Program Studi Filsafat IAHN Gde Pudja Mataram NTB.
Kutipan-kutipan dibuat dengan menyebut sejumlah tokoh ilmu sosial terkemuka dunia yang diambil begitu saja dari jurnal-jurnal agama di berbagai kampus daerah di Indonesia.
Pertanyaannya sekarang, sepenting apa kutipan-kutipan itu sehingga harus diambil dari jurnal-jurnal agama semacam itu? Mengapa tidak mengutip dari “sumber asli” (yang saat ini mudah sekali diperoleh) sehingga kita bisa diyakinkan bahwa para ‘sejarawan akademis’ ini memahami apa yang ditulis?
Pada bagian Landasan Filosofis, Tim Ahli Naskah Akademik membuat tekanan pada istilah “simbolisme”, dengan mengutip Mircea Eliade, Carl Gustav Jung, & Clifford Geertz.
Pada bagian Landasan Sosiologis, Tim Ahli Naskah Akademik membuat tekanan pada istilah “identitas”, “persaingan antar-group”, dan “interaksi sosial” dengan mengutip Emile Durkheim, Peter Berger, Henri Tafjel, Max Weber, dan Barbara Kirshenblatt-Gimblett.
Ada yang juga unik di sini bahwa nyaris semua tokoh yang dijadikan rujukan Tim Ahali Naskah Akademik ini kebetulan (entah mengapa) adalah para pakar ilmu sosial keturunan Yahudi: Eric Hobsbawn, Mircea Eliade, Carl Gustav Jung, Clifford Geertz, Emile Durkheim, Peter Berger, Max Weber, Henri Tafjel, hingga Barbara Kirshenblatt-Gimblett.
Dikutipkan di sini misalnya mengenai profil nama terakhir –Barbara Kirshenblatt-Gimblett. Beliau adalah sarjana studi pertunjukan dengan spesialisasi ahli budaya Yahudi di Eropa Timur, Amerika Utara & Israel.
Untuk nama-nama lain silakan pembaca tulisan ini mengecek sendiri profilnya, siapa mereka.
Ada yang disebut Bapak Sosiologi, Psikologi,atau Antropologi Sepanjang yang saya tahu, tidak satu pun nama-nama mentereng di atas berurusan dengan penulisan atau berbicara sepak bola. Umumnya yang dibahas adalah melulu terkait “agama”. Apakah ini artinya Tim Ahli Naskah Akademik ingin mengatakan bahwa SEPAK BOLA cocoklogi dengan AGAMA?
Dari cara pengutipan saja, saya merasakan keraguan, apakah betul Tim Ahli Naskah Akademik ini membaca karya-karya tokoh di atas? Persoalan ini mengemuka apabila kita cermati –dari mana saja kutipan-kutipan yang mereka ambil, yakni cuma kutipan semena-mena dari artikel tema apa pun, ditulis siapa pun asalkan memuat kutipan terkait itu tadi: simbolisme, identitas, persaingan antargrup, dan interaksi sosial pada jurnal-jurnal terafiliasi agama di atas.
Bagi saya ini menarik karena uraian-uraian itu tampak bersifat permukaan saja dan terlalu berbasa-basi. Mengapa begitu? Uraian si “Tim Ahli Naskah Akademik” pada Bab IV mengenai simbolisme, persaingan antargrup, identitas & interaksi sosial itu, dengan mudahnya, bisa kita ubah subyeknya dengan nama apa pun, selain Persib tentu saja. Mudah banget, acak saja: Anda bisa mengganti kata Persib dengan nama-nama kelompok masyarakat bersifat kedaerahan (Sunda), sanggar tari, paduan suara, klub basket, komunitas sepeda, sekolah, geng motor, perusahaan semacam BUMD, perguruan silat, universitas, pesantren, yayasan, bahkan nama ormas kedaerahan.
Atau klub sepak bolanya diubah, bukan Persib. Kita juga dengan mudah tinggal mengganti Bandung dan Jawa Baratnya. Lalu apa yang membuat Persib punya nilai tertentu secara filosofis dan sosiologis?
Semua penjelasan di Bab IV tadi itu tidak ada yang khas mencerminkan kekhasan Persib sebagai suatu klub sepak bola dengan entitas yang unik, beda dengan yang lain atau tiada duanya.
Persoalan yang tercermin pada Bab IV NA di atas meyakinkan keraguan saya yang makin memuncak bahwa apakah betul ‘soal’ Persib ini bakal ditulis dengan serius manakala mendengar bahwa saat ini sedang (atau sudah) disusun oleh Tim NA ini sebuah buku mengenai historiografi Persib (yang konon komprehensif).
Seandainya Tim Ahli Naskah Akademik Mengenal “Sepak bolaria” Nunk
Ada keraguan saya yang sungguh terhadap pemahaman mereka mengenai apa itu sepak bola (tercermin dengan jelas pada Bab IV), lebih khusus lagi mengenai filosofi dan sosiologi sepak bola dengan melihat cara penulisan Bab IV semacam itu.
Sebaiknya “Tim Ahli” ini sebelum menulis Bab IV Naskah Akademik, menonton dulu film & dokumenter sepak bola (ada sangat banyak), apabila malas membaca –ya sekedar memahami apa itu sepak bola (filosofis, sosiologis, teknis permainan, dll.). Apabila mau sedikit berusaha, ada banyak buku atau tulisan mengenai sepak bola berbahasa Indonesia yang bagus (di luar buku atau artikel dengan pembahasan mengenai Persib). Saya tekankan bahwa buku atau artikel mengenai sepak bola itu juga umumnya punya kandungan atau muatan sejarah, filosofis dan sosiologis, dan itu sebabnya untuk penggemarnya sepak bola bernilai tinggi bagi kehidupan.
Tidak ada petunjuk sedikit pun pada Bab IV itu yang menunjukkan tanda-tanda Tim Ahli Naskah Akademik ini membaca buku atau ulasan mengenai sepak bola. Barangkali kita akan lebih diyakinkan bila, setidaknya terdapat kutipan –yang berasal dari ulasan-ulasan Kadir Yusuf, Sumohadi Marsis, Romo Sindhunata, Gus Dur, Seno Gumira Ajidarma, Mahfud Ikhwan, Zen RS, Arief Natakusumah, juga Frank Colombijn. Atau buku-buku standar untuk sekedar contoh dari: Franklin Foer (Memahami Dunia Lewat Sepak bola); Nick Hornby (Keranjingan Bola); Luciano Wernicke (Mengapa Sebelas Melawan Sebelas); Soccer (terbitan DK); Michael W. Austin, ed.(Football & Philosophy); serta Richard Giulianotti dkk. ed. (Football, Violence & Social Identity). Kita, pembaca Naskah Akademik tidak ditunjukkan oleh para “sejarawan akademis” ini bahwa mereka punya pemahaman sepak bola semacam itu untuk menulis Bab IV yang sekilas harus punya wawasan mendalam mengenai sepak bola (ya namanya juga landasan filosofis dan sosiologis)!
Seandainya “Tim Ahli Naskah Akademik” mengutip saja Sepakbolaria-nya Nunk yang lucu itu, menurut saya itu bernilai jauh lebih filosofis dan sosiologis maknanya bagi “sepak bola” dan bagi penulisan historiografi Persib Bandung, daripada memasukkan referensi semacam ini ke dalam Naskah Akademik: Izzati, J.F., & Ratyaningrum F. (2021). "Lukisan Make Up Idealism Karya Joko Pramono: Analisis Simbol Visual Menurut Teori Kepribadian Carl Gustav Jung", dalam Sakala Jurnal Seni Rupa Murni (vol.3, Issue 1).. (Imut memang, tapi apaan sih!).
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Anton Solihin atau artikel-artikel lain tentang sepak bola atau juga tentang Persib