CERITA GURU: Belajar Asal Usul dan Proses Melalui Proyek Membuat Mi Sehat
Penting bagi anak-anak untuk memahami bagaimana proses dan pengolahan bahan makanan daripada hanya sekadar mengonsumsi dan membuang sampahnya.
Laila Nursaliha
Desainer Kurikulum. Berminat pada Kajian Curriculum Studies, Sains dan Teknologi pendidikan, serta Pendidikan Guru.
29 Januari 2025
BandungBergerak.id – Setiap tahun ajaran, kondisi pembelajaran selalu mengalami perubahan. Kami, para guru, berusaha menyesuaikan metode pengajaran dengan karakteristik anak, kemampuan guru, serta model dan metode yang cocok dengan lingkungan sekolah kami.
Pada tahun ajaran 2024/2025 ini, kami memberanikan diri untuk melaksanakan pembelajaran berbasis proyek yang lebih bermakna. Kami memutuskan untuk menggarap satu proyek selama satu semester. Sebelumnya, kami telah melakukan beberapa proyek, tetapi semester ini kami ingin membahas suatu tema secara mendalam selama satu bulan.
Di semester pertama, kami melakukan proyek berjudul “Dari Manakah Aku Berasal?” yang membahas tentang asal mula sesuatu. Penentuan produk yang akan dihasilkan dalam proyek ini dibicarakan bersama orang tua siswa. Akhirnya, kami sepakat untuk membuat proyek mi sehat. Tujuannya adalah agar anak-anak memahami proses pembuatan mi dan terlibat langsung dalam membuat mi tanpa pengawet buatan.
Perubahan dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran modern memang membutuhkan waktu yang cukup. Proses ini dilakukan secara bertahap, mulai dari pembelajaran tema yang hanya bersifat permukaan hingga kini melakukan pendalaman dengan aktivitas yang bermakna bagi anak. Tentu saja, ini bukanlah proses yang mudah; diperlukan praktik dan pengetahuan guru sebagai panduan dalam menerapkan berbagai metode yang tepat untuk anak.
Selain karena pergantian kurikulum menjadi Kurikulum Merdeka, pembelajaran berbasis proyek memiliki banyak manfaat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa PjBL dapat meningkatkan rasa ingin tahu anak, daya eksplorasi, kemampuan kerja sama, dan keterampilan berpikir –terutama keterampilan yang dibutuhkan di abad ke-21 ini.
Baca Juga: CERITA GURU: Tangan Guru
CERITA GURU: Maafkan jika Belum Optimal
CERITA GURU: Gemar Belajar, Apakah selalu Berteman dengan Buku dan Pensil?
Proyek Membuat Mi
Menurut KBBI, proyek diartikan sebagai rencana pekerjaan dengan sasaran khusus dan waktu penyelesaian yang jelas. Dalam konteks pembelajaran, proyek berfungsi sebagai alat untuk mengintegrasikan berbagai ragam pembelajaran dari berbagai disiplin ilmu dan keterampilan serta memberikan pengalaman belajar yang mendalam bagi siswa.
Proyek ini bermula dari usulan seorang guru untuk mengajarkan proses dari hulu ke hilir. Semua yang ada di muka bumi memiliki asal dan prosesnya. Mengingat banyaknya makanan ultra-proses yang melalui beberapa tahap pengolahan, penting bagi anak-anak untuk memahami bagaimana proses dan pengolahannya daripada hanya sekadar mengonsumsi dan membuang sampahnya.
"Ibu, kenapa pohon singkong tidak ada buahnya?" tanya seorang anak usia TK saat melewati kebun. Dalam pandangannya, pohon lain menghasilkan buah yang terlihat jelas. Namun, ia bingung tentang keberadaan singkong dengan kondisi pohon sekecil itu. Kami melihat ini sebagai pertanyaan awal yang bagus. Selain itu, gandum bukanlah tanaman asli wilayah Jawa Barat.
Tanaman umbi-umbian bebas gluten ini mudah ditemukan di mana-mana. Pada saat bersamaan, kami para guru mencoba membuat tepung mokaf untuk pembelajaran ini. Prosesnya meliputi mengenal singkong dan strukturnya sebagai bahan dasar mi, pembuatan tepung dari singkong, proses pengolahan menjadi mi, dan membuat mi ayam yang bisa kami nikmati bersama.
Kami juga mengenalkan kandungan gizi dalam singkong serta cerita-cerita terkait proses penciptaan oleh Tuhan dan proses kreativitas manusia. Anak-anak sangat senang mendengarkan cerita dan mudah memahami berbagai macam percobaan.
Hanya saja, ada beberapa kendala yang tak terhindarkan. Seperti dalam proses pembuatan tepung, cuaca akhir-akhir ini membuat para guru kalang kabut. Matahari tidak muncul saat proses menjemur parutan singkong yang membutuhkan matahari terik. Selain itu, keamanan dalam proses masak memasak membutuhkan pengawasan ekstra dari guru. Sebab, anak menggunakan langsung dengan alat-alat yang membutuhkan kehati-hatian tinggi.
Proyek sebagai Hidangan Pembelajaran Utama
Dalam pembelajaran ini, anak-anak aktif terlibat langsung dalam pembuatan makanan –mirip seperti memasak bersama orang tua di rumah. Mereka merasakan pengalaman nyata tentang warna yang dihasilkan dari tumbuhan serta perubahan bentuknya. Proses menuang, menyaring, mengaduk, hingga memotong dilakukan sendiri oleh peserta didik dengan pengawasan guru. Di sinilah letak pembelajarannya; mereka merasakan pengalaman nyata dalam membuat sesuatu.
Terlihat tangan-tangan kecil yang antusias menyaring tepung hingga butiran kasar kembali ke penampungan. Di saat itu, mereka sedang membedakan antara halus dan kasar serta menakar tenaga yang dibutuhkan. Mereka juga sedang mengendalikan tubuh mereka agar sesuai dengan harapan saat memotong bahan lunak agar lebih lurus dan rapi—semua itu merupakan bagian dari kegiatan motorik halus.
Menurut pblwork.org, ada proyek yang merupakan hidangan penutup dan ada proyek yang merupakan hidangan utama. Perbedaannya adalah jika hidangan penutup bukan inti dari pembelajaran utama; sedangkan jika proyek dijadikan hidangan utama, maka proyek inilah yang menjadi inti dari keseluruhan pembelajaran.
Proyek sebagai hidangan penutup biasanya tidak mempertimbangkan relevansi terhadap pembelajaran dan dapat dilakukan secara individual di rumah dengan fokus pada produk alih-alih prosesnya. Sebaliknya, proyek sebagai hidangan utama memiliki ciri-ciri sesuai dengan keterampilan pembelajaran yang diharapkan; memerlukan kolaborasi dari semua murid dengan instruksi dari guru; memiliki konteks dunia nyata; dan hasilnya bermanfaat lebih dari sekadar kelas itu sendiri.
Setelah melalui beberapa pengalaman pembelajaran berbasis proyek sebelumnya, kami percaya bahwa membuat mie adalah salah satu proyek terbaik kami sejauh ini. Ini bukan hanya sekadar menciptakan karya visual; tetapi peserta didik juga melalui proses pembelajaran bermakna –hasilnya bisa dimakan dan memenuhi perut mereka yang lapar.
Seperti yang sudah-sudah, proses pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna seperti ini cukup memforsir tenaga dan energi guru daripada rutinitas biasa. Tak heran, waktu itu Prof. Hamid menyarankan bahwa pembelajaran proyek cukup satu per semester. Sejatinya, dua proyek pun sudah terbilang banyak. Di jenjang yang lebih tinggi, kompleksitasnya tentu akan lebih tinggi. Namun, kami berharap apa pun pendekatan, model, metode yang digunakan sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan guru.
*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan lain Laila Nursaliha, atau membaca artikel-artikel lain tentang Cerita Guru