• Narasi
  • Bintoro Hoepoedio, Merangkum Sejarah Melalui Koleksi Foto Bangunan Kolonial

Bintoro Hoepoedio, Merangkum Sejarah Melalui Koleksi Foto Bangunan Kolonial

Pak Bin, spesialis foto bangunan kolonial di Bandung, Jakarta, dan Bogor. Banyak orang yang memposting ulang foto-fotonya tanpa menyebutkan sumbernya.

Ernawatie Sutarna

Ibu rumah tangga, peminat sejarah, anggota sejumlah komunitas sejarah di Bandung.

Atas dulu, Theosofische Loge te Bandoeng, ca 1920. Bawah kini, Kantor Satpol PP Jawa Barat dan Gereja St Albanus, Jl Banda, Bandung, 2019. (Foto: Bintoro Hoepoedio)

29 Januari 2025


BandungBergerak.idPara pegiat dan peminat sejarah di Indonesia yang aktif bermedia sosial, tentu sangat familiar dengan nama Bintoro Hoepoedio dan foto-foto bangunan kolonialnya. Pria yang kerap dipanggil Pak Bin atau Om Bin ini bernama lengkap Poedio Bintoro, sedangkan Hoepoedio adalah nama sang ayah dan juga nama kakeknya. Sejak kecil Pak Bin bisa dikatakan anak yang sangat kreatif, ketika duduk di bangku SR (Sekolah Rakyat) saja Pak Bin sudah membuat buku saku berisi humor-humor pendek yang ditulis tangannya sendiri.

Buku saku itu dibuat dari kertas folio dilipat empat dan beredar di antara kawan-kawan sekelasnya. Selain itu Bin kecil juga membuat koran berisi berita seputar peristiwa di rumahnya, seperti kakaknya dimarahi ibu, adik diajak ibu ke Pasar Baru, dan kegiatan-kegiatan rumah lainnya. Korannya yang bernama “Tjakra” itu tentu saja terbit dan beredar di rumahnya sendiri.

Bintoro Hoepoedio, Hobi, Rally, dan Karier

Banyak kegiatan yang diikuti Pak Bin saat remaja, baik olahraga maupun seni.

“SMP-SMA hobi saya olahraga, main basket, masuk tim basket SMP. Juga main badminton dan pingpong,” ujarnya, kepada penulis.

Tapi ternyata Pak Bin juga pernah menyabet berbagai gelar juara dan ratusan piala di bidang olahraga rally mobil, terutama pada kejuaraan time rally (rally ketepatan waktu) dan speed rally (kecepatan mobil). Rally mobil ditekuninya ketika menjadi mahasiswa di FTUI jurusan Teknik Sipil. Kesukaannya pada mobil membawanya pada pekerjaan unik yaitu mengantarkan mobil baru ke pihak dealer dengan mengendarainya dari Jakarta ke Bandung dua sampai empat kali seminggu.

Selain olahraga, ternyata Pak Bin juga mempunyai hobi di bidang seni. Saat masih di bangku SMA ia bergabung pada sebuah band dan bermain bass. Hobi bermusik masih dilakukan sampai saat ini dengan bermain organ.

Pendidikan di Fakultas Teknik ternyata sesuai dengan cita-citanya di masa kecil, menjadi seorang insinyur. Pak Bin lulus dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia pada tahun 1978. Setelah lulus, pak Bin bekerja di Direktorat Sarana Teknologi, di sana pula ia mendapat tugas membangun gedung BPPT, dari proses surat menyurat hingga gedung selesai dibangun. Tapi kariernya justru dimulai sejak masih duduk di bangku kuliah tingkat dua. Waktu itu Pak Bin membuat kolam renang, serta rumah, dan memulai karier sebagai seorang kontraktor. Pada masa kuliah, hadiah rally berupa mobil, pekerjaan sebagai kontraktor dan pengantar mobil, membuatnya sanggup membayar uang kuliahnya sendiri.

Setelah sebelumnya pindah bidang ke Inspektorat pada tahun 2006, pak Bin pensiun dari BPPT, setelah itu bekerja pada perusahaan swasta di bidang properti, tambang, minyak, toko dutyfree, dll. sampai saat ini.

Bintoro Hoeppodio dilahirkan di Jakarta, di sebuah rumah di Jalan Paseban no. 32 A, Sabtu, 19 Agustus 1950. Pada masa kecilnya Pak Bin mengalami, melihat, dan mengamati bangunan-bangunan peninggalan zaman pendudukan Belanda di Indonesia. Hal ini membuatnya tertarik pada bangunan-bangunan kolonial itu.

Baca Juga: Berretty, Si Pendiri Kantor Berita Aneta dan Petualangan Cintanya
Cinta dan Harapan Us Tiarsa pada Jurnalisme dan Budaya
Bung Karno, Bandung, dan Cinta Sejatinya

Bintoro Hoepoedio, kolektor foto-foto bangunan kolonial. (Foto: Koleksi Pribadi)
Bintoro Hoepoedio, kolektor foto-foto bangunan kolonial. (Foto: Koleksi Pribadi)

Bintoro Hoepoedio dan Foto-foto Bangunan Kolonial

Pada tahun 2010, ketika jumlah pengguna Facebook mulai merambat naik di Indonesia, dalam kurun waktu dua tahun, yaitu September 2008-September 2010, Kompas menyebutkan bahwa pengguna Facebook mengalami kenaikan sebesar 8.223,2 persen. Kenaikan pengguna Facebook membuat hal-hal yang ditayangkan di sana semakin bervariasi.

Pada tahun 2010 itulah Pak Bin melihat beberapa postingan foto-foto bangunan-bangunan kolonial yang diambil pada zamannya. Hal ini menjadi sangat menarik perhatian Pak Bintoro karena memantik nostalgia masa kecilnya.

“Saya melihat ada foto-foto tua (di Facebook), foto-foto Indonesia pada zaman Belanda. Saya tertarik pada foto-foto itu karena waktu kecil saya mengalami melihat bangunan-bangunan tersebut,” tulisnya.

Pak Bin menambahkan, bangunan-bangunan Belanda di Indonesia mulai berubah menjadi “kacau” sejak sekitar tahun 1970-an, sehingga ketika melihat foto-foto tua tersebut ada kesan tersendiri di hati Pak Bin.

Sejak menemukan foto-foto itu, Pak Bin mulai mencari foto-foto tua dan mempostingnya di akun Facebooknya. Foto-foto yang di-posting masih berupa foto hitam putih. Saat itu melalui akun Facebooknya Pak Bin memposting lima sampai sepuluh foto setiap harinya. Siring waktu minat Pak Bin melebar pada ketertarikan membuat foto perbandingan dulu dan sekarang, dengan cara mengambil foto bangunan di zaman sekarang dari sudut pengambilan foto yang sama dengan foto lamanya. 

Koleksi foto Pak Bin pada saat itu masih terbatas pada foto Batavia, Buitenzorg dan Bandoeng (Jakarta, Bogor, dan Bandung), foto untuk pembanding dipotret sendiri oleh Pak Bin di lokasi-lokasi yang sesuai dengan foto-foto lama yang dimilikinya. Hal ini membuat nama Bintoro Hoepodio menjadi sangat terkenal di kalangan peminat sejarah.

Pada tahun 2016, Facebook makin banyak lagi penggunanya, begitupun akun-akun yang memposting foto-foto zaman Belanda, bahkan sudah banyak pula grup di Facebook yang menampilkan foto-foto hitam putih yang diambil saat masa pendudukan Belanda. Sementara itu foto koleksi Pak Bintoro, terutama yang berlokasi di Batavia sudah mulai habis karena ditampilkan di Facebook, foto-foto yang sudah tayang di akun facebook Pak Bin saat itu diperkirakan sudah mencapai lima ribu foto. Akhirnya Pak Bin mulai menampilkan foto-foto berwarna yang berasal dari foto hitam putih yang diwarnai.

Proses pewarnaan foto pada saat itu dilakukan dengan menggunakan aplikasi. Foto-foto koleksi Pak Bin pun tak lagi terbatas pada foto-foto yang berlokasi di Jakarta, Bogor, dan Bandung, tapi meluas ke lokasi-lokasi lain di Indonesia. Sejak saat itu foto yang ditampilkan pak Bin di media sosial tak hanya foto hitam putih dan foto pembanding di masa kini, tapi bertambah dengan foto lama yang sudah diwarnai. Pada tahun 2013, hadirnya fitur Google Street View mempermudah pengambilan foto pembanding kini.

Ketika merasa tidak puas saat menyerahkan pewarnaan foto sepenuhnya pada aplikasi, yang dirasa tidak bisa memunculkan beberapa warna cerah, akhirnya Pak Bin beralih menggunakan cara manual dalam proses pewarnaan fotonya. Cara pewarnaan manual ini maksudnya dengan menggunakan aplikasi tetapi memberi dan mengatur warna sendiri dengan tangan. Saat ini setiap harinya Pak Bintoro memposting tiga foto tua berwarna dan dua foto pembanding, hingga diperkirakan foto yang sudah diposting mencapai lima belas ribu foto. 

Satu hal yang cukup disesalkan Pak Bin adalah banyaknya orang yang memposting ulang foto-fotonya bahkan mengubahnya menjadi video tanpa menyebutkan dari mana mereka mendapatkan fotonya. Beliau berharap selanjutnya orang-orang yang menggunakan foto-fotonya tidak lupa untuk mencantumkan sumber-sumbernya. 

Jika teman-teman penasaran dengan foto-foto koleksi Pak Bintoro, semua itu bisa ditemui di akun facebook Bintoro Hoepoedio Tempo Doeloe dan akun Instagram @bintoro_hoepoedio_history. Selamat menikmati foto-foto dari masa silam.

*Kawan-kawan yang baik, silakan menengok tulisan-tulisan lain Ernawatie Sutarna atau artikel-artikel lain tentang Sejarah Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//