Seruan Perlindungan untuk Monyet Ekor Panjang dan Beruk dari Bandung Menggugat
Monyet ekor panjang dan beruk menjadi primata dengan kondisi mengkhawatirkan. Habitatnya terancam alih fungsi, mereka pun rentan dieksploitasi, disiksa, dan dijual.
Penulis Prima Mulia1 Februari 2025
BandungBergerak.id - Aktor dan aktivis Wanggi Hoed melakukan aksi pantomim dengan tema nol penyiksaan, nol penindasan, dan nol kekejaman di sekitar patung harimau simpang Braga Wastukancana, Bandung, sekitar 100 meter dari Gedung Indonesia Menggugat, Kamis, 30 Januari 2025. Aksi ini sebagai “Solidaritas Untuk Primata dari Bandung Menggugat”.
Aksi sunyi Wanggi ditemani puluhan lembar poster-poster terkait upaya konservasi monyet ekor panjang dan beruk yang ditempel di sekeliling monumen. Polisi berseragam dan polisi-polisi intel mengamati dari kejauhan.
Momen Hari Primata Indonesia ini dipakai Wanggi untuk menuntut agar status konservasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca nemestrina) berubah jadi satwa dilindungi di Indonesia.
Monyet ekor panjang kerap dieksploitasi demi pundi-pundi ekonomi. Topeng monyet cukup mudah ditemukan di jalan-jalan maupun di kampung-kampung kota.
Pada 21 Januari 2025, seekor monyet ekor panjang menunjukan kebolehannya dengan bermain sepeda dan main egrang di gang permukiman padat pinggir rel kereta api di kawasan Kosambi. Anak-anak bersorak kegirangan, atraksi topeng monyet keliling ini jadi hiburan yang mereka tunggu.
Kebalikan dari Indonesia, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan dua spesies ini dengan status terancam punah akibat eksploitasi, penyiksaan, perdagangan ilegal, dan alih fungsi habitatnya di alam sejak tahun 2022.
Monyet dan beruk disiksa dan dilatih dengan keras supaya mau mengikuti kemauan majikannya (manusia). Satwa-satwa ini dimanfaatkan untuk bisa menghasilkan uang. Satwa ini juga disewakan jadi atraksi topeng monyet. Harga sewa monyet yang pintar bermain sepeda dan egrang tentu lebih tinggi dibanding monyet yang hanya bisa menari sambil bawa payung.
Krisis iklim dan pembabatan hutan-hutan alam atau beralih fungsinya hutan habitat satwa liar juga semakin memperburuk keadaan. Satwa yang kehilangan hutan tempat tinggalnya rentan diburu atau dibinasakan.
Segala jenis penyiksaan pada monyet ekor panjang dan beruk masih terus terjadi. Perburuan liar, perdagangan ilegal, menjadikan satwa liar jadi peliharaan, dan jadi komoditas ekspor sebagai hewan untuk percobaan medis, tetap berjalan sampai sekarang.
"Habitat mereka dirampas, beralih fungsi, hutannya hilang jadi kebun dan permukiman. Konflik manusia dengan, monyet ekor panjang dan beruk semakin sering terjadi, satwa-satwa ini lalu dianggap hama. Padahal manusialah yang merampas habitat alami mereka, sudah saatnya status konservasi monyet ekor panjang dan beruk menjadi satwa dilindungi di Indonesia," kata Wanggi.
Baca Juga: Kawanan Monyet Liar Merambah Permukiman Kota Bandung, Kehilangan Hutan dan Makanan Diduga Kuat Menjadi Penyebabnya
Doger Monyet di Jalur Mudik
Terjadi Secara Global
Kabar miris seputar monyet ekor panjang juga terjadi secara global. IUCN menetapkan monyet ekor panjang dalam status konservasi (endangered) terancam punah. Spesies ini mengalami perubahan status yang awalnya memiliki status (vulnerable) yaitu status yang menghadapi risiko kepunahan di alam liar dalam waktu yang akan datang berubah menjadi (endangered) yaitu spesies yang menghadapi risiko kepunahan dalam waktu dekat.
Menurut Galuh Sekar A di laman Forestation FKT yang dipublikasikan 4 September 2022, perubahan status ini dibuat setelah IUCN melakukan penilaian terhadap populasi monyet ekor panjang pada 7 Maret 2022, bahwa populasi monyet ekor panjang diprediksi akan menurun hingga 40 persen dalam tiga generasi terakhir atau sekitar 42 tahun.
“Penurunan populasi ini terjadi di beberapa negara seperti Kamboja, Laos dan Bangladesh yang mencapai 50 persen dalam waktu sepuluh tahun terakhir,” tulis Galuh Sekar A, diakses Jumat, 31 Januari 2025.
Galuh Sekar A juga memaparkan, penurunan jumlah populasi monyet ekor panjang di alam juga dipengaruhi adanya perdagangan illegal melalui platform media sosial. Di Indonesia monyet ekor panjang lebih dari 4.700 dijual di laman Facebook kurun waktu 2020-2021. Monyet yang dijual merupakan tangkapan dari alam liar.
“Perdagangan monyet ekor panjang di media sosial sering ditujukan sebagai satwa peliharaan. Satwa liar yang dijadikan sebagai hewan peliharaan menjadi tren yang berkembang di masyarakat terutama monyet ekor panjang ini, banyak influencer yang tidak langsung mempromosikan monyet ekor panjang menjadi hewan peliharaan yang bisa dipelihara di rumah dan dirawat seperti bayi,” paparnya.
Tren tersebut menjadi suatu hal yang cukup berbahaya baik bagi hewan sendiri dan manusia. Salah satu risikonya adalah terbawanya penyakit zoonosis kepada manusia.
*Kawan-kawan silakan membaca tulisan lain Prima Mulia atau artikel-artikel tentang satwa liar atau monyet liar