Menarasikan Visual ala Mahasiswa DKV Unpas
Pameran Narasi Visual memajang karya mahasiswa Prodi Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Pasundan. Lebih dari sekadar pemenuhan syarat lulus mata kuliah.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
4 Februari 2025
BandungBergerak.id – Sore itu hujan cukup deras. Dimas bersama beberapa orang lainnya baru saja tiba di Jalan Garut nomor 2, Kota Bandung. Dimas tak menyangka dirinya akan menjadi orang yang lebih dulu datang, meski kemudian kawan-kawan lain muncul bergiliran. Seraya menunggu semua berkumpul Dimas membawa pigura dengan gambar sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Tangannya mendekap cukup erat gambar itu yang rencananya akan dipajang untuk Pameran Narasi Visual pada Jumat 24 Januari 2025 di Aula Perpustakaan Ajip Rosidi. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian UAS Pamungkas sebagai syarat kelulusan mata kuliah Bahasa Indonesia pada Program Studi (Prodi) Desain Komunikasi Visual (DKV) Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas).
Acara yang dibuka langsung oleh ketua Prodi Desain Komunikasi Visual itu cukup mendapat sorotan dari khalayak Gedung Perpustakaan Ajip Rosidi. Tidak hanya itu, kegiatan ini diramaikan pula oleh bazar buku dan barang-barang unik yang lazim dicari penyuka thrifting. Para pelapak yang ikut meramaikan antara lain, Lawang Buku, Toko Kenangan Asyik, Dr. Liang Book, Koperasi Wangg, Sekanthi, dan Baruna Jaya Aromaterapi.
Sejak Kamis siang, 23 Januari 2025, para pelapak sudah menjajakan ragam genre buku dan sajian barang bekas dan lawas. Ini karena UAS Pamungkas berlangsung selama dua hari. Hari pertama diisi oleh diskusi dua novel klasik, Mrs. Dalloway dan The Sun Also Rises bersama mahasiswa Prodi Sastra Inggris tingkat tiga pada Fakultas Ilmu Seni dan Satra Unpas. Sama halnya dengan Pameran Narasi Visual, diskusi tersebut merupakan syarat kelulusan mata kuliah Literary Criticism. Bedanya, diskusi tidak digelar di aula utama. Di sebelahnya terdapat ruangan berkapasitas sekitar 70 orang lebih, sehingga tempat itulah yang digunakan untuk acara diskusi.
Baca Juga: Pameran Seni Menolak Genosida Israel di Tanah Palestina
Young Painter Exhibition, Seni Kontemporer di Mata Para Seniman Muda Bandung
Lenggak-lenggok Model dari ISBI Bandung, Sebuah Fashion Show di Pasar Kosambi untuk Mengenalkan Seni Batik
Karya Visual
Secara keseluruhan, karya visual pada pameran ini berjalin dengan kehidupan masing-masing. Dengan kata lain, karya yang mereka buat bukan sekadar pemenuhan syarat untuk lulus mata kuliah Bahasa Indonesia. Lebih dari itu, mereka mempunyai harapan agar semua keresahan yang muncul dapat tersampaikan kepada orang lain.
Pada dasarnya, karya narasi visual ini tidak terpaku pada satu tema. Tiap-tiap mahasiswa dibebaskan memilih tema apa pun yang mereka minati. Pun demikian dengan media yang digunakan. Semua mahasiswa bisa mengekspresikan cerita-cerita menarik ke berbagai medium yang tidak terbatas. Kendatipun, mayoritas memilih lukisan dan sketsa sebagai perantara keresahan, kritikan maupun kekaguman terhadap seseorang dan bahkan pada alam semesta.
Tentu saja bukan hanya visualisasi yang baik yang menjadi penilaian. Ada kisah dalam gambar yang mesti diceritakan oleh si pembuat karya. Jika berupa animasi, cerita dapat tersampaikan lewat alur atau dialog. Demikian bila berupa lukisan, si pembuat karya cukup menuliskan maksud dari potret yang dihasilkan. Hal ini tampak, misalnya, pada lukisan bergaya surealis yang dibuat Alfhi Rizki. Pada mulanya hanya menampilkan sesosok manusia yang duduk seorang diri diterangi lampu kuning yang menyorot. Sorot cahaya dari lampu hanya berpusat pada manusia tersebut. Wajahnya menghadap ke arah jendela dengan latar temaram bulan, langit dan awan putih.
Dalam catatannya, Alfhi menceritakan ihwal esksistensi seseorang ketika berada di zona yang aman. Saat manusia berada pada zonanya sendiri, kata Alfhi, ia sedang terjebak tanpa melihat ke depan. “Orang yang tidak pernah ingin maju ke depan, orang yang terjebak dalam zonanya sendiri, orang yang selalu diselimuti rasa takut, dan tidak pernah ingin mencoba hal yang baru”, tulis Alfhi.
Soal eksistensi manusia, ada karya lain yang menunjukkan sisi berbeda. Sebut saja karya yang dibuat oleh Ramdani Khoerul Anam. Pada lukisan Ramdani terdapat sosok berwajah tak jelas. Sosok itu memegang dua benda berlainan. Tangan kanan memegang gitar, sedangkan tangan kiri memegang benda berukuran panjang. Dua kaki dari sosok tersebut berbeda bentuk dan ukuran. Kaki kanan cenderung ramping, bersambung pada tubuh yang lebar. Lalu kaki kiri tampak terlalu besar untuk ukuran manusia.
Ramdani mengaku bahwa lukisan itu menggambarkan dirinya yang hobi bermain gitar. Hal ini dijelaskan dalam sebuah narasi. Dengan menonjolkan warna cerah yang ekspresif menunjukkan perasaan riang bahagia. Tangan kirinya dengan memegang kabel jack ia anggap sedang bersiap untuk menghadapi tantangan. Ditambah tubuh yang kekar dengan garis khusus menandakan ketegasan jiwanya.
Ramdani juga mengakui lukisan itu terinspirasi dari seniman asal Amerika Serikat. Meski tidak disebutkan namanya, seniman terebut mengarah pada Jean Michel Basquiat yang banyak menghasilkan lukisan bergaya abstrak.
Nuansa eksistensial dalam karya-karya yang dipamerkan ini menjadi objek yang banyak dipilih. Selain soal hubungan diri dengan sesama manusia, beberapa karya mencoba untuk menunjukkan permenungan yang mendalam ihwal relasi di luar manusia. Ada karya Melvin Javier Tarezi tentang lelaki yang kehilangan kucing kesayangannya. Ada juga karya Velechitas Evidentia yang menekankan sisi spritualitasnya.
Terlepas dari kedua karya tersebut, terdapat karya yang berkaitan erat dengan isu diskriminasi. Salah satunya, karya yang dibuat oleh Faris Rafiuddin. Ia mengilustrasikan dua unit pesawat tempur dengan bom yang meluncur di bawahnya. Dalam gambar itu tertulis juga “STOP GENOCIDE”, menandakan genosida yang terjadi di Palestina oleh tentara Israel.
Selain itu beberapa mahasiswa memilih untuk menggunakan media digital. Seperti yang ditunjukkan oleh Lisviana Nurul Shafary. Pada pameran ini Lisviana memperlihatkan dua karya visualnya yang tidak saling terhubung. Satu gambar bergerak menghasilkan audio yang ditampilkan melalui layar Light Emitting Diode (LED), sedangkan satu karya lainnya dicetak dan dipajang menggunakan pigura. Visual yang tampak pada LED berisi bangunan rumah dari luar. Lalu gambar yang dicetak berisi desain ruangan yang sering digunakan untuk menggelar siniar. Masing-masing diberi judul Ruang Cerita untuk gambar yang dicetak, dan Ruang Singgah untuk visual digital.
Pameran Narasi Visual yang diadakan di Aula Perpustakaan Ajip Rosidi ini mendapat kunjungan dari berbagai lapisan masyarakat. Ada dari kalangan guru dan keluarga mahasiswa DKV Unpas yang sengaja datang dari luar kota. Kegiatan ini berakhir pada Jumat petang pukul 18.00, dan ditutup langsung oleh Wakil Dekan 2 Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel Hafidz Azhar, atau tulisan-tulisan lain tentang Pameran Seni