Revitalisasi Halte Bus di Bandung di Mata Pengguna Transportasi Publik, Banyak yang Harus Diperbaiki
Jumlah halte di Bandung mencapai 228 unit dengan beragam kondisi, di antaranya halte-halte yang kondisinya buruk dan kurang terakses oleh masyarakat.
Penulis Yopi Muharam11 Februari 2025
BandungBergerak.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung merevitalisasi halte-halte terbengkalai di sejumlah titik. Sejauh ini Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung telah melakukan revitalisasi di tiga titik, seperti di halte Merdeka, halte Cimekar, dan Halte Moh. Toha-PT Inti. Di luar itu masih banyak halte-halte terbengkalai, bahkan kondisinya buruk.
Untuk merevitalisasi tiga halte tersebut, Dishub Kota Bandung menggandeng beberapa komunitas seperti Edan Sepur dan Transport For Bandung, dua komunitas yang konsens pada isu-isu lalu lintas di Bandung. Ketiga halte tersebut kini sudah diperbaharui dengan menambah bingkai informasi seperti; rute trayek angkutan umum, kode bis yang hendak melewati jalan, papan informasi gawat darurat, hingga papan wisata Kota Bandung.
Dalam pantauan BandungBergerak di halte Merdeka yang berada tepat di seberang gerbang balai kota Bandung contohnya. Halte dengan besi dan bangku dicat dicat warna hitam. Di sisi kanopi yang memayungi bahu jalan tertera nama halte Merdeka.
Bangku halte diberi penghalang besi sehingga tidak bisa digunakan untuk tiduran. Tiang lampu pun terlihat baru dipasang menyatu dengan warna halte berwarna gelap.
Halte Merdeka mengundang perhatian dua perempuan penggunanya, Yulianda (22 tahun) dan Ismalia (22 tahun). Mereka sedang beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Jalan Braga. “Istirahat dulu, duduk-duduk di sini,” ujar Ismalia, membuka percakapan, sembari memotret-motret suasana halte.
Ismail mengaku kaget dengan adanya halte yang telah direvitalisasi ini. Dia seolah baru pertama kali melihat halte yang rapi dan lengkap dengan papan informasi. “Soalnya halte yang lain kan kaya enggak kepake gitu. Malah suka dijadiin tempat buat tidur gitu sama homeless,” ujarnya, Senin, 10 Februari 2025.
Yulianda menimpal, seharusnya seluruh halte yang ada di Kota Bandung disamaratakan terkait fasilitasnya. Menurutnya, seluruh masyarakat berhak mengakses halte yang baik. “Karenakan ini fasilitas umum,” ujarnya.
Ismalia menanggapi, bahwa ia mengira hanya halte Merdeka saja yang mempunyai fasilitas lengkap. “Kayanya cuman ini doang deh yang bagus. Soalnya kalo yang lain udah pada rusak gitu haltenya,” ujarnya.
Di tengah percakapan, Nares (21 tahun), mahasiswi Unpad merasakan hal yang sama dengan Yulianda dan Ismalia. Menurut Nares, halte Merdeka sudah sangat bagus dan informatif. Namun kualitas halte Merdeka sangat timpang jika dibandingkan dengan halte yang berada di depan kampusnya di Jatinangor.
“Di Jatinangor tuh sebenernya enggak ada halte yang kaya gini,” ungkapnya. Padahal mahasiswa di Unpad banyak juga yang menggunakan transportasi umum. Ia berharap halte di Unpad dan halte-halte lainnya disamakan kualitasnya dengan halte Merdeka.
“Padahal orang-orang kan apalagi area kampus, itu kan mahasiswa pasti butuh banget (halte),” ungkapnya.
Revitalisasi Halte Rusak
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Transportasi Dishub Kota Bandung Panji Kharismadi mengatakan, revitalisasi dilaksanakan karena umur halte sudah melebihi lima tahun. Bahkan, Panji menyebut beberapa halte kondisinya sudah memprihatinkan alias rusak.
Pelaksanaan perbaikan dan pemeliharaan halte sudah dilaksanakan sejak tahun 2023 dan awal 2025. Revitalisasi ini juga terkait dengan penyediaan halte untuk menopang Bus Rapit Transit (BRT) Bandung Raya. Beberapa halte rusak telah dibongkar sejak 2024 dan akan dibangun halte baru.
Panji menyebut sejak tahun 2023-2024 sudah ada 15 titik halte yang mengalami perbaikan dan pemeliharaan. Akan tetapi halte-halte tersebut belum sepenuhnya sama dengan tiga halte yang baru direvitalisasi. “Dan kami akan melanjutkan perbaikan dan pemeliharaan pada titik titik lokasi lainnya sesuai dengan prioritas,” terang Panji, saat dihubungi BandungBergerak.
Di sisi lain, Panji mengungkapkan Dishub juga berkomitmen untuk melakukan pembangunan dan revitalisasi di kawasan sudut-sudut Kota Bandung. Sebab nantinya halte tersebut akan menjadi pengumpan layanan BRT Bandung Raya. “Ada dua konsep yang akan dilaksanakan memperbaiki halte yang ada atau membangun halte yang baru,” ujar Panji. “Kami mencoba secara bertahap melengkapi penerangan dan juga melengkapi sticker informasi dan himbauan.”
Menggandeng Komunitas
Komunitas Edan Sepur Bandung turut dilibatkan dalam revitalisasi sejumlah halte di Bandung. Humas Edan Sepur Bandung Abdullah Putra Ganara menyebut pihaknya berkontribusi penambahan papan informasi di setiap halte.
“Jadi memang kami berkontribusi di informasi nomer kegawatdaruratan itu,” ujarnya. Adapun Transport For Bandung berkontribusi dalam melakukan pemetaan simpul transportasi massal di Kota Bandung. “Jadi tidak hanya kami yang berkontribusi direvitalisasi itu,” lanjutnya.
Abdul menyebut halte bus ini sudah seharusnya direvitalisasi. Sebab ada beberapa halte yang tidak sesuai dengan jangkauan titik. Nantinya, untuk halte yang dibongkar menurut Abdul harus dibangun sesuai dengan kebutuhan penumpang transportasi publik.
Open Data Kota Bandung 2025 menyebutkan, di Bandung terdapat 228 halte. Astri Mutia Ekasari dalam Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.15 No.1 berjudul “Evaluasi Rute dan Halte Bus di Kota Bandung” melakukan kajian terkait rute dan halte bus di Kota Bandung.
Astri menyimpulkan bahwa terdapat kinerja-kinerja rute yang tidak sesuai dengan standar yang ada, jaringan trayek yang ada tidak melayani kantung-kantung perumahan dan lokasi sekolah secara menyeluruh, kondisi rute dan halte yang ada tidak mampu melayani kebutuhan akan transportasi, dan kinerja rute dan halte yang buruk.
Baca Juga: Klaim Smart City Kota Bandung tak Membekas pada Transportasi Publik
Transportasi Publik di Bandung Jalan di Tempat
BALIK BANDUNG 2024: Korupsi, Upah Murah, Kemacetan, Transportasi Publik, dan Sampah
![Halte bus di Jalan Merdeka, Bandung yang baru selesai direvitalisasi, Senin, 10 Februari 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/4/6/halte_bus_di_jalan_merdeka_bandung_840x576.jpeg)
Mengeluhkan Transportasi Publik di Bandung
Halte merupakan salah satu unsur transportasi publik yang sering dikeluhkan warga Bandung. Keluhan lainnya terkait moda transportasi publik sendiri, seperti yang disampaikan Nares yang sehari-hari tidak menggunakan kendaraan pribadi seperti motor. Sebagai pengguna transportasi umum, Nares mengalami banyak hambatan terutama jika ia bepergian ke daerah pinggiran kota.
“Kebanyakan tuh cuma area tengah kota gitu, kan. Jadi kayak kalo ke area yang dipinggiran itu sulit transportasi umum,” keluhnya.
Tidak hanya itu, minimnya armada seperti bus membuat dirinya harus menunggu minimal 15-30 menit. Ia bahkan pernah ketinggalan bus berjenis Trans Metro Pasundan (TMP). Dia menyebut kekurangan dalam TMP adalah ketika bus lagi sepi kadang pintu yang terbuka di depan halte cepat untuk menutupnya. Tidak sampai lima detik, saat bus TMP itu menghampiri halte, pintu bus langsung menutup. “Kalau rame baru agak lama,” tuturnya.
Setiap harinya Nares sering pulang pergi menggunakan bus dengan kode 5D. Nantinya dia transit di halte PT Inti dan lanjut lagi menggunakan DAMRI menuju Jatinagor. Kelebihan dari naik TMP ini menurutnya adalah sudah tersedia di aplikasi. Di mana dia bisa melihat rute dan petunjuk arah untuk mencapai tujuannya.
Sama seperti Nares, Yulianda dan Ismalia juga merupakan pengguna transportasi umum. Setiap harinya mereka berdua mengandalkan transportasi umum untuk menuju ke kampusnya di UIN Bandung atau bepergian ke pusat atau pinggiran kota.
Yulianda mengeluhkan ketersediaan transportasi yang tidak terintegrasi. Dia berterus terang bahwa sarana transportasi di Kota Bandung masih jelek. Misalnya untuk angkutan umum (Angkot) yang menurutnya tidak semua angkot menjangkau ke beberapa titik. Sedangkan untuk bus, Yulianda mengeluhkan bahwa trayeknya masih terbatas. “Terus harus nungguin lumayan lama juga,” keluhnya.
Dia juga mencontohkan untuk menuju ke kampus dari rumahnya yang berada di Dago, dirinya tidak langsung bisa menaiki transportasi umum. Yulianda harus menempuh ke jalan besar dengan berjalan kaki atau naik ojek.
Setelah sampai di jalan utama pun, dirinya harus dihadapkan untuk menaiki beberapa transportasi umum untuk menuju ke kampusnya yang berada di Cibiru. “Dan itu tuh ngerasa lebih mahal aja ongkosnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Ismalia juga merasakan hal yang sama. Untuk menuju ke kampus, dirinya harus menaiki angkot sebanyak dua kali. Sedangkan, menurut pengalamannya bahwa mencari angkot juga sudah sulit ditemukan.
Terkadang saat menuju ke kampus untuk berkuliah, Ismalia harus mengundur waktu dari jam masuk kuliah. Alasannya adalah karena harus menunggu angkot. Sekalipun dapat angkot, dia mengeluhkan bahwa angkotnya sering mengetem lama.”Tapi tetep aja telat,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Transportasi Dishub Kota Bandung Panji Kharismadi membenarkan bahwa moda transportasi umum di Kota Bandung masih belum handal. Akan tetapi, dari pihak instansi pemerintah menurutnya sedang melakukan kajian terkait rerouting dan transformasi transportasi angkutan umum.
Dalam upaya mewujudkan transportasi massal, Panji mengungkapkan saat ini pihak pemerintah sudah berkolaborasi dengan dengan Kemenhub RI, Pemprov Jabar dan Kota/Kabupaten di Bandung Raya. “(Saat ini) sedang melaksanakan hasil kajian yang telah dibuat secara bertahap,” tuturnya.
Dia menyebut dalam lima tahun ke depan Kota Bandung akan memiliki 21 koridor terdiri sekitar kurang lebih 579 bus dengan sistem operasional terjadwal yang mana sistem ini akan terintegrasi dengan angkutan pengumpan/feeder.
“Harapan transportasi publik di Kota Bandung semakin maju, modern, mudah diakses oleh seluruh kalangan,” kata Panji.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharam, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Transportasi Publik Bandung