BERSAMA BUNG PRAM #1:Pramoedya Ananta Toer dan Impian yang Kandas
Pramoedya Ananta Toer pernah terobsesi dengan radio. Tapi, mimpinya itu kandas.

Deni Rachman
Penulis buku Pohon Buku di Bandung. Sedang menyusun buku kliping Pram dalam Kliping. Sehari-hari berdagang buku di Toko Buku Bandung.
18 Februari 2025
BandungBergerak.id – Pernahkah terpikirkan oleh kita apa yang menjadi impian Pramoedya Ananta Toer, atau Pram, saat muda? Ya, ia ingin sekali merakit sebuah radio! Begitu keranjingannya Pram pada benda ajaib ciptaan Marconi itu. Di usia 15 tahun ia dengan tekadnya yang bulat berniat melanjutkan ke Sekolah Teknik Radio di Surabaya.
Apa yang membuat Pram begitu keranjingan dengan sekotak radio itu? Ada baiknya kita simak perjalanan penemuan radio itu oleh sang empunya inovator, seajaib apakah penemuan radio itu bagi peradaban manusia.
Kurang lebih setengah abad sebelum Pram lahir, tahun 1874, lahirlah Gueglelmo Marconi di Bologna, Italia. Marconi ulet mengulik hasil percobaan Heinrich Hertz yang dengan gamblang mendemonstrasikan adanya gelombang elektromagnetik yang kasat mata. Gelombang itu bergerak lewat udara dengan kecepatan suara.
Dari sanalah ide gila Marconi ini muncul. Bahwa dengan memanfaatkan gelombang nirkabel ini, ia tentunya dapat mengirim tanda-tanda. Dengan cara ini, kehebatannya bisa melebihi kemampuan telegram, dan berita-berita dapat dikirim ke kapal di tengah laut.
Pada usia 21 tahun, dalam usaha kerja keras lebih singkat daripada percobaan Thomas Alpha Edison, Marconi berhasil membuat radio. Setahun kemudian mematenkannya. Setahun berikutnya lagi, dunia benar-benar dikejutkan dengan kemampuan radio Marconi mengirim berita nirkabel menyeberang selat Inggris. Di tahun 1901, dia bahkan berhasil mengirim berita radio melintasi Samudera Atlantik, dari Inggris ke Newfoundland.
Manfaat benda ajaib ini terasa ketika dalam sejarah, berita radio dapat menyelamatkan sebagian besar penumpang kapal S. S. Republic yang rusak pada tahun 1909 akibat tabrakan dan tenggelam ke dasar laut. Hanya enam orang yang meninggal. Di tahun itulah, ia kemudian mendapat hadiah Nobel, dan prestasi puncaknya ia dapat mengirimkan berita radio dari Irlandia ke Argentina, dalam jarak lebih dari 6.000 mil!
Kisah sejarah penemuan inikah yang membuat seorang Pram muda begitu tergila-gila dengan teknologi radio? Atau manfaat radio pada zamannya yang begitu berjasa? Namun, boleh dicatat jika radio berkesan khusus dalam diri seorang Pram. Mrazek bahkan membahas satu bab khusus dalam bukunya tentang Pram, Pramoedya Ananta Toer dan Kenangan Buru, (Cermin, 2000), bahwa radio merupakan benda yang menyenangkan bagi Pram.
Baca Juga: MEMORABILIA BUKU (12): Merayakan Pramoedya Ananta Toer di Bandung
Tarian Larasati dalam Arus Revolusi di IFI Bandung, Sebuah Adaptasi dari Novel Pramoedya Ananta Toer
PERAYAAN SEABAD PRAM DI BANDUNG: Novel tentang Perempuan-perempuan yang Melawan Zaman
Berawal dari Oleh-oleh Sang Paman
Sejak mengikuti sekolah rakyat yang lambat dan penuh disiplin dari sang ayah, Pram menemukan hari-hari di dalam keluarganya semakin suram. Keadaan kurangnya uang nafkah, kondisi pada masa penjajahan yang tidak menentu, membuat Pram ikut andil dalam keberpihakan terhadap sang ibunda. Ia ikut membantu bercocok tanam, berdagang padi, dan beternak kambing. Diduga, mungkin Pram kecil sudah mulai menabung untuk mewujudkan keinginannya.
“...Aku menabung, semuanya kutabung. Kusimpan keinginan yang tak seorang pun mengetahuinya. Tidak pula Ibu.”
Tak lama berselang, sang paman, seorang montir yang bekerja di New Caledonia menghadiahi Pram buku tentang elektronik. Pram membacanya, dan sangat terkesan. Ia ingin mengetahui lebih dalam lagi. Rangkaian-rangkaian yang terdapat dalam buku itu semakin kompleks. Pada awalnya, Pram tidak bisa memahaminya, dan tidak pula menanyakannya pada siapa pun.
“Dari tabunganku, aku membeli beberapa liter asam sulfur, tembaga, dan pateri, dan aku membuat beberapa batere sendiri.”
Ketika kontak mulai menghasilkan percikan api, Pram pernah mengungkapkan kegembiraannya yang meluap-luap hingga ia bertepuk tangan sendirian. Ketika di rumah tidak ada listrik pun, Pramlah yang pertama kali membawa listrik ke rumah. Namun sayang, “Untuk beberapa saat, tabunganku habis, dan aku tidak bisa melanjutkan kesenanganku,” kenang Pram.
Pernah dalam kondisi yang serba sulit dan dinyatakan sisa hidup ibu Pramoedya tinggal dua tahun lagi, Pram ditanya:
“Sekolah apa yang engkau ingin pergi? Dan di mana?”
Pram tahu sekali menjelang tahun 1940, ibunya berusaha mendapatkan uang dengan caranya sendiri. Dan ia terkejut sekali dengan tawaran yang tiba-tiba itu. Masih dalam kondisi sesulit apa pun, ibunya masih peduli dengan kelanjutan pendidikan sang anak.
Lalu, Pram menjawab: “Teknik yang dibagi dalam tiga semester, masing-masing selama enam bulan. Dan ada hubungannya dengan teknik elektro: yaitu Sekolah Teknik Radio di Surabaya...”
Rupanya, bahan bacaan dan percobaan diam-diam tentang elektronik itu membuat Pram terpengaruh dan mengarahkan dirinya ke sekolah radio. Maka diizinkanlah ia oleh sang Ibu. Lalu, Pram dibekali jam tangan, sepasang sepatu kulit Bata, dan dua cincin emas untuk disimpan dan digunakan dalam keadaan darurat.
Pram menumpang kereta uap Semarang-Joana. Menuju Radio Vakschool di Surabaya. Niatnya bulat: belajar radio!
Di Sekolah Teknik Radio
Sesampainya di Surabaya, Pram tinggal di rumah kos yang rata-rata dihuni oleh pegawai negeri dan buruh. Pram ditempatkan di kamar belakang. Namun di sanalah ia mendapat bacaan-bacaan aneh mulai dari koleksi buku tentang black magic, buku tentang seks karya ilmuwan Swedia (dan Pram membacanya berkali-kali), sebuah buku narasi tentang perang Boer di Afrika Selatan “The last convulsion”, buku Jawa karya Pak Poeh, roman-roman karya Emile Zola, dan Balzac, hingga buku-buku detektif. Semasa sekolah, Ibunya juga mengirimkan sebuah sepeda baru.
Ketertarikan Pram tetap pada radio. Namun, entah kenapa, Mrazek mengungkapkan jika Pram mulai melihat sekolah radio itu tidak sepenting yang diharapkan.
“Sekolah tidak lagi menarik perhatianku sepenuhnya, namun aku masih mendapatkan nilai bagus dalam elektro dan teori radio. Praktek-praktek menjadi siksaan, meskipun aku bisa berjalan leluasa di ruang laboratorium.
Ketika kami berbaris di laboratorium besar, stasiun radio penerima terbesar dihidupkan, dan menangkap gelombang Batavia. Sinyal masuk, sangat keras, tetapi berbeda, dan tidak terlalu gaduh, diterima apa adanya karena pada waktu itu masih belum ada sistem hi-fi. Kantor berita Netherlands news melaporkan bahwa pesawat-pesawat terbang Jepang tanpa peringatan lebih dulu telah menyerang Pearl Harbour di Hawaii. Amerika mengumumkan perang terhadap Jepang, Juga Inggris berbuat hal yang sama. Lalu, dibacakan pernyataan Hindia Belanda yang juga mengumumkan perang terhadap Jepang.
Para siswa keluar dari ruang kelas, menaiki sepeda masing-masing, dan pulang. Aku sendiri berbuat hal yang sama...”
Pram paham betul apa guna radio dalam sistem komunikasi. Dari sanalah ia tahu bagaimana sejarah dunia di belahan bumi lain dapat terpantau. Fungsi radio sebagai alat komunikasi yang efektif di satu sisi menambah impian Pram semakin dekat: dapat merakit radio sendiri.
Pram semasa sekolah juga menerangkan kemajuan Jepang sebagai negara yang tanggap terhadap pentingnya fungsi radio. Kekagumannya pada teknologi Jepang, membuatnya ingin bisa mengunjungi Jepang.
“Sebagai siswa sekolah radio, aku tahu bahwa Jepang melalui layanan gelombang pendek ke Indonesia menyiarkan (sebuah lagu nasionalis, tetapi dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda): Indonesia Raya.
Gedung besar yang berfungsi sebagai laboratorium dan bengkel kerja, penuh dengan pesawat radio penerima yang besar, beberapa berukuran 28-lampu, dari semua jenis, dari perusahaan-perusahaan yang paling berbeda, juga mesin-mesin Jepang yang bagus...”
Pada satu kesempatan istimewa, pertama kalinya dalam masa praktik, Pram begitu girang. Ia disuguhi seperangkat pesawat penerima ke dalam kelas, sebuah radio buatan Jepang. Instruktur menerangkan bahwa orang Jepang pada saat itu sedang menggunakan sistem montase di mana setiap komponen, ketika tidak berfungsi baik, bisa diambil dari keseluruhan sistem dan diganti. Ketika mesin dibuka tidak kelihatan kabel di dalamnya seperti halnya seluruh radio penerima biasa yang pernah Pram lihat, hanya terdapat pelat tembaga saja. “Ini bukan sebuah imitasi, ini sebuah kreasi yang asli”, ungkap Pram.
Sayonara Radio
Tahun 1941 ia tamat sekolah radio tersebut setelah belajar satu setengah tahun. Ijazah tak pernah sampai diterimanya, karena waktu disegelkan di Bandung, bala tentara Jepang sudah mendarat. Akhirnya ia kembali ke Blora.
“Semua kemenangan Jepang di laut dan di darat di mana-mana dipublikasikan di koran-koran. Radio-radio menggemakan mars Indonesia dan Jepang”
Dalam rangka mencari pekerjaan, Pram muda mencoba melamar toko radio satu-satunya di kota Blora. Namun, ia ditolak. Impiannya menjadi seorang markonis mulai menyusut, semua yang berkaitan dengan radio semakin kabur dari angannya.
Bulan Mei 1942, ibu Pram meninggal dunia. Pram memutuskan ikut pamannya bekerja di Jakarta supaya tetap bisa menafkahi adik-adiknya.
Dalam kenangan Pram di Buru, seperti yang dikutip dari Mrazek, Pram waktu itu masih berpikir membawa serta komponen-komponen radionya ke Jakarta. Ia mungkin masih berencana untuk mencoba sekali lagi merakit sebuah radio yang bagus untuk digunakan sendiri.
“Aku masih menyimpan perakit di Blora, dan beberapa suku cadang radio lainnya. Aku memiliki rencana membuat sebuah radio, tetapi karena tidak ada suku cadang lainnya tersedia, aku membawa semuanya ke Jakarta.”
Namun sama sekali suku cadang itu tak pernah ia rakit. Sejak itu, Pram tidak jadi mengurus ambisinya pergi ke Jepang dan memutuskan semua pertalian dengan radio sebagai pekerjaan. Selanjutnya Pram menekuni dunia stenografi. Mengingat gagalnya impian Pram muda merakit radio, mungkinkah dari kita ada yang mengenang Pram dan radio kandasnya itu dengan mendirikan stasiun angkatan muda, Pramoedya FM atau beralih wahana ke Pramoedya TV di saluran YouTube yang lagi digandrungi anak muda zaman now?
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Deni Rachman, atau artikel-artikel menarik lainnya tentang Pramoedya Ananta Toer (Pram)