Unjuk Rasa Warga Karawang di Gedung Sate, Menolak Penambangan Karst Pangkalan agar Terhindar dari Bencana Alam
Karst Pangkalan di Karawang Selatan telah ditetapkan sebagai Kawasan Bentang Alam Karst yang harus dilindungi dari penambangan yang merusak.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah20 Februari 2025
BandungBergerak.id – Menolak ancaman kerusakan alam di Karst Pangkalan, Karawang, Jawa Barat, puluhan warga dari elemen budayawan, mahasiswa, dan pegiat lingkungan tergabung dalam Masyarakat Karawang Bersatu (MKB) menggelar aksi protes di depan Gedung Sate, Bandung, Rabu, 19 Februari 2025. Mereka mendesak pemerintah agar tidak memberikan izin penambangan di kawasan karst.
Warga Karawang Yani (49 tahun) khawatir jika perusahaan tambang diberi izin tambang maka akan memperparah krisis iklim dan mengundang bencana ekologis seperti banjir dan kemarau panjang.
"Karena berdampak, bagaimana anak cucu saya ke depan nanti. Yang memberikan izin tidak terdampak, warga sekitar yang terdampak," kata Yani kepada BandungBergerak.
Koordinator Masyarakat Karawang Bersatu Yudha mengatakan, penolakan warga terhadap eksploitasi karst sudah dilakukan sejak lama. Pada 2020 perusahaan tambang mendapatkan rekomendasi dari Bupati Cellica Nurrachadiana bernomor nomor 530/6829/EK tanggal 23 Desember 2020. Rekomendasi ini kemudian diterima oleh Dinas ESDM Jabar serta disetujui oleh PJ Gubernur Jabar Bey Machmudin untuk eksploitasi di wilayah Blok A (41 hektare) dan Blok B (46 hektare). WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) baru terbit November 2024.
“Kami bergerak sekarang ini mereka akan beroperasi dari situlah kami mencoba menghadang mereka," beber Yudha.
Sebelum melakukan aksi ke Gedung Sate, warga juga menggeruruduk Pemkab Karawang untuk menuntut surat penolakan izin tambang. "Kami meminta untuk mencabut," jelas Yudha.
Perusahaan akan mengeksploitasi batu gamping dari batuan karst untuk pabrik semen. Warga menilai, perusahaan semen sendiri di Indonesia sudah surplus. Tidak hanya dampak kerusakan ekologis, kerugian ekonomi berupa investasi akan berdampak di kawasan Karawang.
"Kawasan Karst Pangkalan ini sebagai benteng alam Kabupaten Karawang," katanya. “Makannya kami menolak."
Warga bersikukuh bahwa rencana eksploitasi kawasan Karst Pangkalan bertentangan dengan UUPLH dan Perda RTRW Karawang mengenai Kawasan Karst Karawang yang masuk dalam kawasan lindung geologi.
BandungBergerak mencoba menghubungi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jabar melalui pesan singkat dan telepon, namun tidak kunjung mendapatkan jawaban.
Baca Juga: Andaikan Kampus Setuju Menerima Konsesi Tambang
Membaca Pola Pemberian Izin Tambang Pada Ormas Keagamaan Secara Politis
Polusi Batu Bara Menimbulkan Berbagai Macam Penyakit di Sekitar Pertambangan Maupun di Wilayah PLTU
Mengenal Karst Pangkalan
Karst Pangkalan berada di Karawang Selatan. Wilayah karst ini telah dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM NO.3606 K/40/MEM/2015 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Pangkalan – Karawang. Peraturan ini menjadi legalitas untuk melindungi Karst Pangkalan dari kegiatan yang dapat merusaknya.
Pada Juli 2016, dalam kajian Indonesia Speleological Society, wilayah yang masuk dalam KBAK yaitu Kampung Citaman Desa Tamansari dan Goa Dayeuh. Adanya rencana ekploitasi tambang mengancam flora dan fauna.
Peneliti Geologi T Bachtiar mengatakan, karst memiliki nilai sejarah tinggi serta memiliki kaitan dengan kerajaan Tarumanagara di Batujaya. Candi-candi yang ada di Batujaya terbuat dari batu bata merah yang berasal dari karst Pangkalan. Eksploitasi karst juga akan menimbulkan kerusakan lingkungan karena mengganggu keseimbangan alam.
“Karst yang memiliki nilai arkeologi seperti di Pangkalan seharusnya dikonservasi dan dimanfaatkan bukan dalam bentuk barang melainkan jasa. Misalnya geowisata, geotrek, dan geopark. Di karst Pangkalan menggoreskan sejarah bagaimana orang zaman dulu memanfaatkan karst dengan begitu bijaksana,” jelas T Bachtiar, dilansir dari Mongabay, Rabu, 19 Februari 2025.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menjelaskan, sumber air Karawang kebanyakan berasal dari daerah selatan yaitu Pegunungan Sanggabuana dan Karst Pangkalan. Pegunungan Sanggabuana terbentang dari Kabupaten Bogor, Cianjur, Purwakarta dan Karawang yang memiliki luas kawasan hutan paling luas di antara Kabupaten lainnya. Sementara Karst Pangkalan yang terbentang mulai dari Kabupaten Bekasi, Purwakarta dan Karawang sendiri memiliki lebih dari 80 persen luasan bentang alamnya.
Sungai-sungai alam di Kabupaten Karawang seperti Cigeuntis, Ciomas, Cicangor, Cipatunjang dan lainnya mendapatkan air bersih dari mata air yang ada di Pegunungan Sanggabuana. Sementara Sungai Cisubah, Cibaregbeg, Cikereteg dan lainnya mengalir dari Karst Pangkalan. Sungai-sungai tersebut menambah debit air ke Sungai Cibeet dan Citarum yang masuk ke aliran Irigasi untuk Persawahan Karawang.
Maka menjadi masuk akal jika warga khawatir pengrusakan kawasan karst Pangkalan akan memicu bencana alam berupa kekeringan di musim kemarau maupun banjir di musim hujan. Karst Pangkalan harus dipertahankan sebagai bentang alam.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Tambang Merusak Lingkungan