Pendiri Teater Payung Hitam Merasakan Air Susu Dibalas Tuba
Pelarangan lakon Wawancara dengan Mulyono oleh ISBI Bandung menjadi potret buram kebebasan berkesenian di Indonesia.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah28 Februari 2025
BandungBergerak.id – Pelarangan pementasan lakon Wawancara dengan Mulyono garapan kelompok Teater Payung Hitam menunjukkan peristiwa muram kebebasan berekspresi. Di Indonesia, kasus serupa kerap kali terjadi dan merugikan kebebasan para seniman.
Rachman Sabur dan rekannya, Tony Broer, sudah lama menjalankan pementasan teater membawa nama baik Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Rachman sendiri sudah 32 tahun mengajar di kampus yang sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.
Teater Payung Hitam telah memproduksi tiga pertunjukan yang diminta oleh ISBI untuk diikutkan pada Festival Kesenian Indonesia (FKI) di ISI Yogyakarta, ISI Denpasar, dan IKI Jakarta. Adapun tiga pementasan itu yakni, Masbret, Perahu Noah, dan Puisi Tubuh Yang Runtuh yang Rachman persembahkan sebagai bentuk pengabdian kepada almamater yang ia cintai.
Akan tetapi, Rahman menilai setelah terjadi penggembokan studio teater saat akan melakukan pementasan Wawancara dengan Mulyono di almamaternya sendiri oleh mantan muridnya sendiri seperti air susu dibalas air tuba.
Sebelum bernama ISBI Bandung, Rachman pernah menjabat sebagai PK II STSI Bandung dan menjadi pembimbing tugas akhir Retno Dwimarwati, Rektor ISBI Bandung. Bahkan Retno dilibatkan bermain dalam pertunjukan Teater Payung Hitam. Rachman heran dengan gaya komunikasi ISBI Bandung, padahal sudah saling kenal berpuluh-puluh tahun.
“Sekarang saya digembok. Saya menjadi terlarang. Beginikah cara lembaga ISBI Bandung memperlakukan saya? Menjadi keset dari Gedung Rektorat yang angkuh dengan keakademisannya,” tegas pensiunan dosen ISBI Bandung ini, dalam keterangan resmi tertulis yang diterima BandungBergerak, Senin, 24 Februari 2025.
Sebagai pensiunan dosen dan sebagai seniman ia akan tetap konsisten melawan kesewenang-wenangan. Ia menilai, pernyataan resmi yang dilakukan ISBI Bandung cenderung sepihak, tidak adil, dan tidak proporsional.
“Saya sangat prihatin sekali terhadap penilaian birokrat akademis yang barbar, tidak mendasar!,” kata Rachman Sabur.
Sebelumnya, Rektor ISBI Bandung Retno Dwimarwati mengatakan, permohonan izin yang diajukan Teater Payung Hitam untuk menggunakan Studio Teater hanya bersifat lisan tanpa melengkapi prosedur administrasi yang diwajibkan oleh ISBI Bandung. Selain itu, Studio Teater tidak bisa digunakan karena ruangan terbatas dan berdekatan dengan waktu perkuliahan.
Retno menyarankan teater Payung Hitam tetap menggelar pertunjukan namun di gedung pertunjukan yang lain. Sebab, kampus yang berada di bawah kelembagaan negara harus menjaga netralitas sebagaimana diatur dalam UU no 5 tahun 2014 pasal 2 tentang ASN.
Hal ini dikarenakan narasi negatif yang dibawa pementasan mengangkatkan tokoh tertentu memicu reaksi dan protes keras dari pihak luar yang tidak setuju. Isu lakon dianggap sensitif karena membentuk opini publik pada tokoh tertentu.
Retno membantah bahwa kampus melakukan pembatasan kebebasan berekpresi dan berkesenian.
“Kejadian ini menimbulkan pemberitaan viral mengenai penggembokan ruang Studio Teater yang seolah-olah ISBI Bandung membatasi kebebasan berkesenian,” kata Retno dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Lawan Pembungkaman Karya Seni oleh Negara
Setelah Melarang Teater Payung Hitam Mementaskan Wawancara dengan Mulyono, ISBI Bandung Membentuk SOP dan Kurator Pertunjukan
Mahasiswa ISBI Bandung Turun Aksi, Mengencam Tindakan Pelarangan Lakon Teater Wawancara dengan Mulyono
Kebebasan Berkesenian dalam Ancaman
Kebebasan berekspresi pasca-Pilpres 2024 dikhawatirkan semakin menyempit. Hal ini ditandai bentuk pemerintahan di bawah koalisi besar partai politik yang mengarah pada ototarianisme. Penegakan hukum melalui pasal-pasal karet akan dijadikan alat kontrol dan politik untuk memanipulasi perhatian masyarakat yang semakin terpolarisasi.
Analisis tersebut merupakan hasil telaah Koalisi Seni dalam Meretas Batas Semu: Memperkuat Jejaring Kebebasan Berkesenian Asia Tenggaran (2025). Koalisi Seni dalam laporan tahun 2023 mengungkap pelanggaran kebebasan berekspresi berdasarkan pemantauan media, tercatat 37 peristiwa pelaranggan, yang sebagian besar terjadi di bidang seni 27 kasus, di bidang film 3 peristiwa, teater 3 peristiwa, dan seni tari 2 kali peristiwa. Sedangkan, sastra dan seni rupa terjadi masing-masing satu kali peristiwa.
“Dari segi aktor atau pelaku pelanggaran kebebasan artistik, total 49 pelaku individu dan kelompok, di antaranya 28 oleh polisi dan 12 pemerintah daerah,” ungkap Koalisi Seni.
Kebebasan berkesenian bukan semata urusan kebebasan berekpresi. Namun ada enam hak yang tercakup di dalamnya, diadaptasi dari hak dasar yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
Koalisi Seni kemudian merinci Hak Kebebasan Berkesenian sebagai berikut yaitu: 1. Hak atas kebebasan berkarya tanpa sensor dan intimidasi, 2. Hak mendapat dukungan, jalur distribusi, dan balas jasa atas karya, 3. Hak atas kebebasan berpindah tempat, 4. Hak atas kebebasan berserikat, 5. Hak atas pelindungan hak sosial dan ekonomi, dan 6. Hak ikut serta dalam kehidupan kebudayaan.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang TEATER