Memahami Status Kepemilikan GSG Arcamanik yang Difungsikan untuk Peribadatan Umat Katolik dan Kegiatan Warga Sekitar
Penggunaan GSG Arcamanik sebagai tempat ibadah umat Katolik diprotes massa karena dianggap menyalahi fungsi gedung. Bagaimana duduk perkara status kepemilikan GSG?
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah6 Maret 2025
BandungBergerak.id - Penggunaan Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik di Jalan Sky Air Nomor 19, Kota Bandung, sebagai tempat ibadah umat Katolik diprotes dalam unjuk rasa massa yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka, Rabu, 5 Maret 2025. Massa melangsungkan aksinya ketika umat Katolik sedang merayakan misa Rabu Abu sebagai awal memasuki masa Paskah. Menurut mereka, GSG Arcamanik merupakan fasilitas umum (Fasum) atau fasilitas sosial (Fasos) yang seharusnya tidak bisa dijadikan rumah ibadah.
Sebaliknya, pihak Gereja meyakini jika lahan dan bangunan gedung yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik ini sejak awal tercatat sebagai aset yang digunakan untuk peribadatan umat. Awalnya, pada 1988, atas nama Yosep Gandi, ketika itu pastor Paroki Santa Odilia, sebelum dihibahkan dan disertifikatkan sebagai hak milik Persatuan Gereja Amal Katolik (PGAK) Santa Odilia pada Juni 2024 lalu. Menurut pihak Gereja, tidak pernah GSG Arcamanik berfungsi sebagai Fasum atau Fasos. Membuka pintu bagi warga sekitar untuk turut memanfaatkan lahan dan gedung merupakan inisiatif sesuai kebijakan Keuskupan Bandung.
“Sejak awal memang dinamai Gedung Serba Guna karena ada surat dari Keuskupan (Bandung) untuk mengonfirmasi bahwa gedung yang diatasnamakan pribadi pastor tersebut bisa untuk kepentingan umum juga,” terang Dyah Nur Susanti, perwakilan umat PGAK Santa Odilia, dalam wawancara daring via zoom dengan BandungBergerak, Kamis, 6 Maret 2025 pagi.
Aksi protes dan penolakan massa terhadap pemanfaatan GSG Arcamanik ini bukan kali pertama. Diketahui, konflik telah berlangsung sejak dua tahun lalu. Dialog dan mediasi sudah ditempuh dengan melibatkan Pemerintah dan DPRD Kota Bandung, tapi tak kunjung membuahkan kata sepakat.
Bagaimana sebenarnya duduk perkara status kepemilikan lahan dan bangunan GSG Arcamanik ini?
GSG Arcamanik untuk Kepentingan Umat dan Warga Sekitar
Dyah Nur Sasanti menjelaskan, lahan GSG Arcamanik awalnya milik pribadi pastor Yosep Gandi yang membeli dari PT Bale Endah sebagai pengembang Kompleks Arcamanik Endah. Bangunan GSG berdiri antara tahun 1988-1989, hampir bersamaan dengan terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dokumen Akta Jual Beli (AJB) nomor 337/Kec.BB/1988. Dari sinilah warga mulai mengenal gedung GSG Arcamanik.
Menunjukkan salinan dokumen-dokumen pendukung, Dyah memaparkan kronologi status kepemilikan lahan dan bangunan GSG Arcamanik. Pada 5 Juli 1988 terbit Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Ruang Serbaguna No.644/296/DPU KB/1988, atas nama Sdr. P. Soeharto untuk dan atas nama PT. Bale Endah. Pada 5 Agustus 1988, terbit Akta Jual Beli No.337/Kec.BB/1988, dari PT. Bale Endah (penjual) kepada Yosep Gandi (pembeli) yang saat itu menjabat sebagai Pastor Paroki Santa Odilia, di hadapan Koswara (Camat/PPAT di Bandung). Pada 29 Maret 1989, terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan No.1025 atas nama Yosep Gandi. Pada 2 Agustus 2022, terbit Akta Hibah No.37/2022, dari Maria Salmi, Garman, Omah, Karso, Toto Sunarto, dan Raswi (ahli waris Yosep Gandi/pemberi hibah) kepada Gratianus Bobby Harimaipen (bertindak untuk dan atas nama Gereja dan Amal Katolik Gereja Santa Odilia disingkat PGAK Santa Odilia/penerima hibah), di hadapan Mita Permatasari, S.H., PPAT Kota Bandung. Lalu pada 21 Juni 2024, terbit Sertifikat Hak Milik NIB.10.15.000003253.0, dengan Pemegang Hak Badan Pengurus Gereja dan Amal Katolik Gereja Santa Odilia disingkat PGAK Santa Odilia.
Laman resmi Gereja Santa Odilia mencatat, GSG Arcamanik terletak di Perumahan Arcamanik Endah, di atas lahan seluas 2140 meter per segi dengan luas bangunan 525 meter persegi.
“GSG ini dibangun tahun 1989, merupakan tempat umat Wilayah Arcamanik mengadakan kegiatan seperti Rapat Wilayah, latihan Paduan Suara, arisan Ibu-ibu Katolik, olahraga, dan kegiatan keagamaan. Gedung ini dapat juga digunakan oleh masyarakat umum untuk acara pernikahan, Pemilihan Umum, dan lain sebagainya,” demikian keterangan yang tertulis.
Menempuh Izin Pendirian Rumah Ibadah
Pernyataan Dyah tentang status kepemilikan lahan dan bangunan GSG Arcamanik mempertegas keterangannya ketika ditemui di tengah aksi unjuk rasa pada Rabu, 5 Maret 2025. Sejak awal lahan dan bangunan ini tidak pernah dinyatakan sebagai Fasum atau Fasos, dan sejak awal telah digunakan sebagai tempat beribadah.
“Kami menggunakan untuk misa, kami menggunakan untuk kegiatan warga, dan warga ini posisinya adalah meminjam. Dan kami buka ruang itu seluas-luasnya sepanjang tidak berbenturan dengan jadwal yang sudah ada,” ungkapnya.
Dijelaskan Dyah, saat ini pihak Gereja sedang menempuh permohonan persetujuan bangunan gedung (PGB) gereja untuk GSG Arcamanik. Jumlah jemaat Katolik di Arcamanik yang terus membesar, saat ini mencapai 1.400 orang, membutuhkan fasilitas ibadah yang lebih memadai.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung mencatat jumlah tempat peribadatan umat Katolik di Kota Bandung pada 2019 sebanyak 54 gereja. Jumlah ini tersebar tidak merata hanya di 11 kecamatan. Banyak kecamatan yang tidak memiliki gereja Katolik, salah satunya Arcamanik. Sementara itu, jumlah penduduk Kota Bandung yang beragama Katolik pada 2019 tercatat 56.671 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah gereja Katolik yang ada, maka satu gereja rata-rata melayani 1.049 orang.
“(Izin PGB) Sedang kami ajukan, tetapi ujungnya bagaimana, bukan ada di tangan kami keputusannya. Sudah beberapa waktu yang lalu. Jadi bukan hitungan sebulan dua bulan. Kita sudah menempuh itu (perizinan membangun gereja),” bebernya.
Dyah berharap perizinan tersebut berlangsung lancar. Dia ingin umatnya bisa beribadah dengan tenang. Warga sekitar pun tetap bisa memanfaatkan gedung. Terlebih selama ini hubungan jemaat dengan warga sekitar baik-baik saja.
Harapan serupa disampaikan perwakilan PGAK Santa Odilia lainnya, Yoseph. Saat ini pihaknya sedang menunggu perizinan pendirian gereja di GSG Arcamanik. Sejak awal dibangun GSG memang diperuntukkan untuk kepentingan ibadah, selain tetap terbuka bagi warga sekitar yang ingin memanfaatkannya.
“Kami sudah mengurus izin, tapi terhambat,” katanya.
Fungsi GSG Arcamanik
Dalam pantauan BandungBergerak, aksi penolakan massa dari Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka pada Rabu, 5 Maret 2025 berlangsung damai. Selama aksi, umat Katolik tetap bisa melakukan peribadatan rangkaian Paskah. Baik aksi massa maupun peribadatan umat sama-sama memperoleh pengawalan dari petugas kepolisian.
Massa mengklaim, GSG Arcamanik sejak tahun 1988 telah menjadi sarana umum, tetapi pada 2022 kepemilikan GSG diambil alih menjadi tempat peribadatan umat Katolik. Hal ini dianggap sebagai perubahan terhadap fasilitas umum. Forum sudah melakukan penolakan sejak bulan Juni 2023 dengan tuntutan gedung ini dikembalikan ke fungsi semula, bukan sebagai rumah ibadat, dan menurut mereka, ini bukan berdasar sentimen agama.
Pukul 09.12 WIB, beberapa spanduk protes tertempel di depan gedung serba guna. Massa kemudian berjalan menuju gerbang masuk GSG Arcamanik yang dijaga ketat aparat kepolisian.
Juru Bicara Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka, Anton Minardi mengatakan, fasilitas sosial seharusnya bisa dimanfaatkan oleh semua warga dan agama.
"Warga dapat menggunakan fasilitas GSG. Termasuk kegiatan ibadah yang awalnya dimulai sekali dalam sebulan, itu masih ditoleransi. Lama kelamaan kenapa jadi kayak jadi kegiatan tetap? Bahkan warga tidak bisa lagi menggunakan," tuturnya.
Wakil Ketua Forum RW Kelurahan Sukamiskin, Mukh Jazuli menjelaskan, GSG Arcamanik memiliki fungsi sosial dan budaya untuk seluruh masyarakat dari pengembang Kompleks Arcamanik Endah yang terdiri dari tiga RW, yakni RW 14 Kelurahan Sukamiskin serta RW 1 dan RW 2 Kelurahan Cisaranten Endah. Fungsi GSG antara lain sebagai tempat olahraga warga dan tempat pemungutan suara di masa pemilihan umum.
“Jadi memang kompleks yang segede ini itu memang bagian dari kewajiban developer untuk menyediakan fasum-fasum (fasilitas umum)," jelasnya
Namun Jazuli juga membenarkan bahwa GSG telah memiliki sertifikat bangunan sendiri sehingga memiliki kedudukan yang lebih kuat. Pihaknya juga berkenan jika GSG dijadikan tempat ibadah sebulan sekali.
“Awal itu dari mulai 1 kali 1 bulan, kita masih bertoleransi. Yang makin intensif itu dari masa Covid-19 dan ke sininya,” tuturnya.
Baca Juga: CERITA VISUAL: Sejarah Gedung Gereja Katolik Bebas Santo Albanus Bandung
Lima Orang Jemaat Gereja Katolik Bebas Tersisa di Bandung, Sembilan Tahun Beribadah di Rumah
Data Jumlah Gereja di Kota Bandung 1993-2020, Bertambah Signifikan dalam Dua Dekade Terakhir
Terbuka untuk Masyarakat
Ketika massa melakukan aksi protes penggunaan GSG Arcamanik sebagai rumah ibadat, jemaat tetap menjalankan Misa Rabu Abu yang dijadwalkan pukul 08.00-11.00 WIB. Sekitar pukul 09.58 WIB dari pintu kanan gedung, pastor dan prodiakon memasuki ruangan.
Perwakilan PGAK Santa Odilia Yoseph mengatakan, protes massa merupakan bagian dari hak untuk mengemukakan pendapat di muka umum. Pihaknya tidak mempermasalahkan protes tersebut.
“Kami juga menjalankan hak kami sebagai umat beragama untuk beribadah. Jadi kita sebaiknya saling mengerti saja hak-hak masing-masing sebagai warga negara,” tuturnya.
Dijelaskan Yoseph, sejak lama penggunaan gedung sebagai tempat ibadah mendapat penolakan massa. Namun pihak Gereja dan jemaat terus berupaya membangun dialog. Menurutnya, kebutuhan rumah ibadah sangat mendesak bagi umat Katolik di Arcamanik yang jumlah jemaatnya semakin banyak.
“Terakhir kami dengan warga dan sudah ada kesepakatan bahwa kami umat Katolik di sini boleh beribadah setiap hari minggu dan hari besar,” katanya.
Terhadap protes dan tuduhan yang dilayangkan kepada pihak jemaat, Yoseph berharap hal itu ditempuh melalui prosedur hukum, termasuk mengenai status kepemilikan tanah GSG.
“Kami akan sangat senang kalau ini dibawa ke jalur hukum, karena ini sudah jelas. Kami berkali-kali menjelaskan posisi kami, termasuk status kepemilikan tanah dan gedung ini,” paparnya.
Sekitar pukul 11.00 WIB, seluruh jemaat Katolik rampung menjalankan prosesi ibadah. Mereka langsung membubarkan diri. Beberapa lansia dan kaum perempuan meninggalkan lokasi melalui pintu keluar di samping kanan gedung.
Sementara itu, perwakilan PGAK Santa Odilia dan Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka melakukan audiensi terbuka yang ditengahi oleh aparatur pemerintah daerah seperti pihak Kelurahan Sukamiskin dan Kesbangpol Bandung. Dialog tentang fungsi gedung itu berlangsung alot.
*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Kerukunan Umat Beragama